Barantin Digitalisasi Layanan untuk Efisiensi dan Perlindungan Sumber Daya Hayati

0
Kepala Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BBKHIT) DKI Jakarta Amir Hasanuddin di Jakarta, Selasa (19/11).

Badan Karantina Indonesia (Barantin) melakukan digitalisasi layanan, baik dalam kegiatan impor, ekspor, maupun antar area. Langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi, mempercepat proses, dan mengurangi biaya logistik.

“Betul-betul kita melakukan dengan sistem globalized, sehingga dapat mengefisiensi efektivitas dan logistik cost yang dapat dikurangi,” ujar Kepala Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BBKHIT) DKI Jakarta Amir Hasanuddin di Jakarta, Selasa (19/11).

Amir menjelaskan, tugas Karantina sebagai fungsi pengawasan terus diperkuat, terutama dalam menjaga dan mengawasi masuknya penyakit, baik yang bersumber dari hewan, ikan, dan tumbuhan, maupun dari sektor pangan dan pakan.

Oleh karena itu, melalui sistem digitalisasi yang telah dibangun, yang pertama sebelum masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia, para pelaku usaha sudah mengisi yang namanya Prior Notice.

“Kemudian pada saat di border nantinya oleh pelaku usaha mengisi permohonan tindakan karantina  yang sudah tersemakin ke Single Submission (SSm) Quarantine Customs,” ujar Amir.

Selanjutnya, setelah barang terebut tiba di pelabuhan, tim Barantin dan Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik.

“Sudah tentu, kami juga melakukan kategorisasi risiko,” lanjut Amir. “Kategori risiko ini dibagi menjadi tiga: risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi.”

“Risiko rendah diselesaikan dalam waktu paling lama satu hari, bahkan beberapa jam. Risiko sedang memerlukan waktu hingga tiga hari, sementara risiko tinggi bisa memakan waktu hingga 14 hari, karena memerlukan pemeriksaan yang sangat detail, terutama terkait dengan adanya virus, produk susu panas, dan hal-hal lainnya,” tambah Amir.

Kepala Biro Hukum dan Humas Barantin, Hudiansyah Is Nursal

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Barantin, Hudiansyah Is Nursal menambahkan, tugas Barantin adalah menjaga dan melindungi kelestarian sumber daya hayati hewan, ikan, dan tumbuhan dari ancaman penyakit.

“Jika kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019, fungsi utama kami tercantum di Pasal 7, yaitu menjaga kelestarian sumber daya hayati,” ujar Ian. “Secara garis besar, fungsi utama kami adalah perlindungan keamanan pangan dan pakan, serta menjaga keamanan lingkungan.”

Namun, dalam undang-undang yang baru, ada fungsi lain yang harus diperkuat oleh Barantin, salah satunya terkait dengan penegakan hukum, yang juga dijadikan instrumen dalam perdagangan internasional.

“Karena dalam perdagangan internasional, dunia berusaha menghilangkan hambatan perdangan. Salah satu cara untuk melindungi masyarakat dan perdagangan internasional suatu negara adalah dengan memastikan keamanan pangan dan pakan,” uçar dia.

Lebih lanjut, Ian menjelaskan, saat ini pelaksanaan karantina di Indonesia dilakukan dalam tiga fase utama: pre-border, ad-border, dan post-border. Langkah ini bertujuan melindungi kekayaan alam hayati dari ancaman serangan biologis, risiko keamanan pangan, mikroba berbahaya, serta perlindungan flora, fauna, dan ancaman perang biologi.

Fase pertama, yaitu pre-border, adalah tahap persiapan yang dimulai bahkan sebelum barang memasuki wilayah Indonesia.

“Sebelum barang datang, kami sudah tahu jenis barang yang akan masuk, kapan tiba, dan dokumen-dokumennya juga sudah disubmit. Jadi, saat barang tiba di border, yang perlu dilakukan hanya pemeriksaan dokumen, kesesuaian, dan pemeriksaan fisiknya,” jelas Ian.

Untuk mendukung kelancaran proses ini, Ian menambahkan bahwa saat ini Barantin menggunakan sistem Best Trust. “Dengan sistem ini, semua permohonan dan proses lainnya sudah terintegrasi dalam satu platform digital. Kami tidak lagi mengandalkan interaksi langsung,” tambahnya.

Setelah barang tiba di perbatasan, fase kedua, ad-border, dimulai. Pada fase ini, Barantin melakukan pemeriksaan fisik dan verifikasi dokumen yang telah disubmit sebelumnya oleh pelaku usaha. “Kami sudah memiliki data yang lengkap sebelum barang sampai, sehingga pemeriksaan dokumen dan fisik bisa dilakukan lebih cepat,” tambah Ian.

Fase ad-border juga berfokus pada pemeriksaan kesesuaian antara barang yang datang dengan dokumen yang telah diajukan. Proses ini dilakukan secara efisien berkat sistem digital yang memungkinkan seluruh informasi terkait barang dapat diakses dan diverifikasi dengan cepat.

Setelah barang lolos pemeriksaan di border, fase terakhir adalah post-border. Fase ini memastikan bahwa barang yang sudah masuk ke pasar domestik tetap diawasi untuk mengidentifikasi potensi ancaman yang mungkin timbul setelah barang beredar di pasar. “Kami tetap memantau untuk memastikan tidak ada ancaman yang muncul setelah barang sampai di tujuan,” jelas Ian.

Proses post-border ini juga mencakup tindak lanjut apabila ditemukan ketidaksesuaian atau risiko di kemudian hari. Misalnya, jika ada laporan terkait keamanan pangan atau penyakit yang terkait dengan barang, Barantin akan segera mengambil langkah perbaikan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini