Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjon mengharapkan agar pemerintah merumuskan kebijakan sawit yang mendukung investas.
Mukti menyoroti bahwa saat ini ada kurang lebih 37 lembaga dan kementerian yang mengatur industri sawit, yang dianggap terlalu banyak
“Ini yang menurut kami bagi perusahaan, bagi pengusaha kelapa sawit, terlalu banyak” kata Mukti pada Temu Bisnis P3DN VIII ‘Membangun Ekosistem Ekonomi Digital untuk Produk Lokal’, yang digelar di ICE BSD, Tangerang, Rabu (17/9).
Menurut Mukti, di industri sawit ini sebaiknya cukup ada satu lembaga yang powerful untuk menangani semua aspek, dari on-farm hingga off-farm.
Hal ini akan mempermudah koordinasi dan pengambilan keputusan, serta mengurangi tumpang tindih yang ada saat ini.
“Mestinya di sawit ini cukuplah mungkin ada satu lembaga yang powerful yang menangani sawit dari on-farm sampai off-farm,” ungkap Mukti.
Komitmen ISPO
Sementara itu, Mukti menyampaikan bahwa GAPKI tetap mendukung pemerintah dalam upaya memastikan semua anggotanya mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Jadi, kita kepingin bahwa sawit kita adalah benar-benar sustainability, memenuhi syarat sustainability, karena memang di dunia ini sekarang tuntutan sustainability itu adalah menjadi keharusan,” ujar Mukti.
Mukti setuju bahwa perlu ada tata kelola sawit yang lebih baik. Dia menekankan bahwa sebagai pelaku usaha, mereka sudah berusaha mengikuti aturan main yang ditetapkan pemerintah.
“Kita setiap perusahaan mesti sebelum melakukan usaha mempunyai izin usaha perkebunan. Itu masih wajib,” ungkap Mukti.
Mutki juga menekankan perlunya memastikan agar sawit tetap menjadi komoditas yang berkelanjutan, memberikan manfaat besar bagi negara.
“Jadi, sawit ini harus menjadi kebanggaan kita, harus menjadi dignity kita. Karena hanya sawit inilah yang 100 persen adalah produk dalam negeri dan tidak ada unsur impor. Sehingga memang harus kita jaga dan kita rawat,” kata dia.
Sawit berperan krusial dalam perekonomian Indonesia, baik untuk pangan maupun ekspor. Dengan nilai ekspor yang signifikan, 38 miliar USD pada 2022, komoditas ini menyumbang devisa yang sangat besar.
Meskipun ada penurunan pada 2023, kontribusi 30 miliar USD tetap luar biasa dan menunjukkan potensi sawit sebagai sumber pendapatan negara yang penting.
Selain itu, industri sawit menyerap sekitar 16 juta tenaga kerja, baik di on-farm sampai off-farm
“Karena begitu besarnya peranan sawit ini, apalagi kalau kita bicara tenaga kerja yang terserap, mungkin ada 16 juta tenaga kerja yang terserap baik on-farm maupun off-farm, mestinya sawit ini perlu kita rawat,” pungkas Mukti.