Industri AS Masih Butuh CPO Indonesia

0
Pekerja menunjukkan brondolan sawit dengan kedua tangannya. Dok: PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan pentingnya menjaga dan memperkuat akses pasar sawit dan produk unggulan lainnya seperti kopi dan karet di Amerika Serikat (AS) serta Uni Eropa (UE).

Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional Kemendag, Olvy Andrianita, menyatakan, minyak sawit Indonesia masih sangat dibutuhkan oleh berbagai sektor industri di AS, khususnya untuk produksi cokelat serta kebutuhan domestik lainnya.

“Rasanya Amerika Serikat juga masih banyak industri yang membutuhkan sawit, karena coklat terbesar itu ekspornya dari Amerika Serikat juga. Mereka memang butuh sawit,” kata Olvy dalam diskusi ETIKAP, yang digelar di Hotel Manhattan, Jakarta Selatan, Rabu (11/6).

Karena itu, hubungan dagang dengan AS harus terus dipelihara. Tapi di sisi lain, perlu juga diversifikasi pasar agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada AS, mengantisipasi risiko pembatasan impor di kemudian hari.

“Jangan kita melulu ngurusin Amerika aja. Karena Amerika kalau nanti dia tiba-tiba ingin setop impor dari Indonesia untuk komoditi tertentu, tentu kita harus punya market access di negara lain,” ujar Olvy.

Berbeda dengan Paman Sam yang lebih fokus pada tarif, tantangan utama dari Uni Eropa justru terletak pada regulasi sertifikasi yang ketat dan berbagai persyaratan yang sering berubah-ubah, termasuk praktik double counting.

“Uni Eropa tidak lebih rewel dari Amerika. Kalau Amerika kan tadi tarifnya 32 persen. Uni Eropa bukan tarifnya, tapi kita gak bisa masuk gara-gara sertifikasi-sertifikasinya dan sejumlah requirement yang dadakan dan selalu double counting,” jelas jelas Olvy.

Padahal, Indonesia sudah memiliki sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang seharusnya memenuhi regulasi Uni Eropa.

Namun, hingga saat ini pasar Uni Eropa belum sepenuhnya menerima sertifikasi tersebut dengan baik.

“Saya melihat bahwa ISPO kita harusnya sudah bisa reliable atau comply terhadap regulasinya EU bersama RSPO harusnya udah cukup maunya Indonesia. Tetapi Uni Eropa belum menerima ini dengan baik,” kata dia.

Untuk itu, Olvy berharap pemerintah segera mempercepat negosiasi perdagangan dengan kedua kawasan tersebut agar Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara pesaing yang mengekspor komoditas serupa.

“Kita juga harus cepat dalam bernegosiasi, karena kalau tidak, kita bisa tertinggal. Untuk kopi, kita bisa kalah dari Vietnam. Sementara untuk sawit, kita bersaing ketat dengan Malaysia dan negara-negara Amerika Latin,” pungkas dia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini