Duta Besar Republik Indonesia untuk Vietnam, Denny Abdi mengapresiasi capaian stok cadang beras pemerintah (CBP) yang telah mencapai 4 juta ton. Menurutnya, keberhasilan ini menjadi titik balik dalam arah diplomasi Indonesia di luar negeri, khususnya terkait ketahanan pangan.
Denny mengaku terkejut dengan capaian cadangan beras Indonesia saat ini. Pasalnya, pada tahun lalu dirinya sempat menerima kunjungan Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman di Vietnam untuk membahas rencana impor beras.
“Tapi tahun ini saya sangat surprise, beliau mengatakan kita sudah surplus beras sampai 4 juta ton, bahkan terbesar dalam sejarah Indonesia dalam waktu sangat singkat,” kata Denny dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (13/6).
Dia menambahkan, dengan kondisi cadangan beras yang kini melimpah, peran diplomasi luar negeri pun ikut bergeser. “Kami di luar negeri yang tadinya membantu pengadaan impor, sekarang justru mulai melirik pasar ekspor. Ini sangat membanggakan,” ujar Denny.
Keberhasilan Indonesia mendekati swasembada beras akan berdampak pada hubungan dagang regional. Namun, dia meyakini, relasi bilateral Indonesia–Vietnam tetap kuat karena masih banyak peluang kerja sama di bidang lain, termasuk ketahanan pangan global.
“Ini bukan masalah besar, karena kebutuhan pangan dunia masih tinggi. Negara agraris seperti Indonesia dan Vietnam justru punya tanggung jawab moral untuk berkontribusi terhadap ketahanan pangan global,” kata dia.
Selain membahas beras, Denny juga menyoroti perlunya memperkuat produksi komoditas strategis lainnya, seperti susu. Saat ini, 80 persen kebutuhan susu nasional masih bergantung pada impor. Pemerintah tengah mendorong masuknya investasi besar untuk membangun industri susu segar dalam negeri, dengan fasilitasi lahan dan dukungan kebijakan dari Kementerian Pertanian.
“Susu sangat penting bagi anak-anak usia 2–12 tahun. Ini terkait program makanan bergizi dari Bapak Presiden. Kita ingin agar produksi susu bisa dilakukan di dalam negeri agar tidak terus-menerus menguras devisa. Kami akan dorong investor untuk masuk dan membangun sistem produksi jangka panjang,” jelas dia..
Menutup pernyataannya, Denny menyampaikan, pihaknya bersama jajaran Kementerian Luar Negeri siap mendukung upaya hilirisasi dan industrialisasi sektor pertanian, agar produk agrikultur Indonesia tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga memiliki daya saing tinggi di pasar global.
“Jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, maka kita harus bergerak ke industri pengolahan. Hilirisasi pertanian adalah langkah lanjutan agar kita tak hanya menjual bahan mentah, tapi juga menciptakan nilai tambah bagi petani dan bangsa,” pungkasnya.
Seperti diketahui, peningkatan produksi beras Indonesia mendapat pengakuan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Dalam laporan terbarunya, USDA memperkirakan produksi beras Indonesia pada musim tanam 2024/2025 mencapai 34,6 juta ton.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi di ASEAN, mengungguli Thailand dan Vietnam, serta melampaui target produksi pemerintah sebesar 32 juta ton.
Di beberapa kesempatan, Mentan Amran menyebut lonjakan stok beras saat ini menjadi bukti nyata ketahanan pangan nasional yang kuat, sekaligus menegaskan kesiapan Indonesia memainkan peran lebih besar dalam sistem pangan global.
“Kita tidak lagi hanya bicara swasembada, tetapi sudah bicara kedaulatan. Dengan angka serapan seperti ini, Indonesia secara tidak langsung siap mengambil peran lebih besar dalam sistem pangan dunia,” ujar Mentan Amran.
Dia menambahkan, lonjakan produksi beras memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor pertanian menyumbang 10,52 persen terhadap PDB pada triwulan I 2025 secara year on year, angka tertinggi sepanjang sejarah.
Mentan Amran menilai pencapaian ini menunjukkan kebijakan pemerintah yang mendukung produksi dalam negeri berjalan efektif. Dengan hasil tersebut, Indonesia optimis swasembada beras dapat tercapai dan melangkah menuju kedaulatan pangan.