Pemerintah Tetap Berkomitmen Melakukan PSR 180.000 Hektar

0

Pada tahun ini pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan Progran Peremajaan Perkebunan Sawit Rayat (PSR)seluas 180.000 hektar (ha). Tujuannya, meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat dan mendapatkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, program PSR harus tetap dilanjutkan agar produktifitas perkebunan sawit rakyat meningkat dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai. Selain itu, PSR untuk mempermudah petani mendapatkan sertifikat ISPO.

“Pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan Progran Peremajaan Perkebunan Sawit Rayat (PSR)seluas 180.000 ha. Hal ini untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit khususnya di tingkat perkebunan rakyat. Peningkatan produktifitas akan mendorong kesejahteraan petani,” kata Airlangga Hartarto Webinar PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN): “Menuju Perkebunan Indonesia Berkelanjutan: Pekebun Sawit Rakyat Berkelanjutan, Terhenti atau Regenerasi”, 22/4/2021.

Menurut Airlangga, sawit merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia dan menjadi penyumbang devisa terbesar setelah batu bara. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi sawit (minyak sawit dan inti sawit) 2018 tumbuh 6,85% menjadi 48,68 juta ton dari tahun sebelumnya.

“Jumlah produksi tersebut terdiri atas sawit dari perkebunan rakyat sebesar 16,8 juta ton (35%), perkebunan besar negara 2,49 juta ton (5%), dan perkebunan besar swasta 29,39 juta ton (60%). Produksi sawit nasional telah melonjak lebih dari 5.600% atau sekitar 144% per tahun,” jelasnya.

Sepanjang 2018 volume ekspor minyak sawit (crude palm oil/cpo) naik 1,85% menjadi 28,3 juta ton dari tahun sebelumnya. Namun, nilainya turun sebesar 12% seiring jatuhnya harga cpo di pasar internasional sebesar 21% menjadi US$ 535/ton dari tahun sebelumnya US$ 679/ton.

Airlangga menambahkan, harga produk turunan sawit, sejak 2019 menunjukkan tren positif dan terus berlanjut di tahun 2021. Harga referensi kementerian perdagangan menyentuh angka yang cukup tinggi yaitu sebesar US$ 1.093,83 dolar per ton dan hal itu mempunyai dampak positif pada penerimaan negara serta peningkatan kesejahteraan. Sementara dari sisi luas tutupan kelapa sawit nasional, lanjutnya, di tahun 2019 sebesar 16,38 juta dengan distribusi luas perkebunan rakyat sebesar 6,72 juta hektar atau 41% perkebunan besar negara.

“Sisi luas tutupan kelapa sawit nasional, di tahun 2019 sebesar 16,38 juta dengan distribusi luas perkebunan rakyat sebesar 6,72 juta hektar atau 41% perkebunan besar negara. Kelapa sawit telah berkontribusi terhadap 3,5% produk domestik bruto (PDB) dan menurunkan inflasi sebesar 1,75% dan jumlah belanja negara sebesar 1,74. Dari sisi ketahanan energi sejak tahun 2015 pemerintah telah mewajibkan penggunaan biodiesel dari komoditas kelapa sawit untuk menggantikan bahan bakar fosil,” katanya.

Airlangga menjelaskan, industri kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan pendekatan yang memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial ekonomi dan lingkungan hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang telah diatur secara khusus dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan sebagai salah satu aspek utama yang bertujuan untuk memberikan akses pembangunan yang adil dan inklusif serta menjaga lingkungan hidup sehingga mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pendekatan tersebut pemerintah Indonesia yakin bahwa pembangunan kelapa sawit berkelanjutan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian sustainable development gools (SDGs) dalam upaya pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.

Bahkan, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 44 tahun 2020 tentang sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang biasa kita kenal dengan ISPO di mana peraturan yang mewajibkan seluruh tipe usaha kelapa sawit yaitu perkebunan besar negara swasta dan rakyat untuk mendapatkan sertifikasi sebagai jaminan bahwa praktek produksi yang dilakukan telah mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan.
“Khusus untuk perkebunan rakyat diberikan masa transisi selama 5 tahun dan fasilitasi serta pendampingan untuk pelaksanaan sertifikasi,” jelasnya.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat M.E. Manurung menyambut baik komitmen pemerintah untuk PSR seluas 180.000 ha. Namun, Gulat mengingatkan, masih banyak persoalan yang harus diselesaikan untuk melakukan program PSR. Sementara untuk mendapatkan ISPO lebih mudah, asalkan semua kebun petani telah melakukan PSR.

“Kami sangat bersyukur dengan adanya PSR karena sesungguhnya potensi pada petani untuk mengikuti program PSR 500 ribu ha dengan target target 3 tahun. Hari ini sudah mencapai 212.000 ha, dan sesungguhnya hasil dari PSR inilah yang paling siap untuk semua kriteria ISPO. Ibaratnya ini aja pindah dokumen saja ke kamar sebelah,” kata Gulat.

Persoalannya sekarang bagaimana dengan petani yang diluar program PSR. Menurutnya, ada 6,37 juta hektar yang tak bisa mencapai ISPO karena terganjal persyaratan khusus masalah legalitas.

Menurut Gulat, kesiapan petani dalam mematuhi mandat Perpres No. 44 tahun 2020 yang mewajibkan sertifikasi ISPO sulit untuk dipaksakan.

“Pada 2025, atau dalam 46 bulan mendatang, ditargetkan seluruh petani sudah sertifikasi ISPO. Nyatanya, masih banyak petani swadaya yang belum dapat memenuhi kriteria ISPO tersebut (kecuali petani yang sudah mengikuti PSR),” jelasnya.

Ia menerangkan, Apkasindo sebagai asosiasi petani berupaya untuk mendorong percepatan sertifikasi ISPO bagi petani kelapa sawit di antaranya melalui menyekolahkan pengurus Apkasindo kursus Auditor ISPO, memetakan tipologi permasalahan petani, mengadakan pertemuan virtual, FGD, dan sosialisasi di medsos, usulan ke pemerintah untuk membantu petani terkait administrasi (STDB dan legalitas), serta upaya advokasi.

Sunari, Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengatakan, program-program BPDP Kelapa Sawit yang telah dan sedang berjalan di antaranya adalah Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat (PSR), Insentif Biodiesel, Penelitian dan Pengembangan, Pengembangan SDM, serta program Promosi dan Kemitraan.

“Program BPDP KS telah berjalan dengan baik, diantaranya; PSR, Insentif Biodiesel, Penelitian dan Pengembangan, Pengembangan SDM, serta program Promosi dan Kemitraan,” kata Sunari.

Menurut Sunari, strategi peningkatan kesejahteraan pekebun sawit rakyat pada masa mendatang dilakukan dengan kebijakan peningkatan nilai tambah industri sawit yaitu: penerapan tarif pungutan ekspor untuk menyeimbangkan supply demand pasar ekspor, penciptaan pasar domestik melalui program biodiesel untuk menyerap stok.

“Dan perbaikan produktivitas kebun sawit rakyat, dan hilirisasi hasil kebun sawit rakyat sekaligus memotong rantai pasok industri,” jelasnya.

Direktur PT RPN, Iman Yani Harahap, dalam sambutannya mengatakan, ada beberapa kendalaa yang ditemui petani sehingga sertifikasi ISPO belum bisa diperoleh. PT RPN sebagai institusi riset perkebunan yang terdepan merasa terpanggil untuk menjadi fasilitator bagi petani kelapa sawit dengan menyelenggarakan JapriBun Chapter 3 dan dapat mempertemukan petani dengan stakeholders.

“Selain itu PT RPN juga memiliki berbagai teknologi dan jasa yang dapat dimanfaatkan bagi petani kelapa sawit untuk pengawalan proses menuju sertifikasi ISPO,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini