
Kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor kunci agar industri sawit Indonesia mampu bertahan dan bersaing di tingkat global.
Hal ini mengemuka dalam diskusi “Sumber Daya Manusia Sawit” pada penyelenggaraan The 2nd Indonesia Palm Oil Research & Innovation Conference & Expo (IPORICE) 2025 di Kampus BRIN, Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, baru-baru ini.
Dalam paparannya, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Sawit Indonesia (ALPENSI), Sri Gunawan menekankan pentingnya peningkatan kapasitas SDM sawit di era digital.
Ia mengungkapkan, industri sawit nasional menghadapi tantangan serius dalam penyediaan tenaga kerja terampil, terutama di tengah kondisi perkebunan rakyat yang menua.
“Dari 16 juta hektare kebun sawit nasional, lebih dari 2,7 juta hektare adalah perkebunan rakyat yang sudah tua dan membutuhkan peremajaan. Produktivitas yang rendah berdampak langsung pada kesejahteraan petani,” jelasnya.
Menurutnya, digitalisasi menjadi keharusan agar industri sawit tetap kompetitif. Pendidikan tinggi harus menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri dan menekankan keterampilan praktis.
“Dengan SDM yang kompeten dan melek digital, industri sawit akan mampu meningkatkan efisiensi dan menjawab tuntutan global akan keberlanjutan,” tegasnya.
Sementara itu, Country Manager Solidaridad Network Indonesia, Yeni Fitriyanti menyoroti pentingnya pendampingan petani sawit swadaya dalam penerapan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Solidaridad, organisasi internasional yang beroperasi di lebih dari 50 negara sejak 2012, telah mendampingi 2.600 petani dengan luasan lebih dari 8.900 hektare di berbagai provinsi. Namun, dari potensi besar tersebut, baru sekitar 9 persen atau 69 ribu hektare kebun rakyat yang tersertifikasi ISPO.
“Sertifikasi ISPO bukan lagi sekadar nilai tambah, melainkan syarat mutlak agar produk sawit rakyat tetap diterima di pasar domestik maupun internasional,” ujar Yeni.
Ia menegaskan perlunya penguatan kelembagaan petani dan pendampingan berkelanjutan, mencakup akses informasi, pembiayaan, dan pemanfaatan teknologi digital.
Dari perspektif pendidikan vokasi, Wakil Direktur Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi), Aang Kuviani mengungkapkan tantangan besar industri sawit dalam menarik minat generasi muda, terutama Generasi Z.
“Banyak anak muda lebih memilih pekerjaan dengan gaji lebih kecil asalkan lokasinya nyaman dan akses internet lancar, dibanding bekerja di perkebunan,” paparnya.
Menurutnya, karakter Gen Z yang kreatif, melek teknologi, dan menyukai kebebasan sering berbenturan dengan kultur kerja perkebunan yang hierarkis dan menuntut disiplin tinggi. Untuk itu, industri sawit perlu beradaptasi melalui penyediaan fasilitas penunjang, penguatan citra perusahaan, serta penerapan digitalisasi perkebunan.
“Edukasi sejak jenjang sekolah menengah juga penting agar generasi muda memahami potensi karier strategis di sektor sawit,” tambah Aang
Sementara itu, Triyani Utaminingsih dari PT Rekayasa Industri, menyoroti pentingnya peran industri dalam mengintegrasikan hasil riset ke tahap komersialisasi.
“Kami bertransformasi dari kontraktor menjadi integrator riset dan industri untuk menjembatani hasil riset perguruan tinggi agar bisa dikomersialisasikan,” jelasnya.
Ia menyebutkan, hilirisasi tidak hanya berfokus pada produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), tetapi juga pemanfaatan limbah sawit untuk menghasilkan energi terbarukan, bioplastik, dan produk bernilai tambah lainnya.
“Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di bidang EPC, kami optimistis inovasi berbasis riset akan memperkuat daya saing sawit Indonesia di pasar global,” pungkasnya.
Penyelenggaraan IPORICE 2025 merupakan kolaborasi antara BRIN, Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), dan berbagai mitra strategis seperti Pupuk Indonesia, BPDPKS, CPOPC, Pertamina, TUV Rheinland, serta sejumlah asosiasi dan lembaga riset.
Forum ini menjadi wadah strategis bagi peneliti, industri, akademisi, dan pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem riset, inovasi, dan SDM sawit Indonesia menuju industri yang berkelanjutan dan berdaya saing global.