Sawit Indonesia Kalah Saing, Gapki Usul Kebijakan Fiskal

0
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono pada acara Syukuran Ulang Tahun GAPKI ke-43 dan Konferensi Pers di Ayana Midplaza, Jakarta, Selasa (27/2).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menegaskan perlunya kebijakan fiskal yang mendukung untuk menjadikan harga minyak sawit lebih kompetitif di pasar ekspor global.

Merespons penurunan ekspor dan persaingan harga, Eddy mengusulkan penyesuaian harga sementara sebagai salah satu solusi meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia, terutama terhadap minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari.

Eddy mencontohkan China, salah satu tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia, yang mulai mengurangi impor karena harga minyak sawit lebih mahal dibandingkan minyak nabati lainnya, seperti minyak bunga matahari.

“Minyak sawit ini harganya lebih mahal dibandingkan minyak bunga matahari, sehingga mereka (China) mengurangi impor dan beralih membeli minyak lainnya,” ujar Eddy di Belitung Timur, Babel, Rabu (30/8).

Meskipun minyak sawit mendominasi pasar minyak nabati global, Eddy mengingatkan bahwa pangsa pasar minyak sawit hanya mencapai 33 persen. Artinya, masih ada 67 persen pangsa pasar yang diisi oleh minyak nabati lainnya, termasuk minyak bunga matahari.

Eddy menambahkan, untuk dapat mempengaruhi harga internasional minyak sawit, pangsa pasar minyak sawit harus meningkat hingga lebih dari 50 persen di antara minyak nabati lainnya.

“Apabila pangsa pasar minyak sawit mencapai lebih dari 50 persen, barulah kita bisa mengendalikan harga. Mengendalikan dalam arti kita bisa memainkan harganya, bukan menetapkannya,” jelasnya.

Meskipun Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, Eddy menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa menetapkan harga internasional secara sepihak. Harga minyak sawit internasional terbentuk dari pertemuan antara penawaran dan permintaan.

“Bahkan Malaysia, sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, tidak bisa mengendalikan harga. Harga minyak sawit internasional ditentukan oleh supply dan demand,” tambah Eddy.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya per Juli 2024 mencapai 1,62 juta ton, turun tajam secara tahunan (yoy) dibandingkan Juli 2023 yang mencapai 2,75 juta ton.

Nilai ekspor CPO dan turunannya juga turun sebesar 39,22 persen (yoy) dari 2,28 miliar dolar AS menjadi 1,39 miliar dolar AS per Juli 2024. Secara bulanan (mtm), nilai ekspor CPO dan turunannya juga turun sebesar 36,37 persen dari 2,18 miliar dolar AS pada Juni 2024.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini