Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) memaparkan hasil Survei Keragaan Produksi dan Harga Beras Nasional 2024.
Survei tersebut dipresentasikan oleh Direktur Riset Pataka, Cindy Septiany, dalam Outlook Pembangunan Pertanian 2025 yang bertema “Mewujudkan Swasembada Beras di Tengah Permasalahan Produksi dan Harga Beras yang Fluktuatif, Mungkinkah?”, yang digelar di Jakarta pada Senin, 23 Desember.
Survei ini melibatkan sebelas provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Hasilnya, pada Desember 2024, produksi beras mengalami penurunan sekitar 14 persen hingga 15 persen dan penurunan produktivitas sekitar 9 persen.
Cindy menjelaskan, beberapa faktor penyebab penurunan ini antara lain meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) sebesar 19,4 persen, kondisi kekeringan yang masih melanda sekitar 51 persen wilayah amatan, serta konversi lahan sawah yang mencapai 10-15 persen.
“Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas hasil panen masih sangat rentan terhadap faktor eksternal seperti kondisi alam, OPT dan konversi lahan,” kata Cindy.
Kemudian, harga jual gabah petani meningkat rata-rata 1,41 persen per bulan dari Mei hingga Desember 2024. Sementara Harga beli gabah di pengepul meningkat rata-rata 1,58 persen per bulan, dan harga jual gabah di pengepul meningkat 0,35 persen per bulan.
“Kemudian untuk harga beli gabah di penggilingan meningkat rata-rata 1,53 persen per bulan, dan harga jual beras penggilingan meningkat rata-rata 0,65 persen per bulan,” jelas Cindy.
Lantas, pada Mei–Juli dan November 2024, harga GKP petani berada di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP). Menurut Cindy, hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah masih menghadapi kesulitan dalam menyerap gabah nasional, terutama pada saat panen raya, ketika pasokan berlimpah.
Kondisi ini, lanjut dia, diperkuat oleh data Bulog yang menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam realisasi pengadaan beras dalam negeri selama periode tersebut.
Sebaliknya di bulan Agustus-Oktober dan Desember 2024 harga GKP petani sudah berada di atas HPP, yang seharusnya mendorong pengurangan penyerapan gabah oleh pemerintah,
Namun, data Bulog mengungkapkan bahwa pemerintah tetap melanjutkan penyerapan beras dalam negeri pada periode tersebut, bahkan cenderung meningkat.
“Kondisi ini merupakan anomali, seharusnya Pemerintah tidak melakukan aksi penyerapan gabah nasional. Penyerapan ggabah oleh Pemerintah di atas HPP berakibat fatal terhadap peningkatan harga beras di pasar,” kata dia.
Masih berdasarkan hasil survei, periode Mei-Desember 2024, harga beras premium meningkat rata-rata 0,40 persen per bulan, sementara Harga beras medium meningkat rata-rata 0,35 persen per bulan, dan harga beras curah meningkat rata-rata 0,28 persen per bulan Harga beras medium dan curah terus meningkat hingga Desember 2024, dengan harga beras medium rata-rata melampaui HET.
Cindy mengatakan, program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) yang diharapkan dapat mengendalikan harga belum efektif. “Sehingga diperlukan kebijakan pengendalian harga dan distribusi yang lebih ketat untuk menjaga keterjangkauan harga beras bagi masyarakat,” ujar dia.
Selanjutnya, volume beli gabah oleh pengepul dan penggilingan menunjukkan ketidakseimbangan dengan volume penjualan, terutama pada penggilingan yang mengalami penurunan pasokan sebesar 29 persen pada Desember.
“Ini menunjukkan adanya potensi gangguan dalam rantai pasokan yang perlu diatasi untuk mendukung ketersediaan beras nasional,” tutur Cindy.
Adapun yang terakhir, Pataka memperkirakan Margin kotor yang diperoleh petani berkisar antara Rp.1.500-1.700/Kg GKP, atau sebesar 28 persen—30 persen dari pendapatan. Kemudian diperkirakan margin kotor pengepul, dengan kisaran sebesar Rp 409/Kg GKP.
“Selanjutnya di tingkat penggilingan, diperoleh margin kotor sebesar Rp6.043/kg beras. Adapun margin kotor yang diperoleh pedagang beras sebesar Rp 545/kg Beras,” kata dia.
Selain itu, Pataka menduga adanya institusi non-formal atau pihak ketiga lain yang mendapat keuntungan atau margin antara harga jual Gabah (GKP) di tingkat petani dan harga beli Gabah (GKP) di tingkat pengepul sebesar Rp 77/kg GKP.
Selanjutnya, antara data harga jual Gabah (GKP) pengepul dengan harga beli Gabah (GKP) penggilingan diduga ada pihak ketiga lain yang juga mendapat keuntungan sebesar Rp 136/kg GKP.
Dalam webinar ini, Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Monitoring Sertifikasi Benih, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Happy Suryati mengungkapkan, Kementan telah menyiapkan blueprint untuk mewujudkan swasembada pangan.
Untuk menindaklanjuti arahan Presiden, Pemerintah telah menyusun blueprint swasembada pangan, yang dibagi menjadi dua pendekatan utama. Pertama, Program Solusi Cepat, yang meliputi penyediaan benih unggul, penyediaan pupuk, program pompanisasi, dan optimalisasi lahan.
Selain itu, Pemerintah juga telah menyiapkan Program Swasembada Pangan Jangka Panjang, yang mencakup upaya-upaya strategis seperti cetak sawah 3 juta hektar, revitalisasi sistem irigasi melalui pembangunan 61 bendungan, serta pelibatan petani milenial dan Gen Z untuk memperkuat generasi penerus pertanian.
“Tak kalah penting, transformasi pertanian tradisional ke pertanian modern juga menjadi fokus utama dalam program ini,” kata dia.
Happy mengatakan, program-program tersebut akan dijalankan dengan satu komando, didasarkan pada 7 Kunci Utama Swasembada Pangan. Kunci-kunci tersebut antara lain penguatan infrastruktur irigasi pada lahan intensifikasi dan ekstensifikasi, dukungan benih unggul tahun 2025, dan penyederhanaan penyaluran pupuk bersubsidi.
Di samping itu, pengembangan padi gogo mendukung swasembada pangan, program cetak sawah 3 Juta hektare, transformasi kelembagaan Bulog dan penguatan penyuluh pertanian lapangan.
Sementara itu, Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan Perum Bulog, Epi Sulandari, dijelaskan bahwa pada tahun 2024, Bulog telah melakukan transformasi kelembagaan yang signifikan. Salah satunya adalah dengan corporate rebranding, yang mencakup perubahan logo dan tagline perusahaan dari “Bersama Mewujudkan Kedaulatan Pangan” menjadi “Mengantar Kebaikan”.
“BULOG merupakan entitas pengelola cadangan pangan di Indonesia. Dalam menjalankan penugasan dari pemerintah, Bulog memperhatikan aspek Ketersediaan, Keterjangkauan, dan Stabilitas,” ungkap Epi Sulandari.
Sebagai bagian dari tugasnya, Bulog membentuk ekosistem pangan terintegrasi yang beroperasi dari hulu hingga hilir sepanjang rantai pasok. Ini mencakup pengembangan budidaya komoditas pangan, sistem pengolahan pangan modern, pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), dan distribusi pangan sesuai dengan penugasan pemerintah dan kebutuhan masyarakat umum.
Bulog juga berperan penting dalam mendukung swasembada pangan. Berdasarkan Perpres 66/2021, BULOG memperoleh penugasan atas sembilan komoditas pertanian serta bertanggung jawab atas mekanisme Cadangan Stabilitas Harga Pangan (CSHP).
Epi menambahkan, “Supply chain BULOG dan jaringan distribusinya yang luas sangat mendukung kelancaran pengelolaan pangan. Pada tahun 2023, BULOG berhasil mengelola 2,8 juta ton beras, dengan 1,3 juta ton di antaranya disimpan dan disalurkan ke berbagai daerah.”
Jaringan Bulog yang luas meliputi 474 gudang, 10 MRMP, 5 UP aktif, 7 RTR, dan 2 CDC yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, Bulog juga berhasil menjangkau lebih dari 80.000 retail modern dan pertokoan di seluruh Indonesia untuk mendukung distribusi CBP pemerintah.
Dalam webinar ini, Khudori, Pengamat Pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, menyampaikan bahwa sektor produksi padi Indonesia menghadapi sejumlah masalah struktural yang perlu perhatian serius.
Menurutnya, masalah utama yang dihadapi antara lain adalah konsentrasi produksi yang terpusat di Pulau Jawa, yang mencapai 55,8 persen dari total produksi nasional.
“Selain itu, Produksi masih tergantung alam, Produktivitas padi relativ stagnan (hanya bertumbuh 0,13%), surplus produksi di 2024 cenderung defisit, luas sawah yang ditanami padi menurun, dan disparitas produksi antar daerah,” kata dia.