Tingning Sukowignjo, Astra Agro Menangkan Women in SDGs Action Award 2025

0

 Di tengah sorotan terhadap isu iklim dan keberlanjutan, satu nama muncul dari industri kelapa sawit: Tingning Sukowignjo.

Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk itu dianugerahi Women in SDGs Action Award 2025 untuk kategori SDG 13 – Penanganan Perubahan Iklim, penghargaan yang digelar Harian Bisnis Indonesia bagi para perempuan yang memberi dampak nyata bagi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Penghargaan itu bukan sekadar simbol. Ia menjadi pengakuan atas kepemimpinan Tingning dalam mengarahkan Astra Agro Lestari menjalankan strategi mitigasi perubahan iklim—di sektor yang kerap berada di bawah sorotan publik.

“Penghargaan ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus memperkuat inisiatif pengurangan emisi dan efisiensi energi di seluruh lini bisnis,” kata Tingning seusai menerima penghargaan, Senin, 11 November 2025. “Kami percaya bahwa praktik agribisnis yang bertanggung jawab tak hanya penting bagi keberlanjutan perusahaan, tetapi juga bagi masa depan bumi yang lebih hijau.”

Di bawah arahannya, Astra Agro mempercepat berbagai langkah konkret pengurangan emisi karbon. Pabrik kelapa sawit perusahaan kini dilengkapi sistem methane capture untuk mengolah gas metana menjadi sumber energi. Perusahaan juga memperluas penggunaan biomassa dan energi terbarukan di wilayah operasional, mengganti sebagian batu bara dengan shells—limbah cangkang sawit yang kini berperan sebagai bahan bakar alternatif.

Hasilnya mulai terlihat. Hingga 2024, emisi gas rumah kaca (GRK) Astra Agro tercatat turun 15,14 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Targetnya lebih ambisius: penurunan hingga 30 persen pada 2030 dengan baseline 2019. Strategi yang dijalankan meliputi efisiensi energi, penghematan solar lewat sistem manajemen air, hingga pemanfaatan biodiesel di alat transportasi operasional.

Namun bagi Tingning, keberlanjutan bukan hanya soal lingkungan. Ia juga menyinggung dimensi sosial—khususnya peran perempuan dalam sistem kerja dan komunitas sekitar perkebunan.

“Kami percaya keberagaman dan kesetaraan gender membawa perspektif baru dalam inovasi dan pengambilan keputusan,” ujarnya. “Di Astra Agro, setiap individu tanpa memandang gender memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, memimpin, dan memberi dampak positif bagi masyarakat.”

Pernyataan itu bukan jargon korporasi semata. Astra Agro membuka ruang luas bagi perempuan di berbagai posisi strategis—dari manajerial hingga kepemimpinan di bidang sustainability, komunikasi, dan pengembangan masyarakat. Di tingkat tapak, perusahaan menggerakkan program pelatihan kewirausahaan, koperasi perempuan, hingga pendidikan dan kesehatan keluarga. Tujuannya satu: meningkatkan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan perempuan desa sekitar kebun.

Kebijakan itu sejalan dengan SDG 5 – Kesetaraan Gender. Astra Agro tampak mencoba menegakkan dua kaki: menjaga produktivitas usaha, sembari merawat kelestarian ekosistem dan pemberdayaan sosial. Di sejumlah wilayah, mereka juga melindungi kawasan High Conservation Value (HCV) dan memantau area dengan keanekaragaman hayati tinggi agar aktivitas perkebunan tak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun masyarakat adat.

Dalam pidato penghargaan, Presiden Komisaris Bisnis Indonesia Group, Hariyadi Sukamdani, menyebut ajang Women in SDGs Action Award 2025 sebagai bentuk dukungan nyata terhadap pencapaian pembangunan berkelanjutan. “Kemajuan perempuan di berbagai bidang adalah progres yang patut diapresiasi karena berperan besar dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya saing,” ujarnya.

Penghargaan itu menegaskan pergeseran penting di sektor sawit—dari citra eksploitatif menuju arah agribisnis hijau dan inklusif. Di tengah kritik terhadap industri sawit global, capaian seperti ini menjadi narasi tandingan: bahwa transformasi menuju energi bersih dan praktik lestari juga bisa dimulai dari dalam sektor yang selama ini paling disorot.

Bagi Astra Agro, ini bukan akhir, melainkan pijakan baru. Di bawah semboyan “Sejahtera Bersama Bangsa,” perusahaan menegaskan komitmennya untuk terus melangkah dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang menyeluruh—menempatkan keberlanjutan sebagai inti keputusan bisnis, bukan pelengkap.

Langkah mereka memang belum menyelesaikan persoalan besar perubahan iklim. Namun di tangan perempuan seperti Tingning Sukowignjo, setidaknya arah menuju industri sawit yang lebih bertanggung jawab mulai tampak lebih jelas.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini