
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menjelaskan, denda pelabuhan atau demurrageĀ merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan bongkar muat dan itu lumrah terjadi, sehingga bisa diperhitungkan secara business to business (B2B).
“Demurrage itu hal yang biasa. Itu tinggal dilihat, apakah karena hujan, dia yang tadinya harusnya 6 hari, jadi bisa 7 atau 8 hari. Itu hal biasa dalam business to business seperti biasanya,” jelas Arief dikutip dalam keterangan resminya, Jumat (21/6).
Hal ini Arief sampaikan usai menghadiri Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian di Jakarta, pada Kamis (20/6).
Di sisi lain, Arief menegaskan, posisi Bapanas adalah pihak yang menugaskan Bulog sesuai hasil Rapat Terbatas (Ratas).
“Kemudian Bulog itu kan melakukan B2B. Yang order, yang mengimpor, yang mendistribusikan itu Bulog. Ini murni impor. Makanya tadi dalam rapat Komisi IV, saya persilakan Dirut Bulog untuk menjelaskan karena yang paling mengerti ya direksi Bulog gitu,” kata dia.
Terkait dengan ketersediaan,Ā Arief memberi kepastian total stok beras yang dikelola Bulog berada dalam posisi yang aman dan mencukupi.
Dengan total saat ini 1,7 juta ton dan akan terus bertambah seiring penyerapan produksi dalam negeri, Arief meyakini seluruh program intervensi pemerintah bagi masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
“Sampai tengah Juni, Bulog konsisten menyerap produksi dalam negeri dan totalnya sudah hampir 700 ribu ton,” ujar Arief.
Penyerapan yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut melalui berbagai program, yaitu Program Jemput Gabah, Program Mitra Petani, dan Program Makmur.
“Dengan ini, terlihat pemerintah itu sangat fokus dalam memperkuat stok, terutama untuk menabung beras sebagai CPP (Cadangan Pangan Pemerintah),” ujar Arief.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi menambahkan, demurrage itu adalah biaya yang timbul karena keterlambatan bongkar muat di pelabuhan.
“Ini adalah hal yang biasa. Jadi misalnya dijadwalkan (bongkar muat) 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena di pelabuhan itu penuh dan sebagainya,” sebut dia.
Menurut dia, demurrage itu biaya yang menjadi bagian dari biaya yang harus sudah diperhitungkan di dalam kegiatan ekspor impor. Berapa persisnya, itu masih terus diperhitungkan, karena ada negosiasi, misalnya mana yang bisa dicover insurance, mana yang tidak, mana yang jadi tanggung jawab shipping.
“Jadi adanya biaya demurrage itu adalah hal yang bisa dikatakan menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor,” sambung dia.
Dia mengatakan, pihanyaĀ berusaha untuk meminimumkan biaya demurrage.
“Biaya demurrage kami masih berhitung dan tadi masih melakukan negosiasi. Jadi angka akhirnya belum selesai, tetapi perkiraannya kalau dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor, mungkin Insya Allah tidak lebih dari 3 persen,” pungkas Bayu.