Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) mengungkapkan bahwa produksi biji kakao di Indonesia terus menurun tajam, seiring dengan berkurangnya luas perkebunan kakao. Penurunan ini perlu segera disikapi oleh pemerintah agar tidak berdampak lebih lanjut terhadap ketahanan industri kakao dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi biji kakao di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 641,7 ribu ton. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 667,3 ribu ton.
Ketua Umum Dekaindo, Soetanto Abdullah mengatakan, penurunan produksi biji kakao perlu segara diatasi dengan program intensifikasi, rehabilitasi maupun peremajaan, secara lebih sistematis dan berkesinambungan.
“Untuk tahap awal ini perlu dilakukan dengan energi penuh, agar dapat memanfaatkan peluang harga biji kakao yang sangat tinggi,” kata Soetanto saat dihubungi Tim Redaksi Majalah Hortus, Jakarta, Jumat (24/1).
Dengan meningkatnya produksi biji kakao di dalam negeri, akan mengurangi impor bahan baku bagi industri, yang selama kurun waktu Januari–Oktober 2024 mencapai 130.000 ton dengan nilai US$ 873 juta.
Soetanto menjelaskan, potensi pasar kakao baik di dalam negeri maupun luar negeri masih sangat besar. Di dalam negeri, hal ini bisa dilihat dari besarnya impor biji kakao untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
Pasar luar negeri juga menunjukkan prospek yang baik, terutama di kawasan Asia, di mana kebutuhan biji kakao sangat besar. Selama ini, industri kakao dan cokelat di Asia masih mendatangkan bahan baku dari Afrika dan Amerika Latin.
“Harapannya, Indonesia dapat memenuhi permintaan ini, mengingat kedekatan geografis yang memungkinkan penghematan biaya transportasi,” ungkap dia.
Oleh karena itu, dia breharap agar petani agar terus semangat merawat kebun kakao mereka, sehingga produksi dapat meningkat dan berkelanjutan. Mengingat harga biji kakao yang sangat baik saat ini, hal ini tentunya dapat menguntungkan para petani.
Lebih lanjut, Soetanto  berharap industri dapat terus membeli biji kakao dari petani dengan harga yang sesuai dengan pasar.
Terakhir, dia juga berharap agar pemerintah memberikan regulasi yang berpihak kepada petani dan industri, serta mengembangkan program pendampingan yang intensif dan berkesinambungan.
“Agar kakao benar-benar dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi petani serta menjadi sumber devisa bagi negara,” pungkas Soetanto.