DMO CPO Naik Jadi 30%, Harga CPO Makin Terkerek

0

Pemerintah menaikkan porsi domestic market obligation (DMO) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari 20% menjadi 30%. Regulasi ini ditetapkan pada Rabu (9/3) dan berlaku mulai Kamis ini (10/3).

Kebijakan ini dilakukan guna mempercepat kestabilan harga minyak goreng di dalam negeri yang saat ini belum menyentuh harga eceran tertinggi (HET).

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan kenaikan DMO 30% ini dikhawatirkan harga CPO di level Internasional akan semakin liar. Saat ini, harga kontrak berjangka CPO telah mencapai RM 7.070 per ton atau naik 28% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

“Ada kontradiksi ya antara klaim pasokan CPO di hulu aman dengan kelangkaan minyak goreng. Artinya ada masalah serius dalam tata kelola minyak goreng ini,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (9/3).

Menurut Bhima, kebijakan DMO CPO yang sudah ada yakni 20% seharusnya mencukupi. Namun, sejauh ini efeknya belum dapat dirasakan ditingkat retail minyak goreng. “Padahal, bisa dicek suplai CPO di produsen berapa, kemudian berapa yang diproses menjadi minyak goreng. Dicocokkan dengan data penjualan minyak goreng seluruh produsen,” kata Bhima.

Bhima mengatakan, perusahaan CPO yang sudah patuh DMO 20% harus segera mencari saluran ke perusahaan minyak goreng tetapi preferensi tentu ke anak usaha yang menjadi prioritas. Akibatnya perusahaan minyak goreng yang tidak memiliki kebun atau tidak terintegrasi maka sulit untuk mencari pasokan CPO.

Industri Minta DMO Sawit 30% Dibatalkan

Pelaku industri sawit di sektor hilir mengusulkan pembatalan Domestic Market Obligation (DMO) 30% bahan baku untuk minyak goreng. Sebab, kebijakan DMO 20% ini telah mencukupi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Kebijakan baru ini juga mengakibatkan imej buruk eksportir sawit di pasar global.

“Kami usulkan DMO 30% untuk dibatalkan. Karena kebijakan ini memojokkan industri sawit bahkan dan berpotensi mengakibatkan ekspor macet” ujar Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Jumat (11 Maret 2022) .

Sahat menyampaikan data kebijakan DMO 20% telah mampu memenuhi kebutuhan minyak goreng setiap bulannya. Jumlah pasokan minyak goreng sepanjang 14 Februari-8 Maret 2022 mencapai 415.780 kiloliter atau setara 415 juta liter. Dari estimasi asosiasi, kebutuhan minyak goreng bagi masyarakat di luar industri setiap bulan rerata 330.311 kiloliter atau 330,31 juta liter.

“Saya pribadi kagum dengan kebijakan Bapak Menteri Perdagangan. Awalnya skeptis kebijakan DMO 20 persen dapat tercapai. Tetapi dalam waktu 22 hari, minyak goreng yang tersalurkan 415.780 kiloliter. Artinya, eksportir sudah melampaui kewajiban 20 persen,” jelasnya.

Menurut Sahat, idealnya pemerintah tetap mempertahankan kebijakan DMO 20% karena sudah melampaui kebutuhan dalam negeri. Seharusnya pemerintah membenahi pengawasan di jalur distribusi minyak goreng.

Menurut Sahat, idealnya pemerintah tetap mempertahankan kebijakan DMO 20% karena sudah melampaui kebutuhan dalam negeri. Seharusnya pemerintah membenahi pengawasan di jalur distribusi minyak goreng. Tujuannya memastikan suplai minyak goreng benar-benar digunakan masyarakat dan usaha kecil.

“Kemendag dapat mengawasi jalur distribusi minyak goreng. Kami khawatir ada yang menahan di lapangan. Pengawasan dapat dilakukan di pabrik minyak goreng maupun industri pengguna seperti pabrik kue, hotel, dan industri besar. Sanksi tegas harus diberikan kepada pelaku tindak kebocoran ini,” ujar Sahat.

Pemerintah sebaiknya juga mengetahui bahwa tidak semua eksportir sawit punya pengalaman maupun kompetensi di bidang minyak goreng. Selain itu, tidak semua perusahaan hilir sawit terintegrasi dari hulu sampai hilir. Jumlah eksportir sawit di Indonesia telah mencapai lebih 115 perusahaan.

Sampai 8 Maret 2022, volume DMO CPO dan olein yang telah terkumpul adalah sebanyak 573.890 ton atau 20,7 persen dari volume Persetujuan Ekspor (PE) produk sawit dan turunannya yang diterbitkan. Volume DMO tersebut terdiri atas 463.886 ton untuk DMO refined, bleached, deodorized (RBD)palm oleindan 110.004 ton untuk DMO CPO.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi menyampaikan, stok minyak goreng sudah melebihi kebutuhan nasional. Hingga 8 Maret 2022, telah ada sebanyak 415.787 ton minyak goreng dari skema Domestic Market Obligation (DMO) yang didistribusikan ke pasar. Volume tersebut setara dengan 72,4 persen dari total DMO yang telah terkumpul sejak 14 Februari 2022.

Sahat juga meminta persetujuan ekspor dapat segera dikeluarkan apabila eksportir telah mematuhi kewajiban DMO.

“Kami tidak ingin ekspor macet karena dampaknya akan meluas ke sektor hulu seperti petani,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Lembaga Riset CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengakui menjelaskan kebijakan DMO bahan baku minyak goreng ini tujuannya baik supaya dapat memenuhi kecukupan pasokan minyak goreng dalam negeri. Tetapi penerapan aturan ini kurang didukung mekanisme kebijakan dan lemahnya pengawasan sehingga aturan ini cenderung tidak efektif dan bahkan merugikan.

“Makanya timbul pertanyaan, DMO cocok atau tidak? Sebab dengan DMO 20 persen telah mencukupi kebutuhan migor. Kalau dinaikkan 30 persen apakah ini tidak akan menjadi masalah,” ungkap Faisal.

Ia meminta sistem pengawasan distribusi minyak goreng harus dibangun dengan baik dikawal dengan ketat dari satu mata rantai ke mata rantai lainnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini