Dukung Sawit Berkelanjutan, SIB dan GAPKI Kembali Gelar Pelatihan Auditor ISPO Ke-2

0

Sebagai upaya mendukung tata kelola sawit yang berkelanjutan, Lembaga Pelatihan PT Sumberdaya Indonesia Berjaya (SIB) bekerjasama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)kembali menyelenggarakan pelatihan auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ke-2. Pelatihan auditor ISPO ini diselenggarakan sacara luring dan daring.

Ketua Dewan Pengarah PT SIB, Achmad Mangga Barani menyatakan, pelatihan auditor ISPO di utamakan ditujukan untuk memperkuat sumber daya manusia dalam rangka mendukung tata kelola sawit yang berkelanjutan.

Menurut Mangga Barani, pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang diundangkan pada tanggal 16 Maret 2020.

“ISPO merupakan standar nasional minyak sawit pertama bagi negara, dan negara lain kini mencoba mempertimbangkan untuk mengimplementasikan standar serupa di antara produsen minyak sawit mereka,” kata Mangga Barani.

Dalam aturan tersebut, usaha perkebunan kelapa sawit wajib dilakukan sertifikasi ISPO. Sertifikasi ISPO tersebut diajukan oleh pelaku usaha yang meliputi perusahaan perkebunan dan atau pekebun. Dan untuk pekebun diberikan waktu selambat-lambatnya 5 tahun.

“Tujuannya sertifikasi ISPO untuk membangun tata kelola perkebunan kelapa sawit, melalui peningkatan kepatuhan pelaku pelaku usaha terhadap peraturan perundangan, dalam pemenuhan prinsip, kiteria dan indikator dari perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan,” kata Mangga Barani dalam sambutan pembukaan pelatihan auditor ISPO, 14/02/2022 secara daring.

Dalam sambutannya Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono menyatakan, pihaknya berkomitmen 100% anggotanya memiliki sertifikat ISPO. Sebab, sustainability atau berkelanjutan pada industri sawit adalah keniscayaan. Mau tidak mau semua industri sawit harus memiliki sertifikat ISPO, sebagai komitmen untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit agar sejalan dengan tuntutan tujuan pembangunan berkelanjutan global.

“Sebagai standar tata kelola sawit berkelanjutan di Indonesia, ISPO memiliki kesamaan tujuan dengan standar tata kelola global lain yaitu menekan deforestasi, mengurangi emisi gas rumah kaca dari perubahan fungsi lahan serta kepatuhan terhadap persyaratan hukum lain seperti perburuhan dan Hak Asasi Manusia (HAM),” katanya.

Menurut Mukti, meski industri sawit telah berupaya keras dalam memperbaiki tata kelola, namun kampanye negatif terhadap sawit terus saja berlangsung. Untuk itu, Mukti berharap para auditor ISPO mampu membuktikan tuduhan-tuduhan negatif yang ditujukan pada insdutri sawit tidak benar.
“Auditor ISPO sebagai ujung tombak dalam pengelolaan industri sawit yang berkelanjutan. Kami berharap para auditor ISPO mampu membuktikan tuduhan-tuduhan negatif yang ditujukan pada insdutri sawit tidak benar,” kata Mukti.

Kampanye-kampanye negatif bisa dilawan dengan data dan fakta. Jika data pengelolaan industri sawit dilapangan sudah sesuai dengan standar-standar sustainable global, maka dengan sendirinya tuduhan-tuduhan negatif tersebut akan terbantahkan.

Apalagi, lanjut Mukti, indutri sawit merupakan industri nasional yang berperan besar dalam mendukung neraca perdagangan, menghasilkan devisa yang sangat besar, menciptakan lapangan kerja dan mendorong munculnya sentra-sentra perekonomian baru di daerah.

Data GAPKI menunjukkan, ekspor produk sawit dan turunannya mencapai 34 juta ton dengan menghasilkan devisa lebih dari US$ 35 Miliar.

“Meski secara volume turun, tetapi nilainya meningkat drastis mencapai lebih dari US$ 35 Miliar,” jelas Mukti.

Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian dalam sambutannya mewakili Dirjen perkebunan mengatakan, tujuan diadakannya sertifikasi ISPO yaitu untuk memastikan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit sesuai prinsip ISPO. Selain itu juga untuk meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional.

“Sertifikasi ISPO bertujuan meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional serta memastikan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit sesuai prinsip ISPO,” kata Dedi.

Menurut Dedi, cikal bakal kebijakan sertifikasi ISPO pertama kali melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Regulasi tersebut kemudian diperbarui melalui Permentan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan terakhir yaitu Permentan Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Menurut Dedi, regulasi terkait ISPO semakin baik dengan melibatkan seluruh pelaku usaha di industri kelapa sawit wajib memiliki sertifikat hingga penilaian dari lembaga sertifikasi independen yang telah terakreditasi internasional untuk meningkatkan kepercayaan global terhadap sawit Indonesia yang berkelanjutan.

Program sertifikasi ISPO sudah memasuki tahun ke-11 sejak diluncurkan secara resmi pada 2011. Regulasi berbagai prinsip dan kriteria dalam ISPO pun terus disempurnakan seiring dengan perkembangan dan tutuntan pasar intrnasional.

“Penyempurnaa regulasi ini mengikuti perkembangan dan tuntutan pasar yang ada. Apalagi, sekitar 70 persen lebih produk sawit diekspor ke pasar global. Sehingga peran ISPO pun terus diperkuat dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan dan tantangan yang ada.,” ujar Dedi.

Regulasi tersebut kemudian diperbarui melalui Permentan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Kemudian diperkuat dengan Permentan Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Peraturan mengenai ISPO selanjutnya ditingkatkan lagi, setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres Nomor 44 Tahun 2020.

Penerbitan Perpres dilakukan atas dasar beberapa pertimbangan. Pertama, perkebunan kelapa sawit Indonesia menyerap tenaga kerja cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara. Sehingga diperlukan sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif, efisien, adil dan berkelanjutan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Pertimbang lainnya, karena peraturan perundang-undangan mengatur Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia sudah tidak sesuai. Baik dalam perkembangan internasional, maupun kebutuhan hukum. Oleh karenanya, perlu diganti dan diatur kembali dalam Perpres.

Perpres Nomor 44 Tahun 2020 dan Permentan Nomor 38 Tahun 2020 berjalan berdampingan. Kedua aturan tersebut menjadi kewajiban bagi perusahaan dan perkebunan kelapa sawit. Terutama dalam memperhatikan berbagai aspek lingkungan hidup dan sosial untuk memastikan keberlanjutan. Sekaligus menjawab stigma negatif terhadap kelapa sawit dalam negeri.

Heri Moerdiyono, Direktur Operasional PT SIB mengatakan, pelatihan auditor ISPO angkatan ke II ini diikuti 34 peserta dari berbagai perusahaan anggota GAPKI dan masyarakat umum.

Pelatihan auditor ISPO akan dilaksanakan secara luring dan daring. Untuk pelatihan dan pembekalan materi dilaksanakan secara daring pada tanggal 14-16 Februari 2022. Sementara untuk praktek lapangan akan dilaksanakan secara luring di Kebun PT. Forestalestari Dwikarya Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung.

“Pelatihan auditor ISPO angkatan kedua ini diikuti oleh 34 peserta yang berasal dari berbagai perusahaan swasta, kampus dan masyarakat umum. Pelatihan kali menerapkan konsep materi pelatihan berbasis pada kebutuhan penerapan di lapangan, isu yang sedang hangat terkait ISPO serta diskusi kendala dihadapi oleh peserta dan solusi pengembangan usaha kelapa sawit berkelanjutan,” kata Heri.

Heri menambahkan, materi yang diberikan pada pelatihan auditor diantaranya adalah, Kebijakan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan terkait dengan UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, UU Cipta Kerja, Perpres 44 Tahun 2020 dan Permentan No.38 Tahun 2020 yang disampaikan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP), Ditjenbun.

Pada sesi berikutnya materi yang diberikan mengenai Penilaian Usaha Perkebunan (Permentan 07 Tahun 2009) sebagai Prasyarat Sertifikasi ISPO dan Perizinan Perkebunan; Perolehan Hak atas Tanah untuk Perkebunan Kelapa Sawit / Hak Guna Usaha (HGU); Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Perkebunan Kelapa Sawit, dan Penyelesaian Pelepasan Hutan untuk Lahan Sawit Aplikasi GAP dan GMP di Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit.

Kemudian materi pada hari ketiga meliputi, Sistem Management Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK.3); Kesejahteraan dan Kemampuan Pekerja/Buruh, termasuk Pengupahan; Izin Lingkungan dan Penanganan, Limbah di Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan SPPL, Sistem Sertifikasi ISPO; Penetapan Harga TBS dan Prinsip dan Kriteria Sertifikasi ISPO.

“Kita berharap dengan adanya pelatihan ini dapat tercipta SDM yang terampil dan tangguh untuk mendukung percepatan ISPO,” jelas Heri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini