HASI 2025, Ganoderma Ancaman bagi Produktivitas Sawit

0

Ganoderma menjadi musuh bersama bagi masyarakat perkelapa sawitan Indonesia. Untuk itu, perlu gerakan yang komprehensif dilakukan oleh stakeholders sawit. Bahkan kerugiannya diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

Hal tersebut disampaikan , Indra Syahputra Head R & D PT Socfin Indonesia dalam gelaran acara ‘HASI 2025, Mekanisasi, Digitalisasi, Teknologi Industri Sawit di Indonesia dan Malaysia’ di Jakarta 7-8 Mei 2025.

Menurut Indra, saat ini kampanye bahaya Ganoderma masih minim, pemerintah dan stakeholders sawit harus sama-sama mengampanyekan bahaya Ganorderma. Dan salah satu cara untuk mengatasinya dengan menggunakan  benih atau  material tahan Ganoderma, yang mampu menekan serangan jamur Ganoderma yang menyebabkan busuk pangkal batang.

“Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia menghadapi ancaman penyakit pangkal busuk yang disebabkan karena serangan jamur Ganoderma boninense Pat. Serangan jamur ini menjadi lebih lazim pada generasi/siklus ke-2. Dan, dampaknya populasi pohon kelapa sawit menurun, bisa mencapai 60%-80% pohon hilang di usia 15 tahun. Sehingga berpengaruh pada produktivitas yang rendah dan akhirnya kebun menjadi tidak layak secara ekonomis,” kata Indra, 8/5/2025.

Menurut Indra, mengingat, besarnya dampak ekonomi dari serangan Ganoderma. Penanaman material tahan Ganoderma memegang peranan kunci untui menanggulangi permasalahan saat ini. Namun, saat ini masih terkendala, yakni;  Harga yang dirasa masih mashal dan produksi yang masih terbatas.

“Selain itu, perlunya teknologi dan metode untuk mempercepat seleksi ketahanan Ganoderma. Dan terus melakukan pengujian terhadap  material plasma nutfah yang ada dan disertai pencarian sumber genetik baru material tahan,” katanya.

Dengan melakukan hal tersebut, lanjut Indra, diharapkan mendapatkan metode seleksi yang robust dan reliable dan dapat dipergunakan semua. Mempermudah dan mempercepat seleksi ketahanan Ganoderma di nursery.

“Selain itu, untuk mendapatkan informasi ketahanan Ganoderma dari berbagai material komersial di Indonesia dan plasma nutfah/wild dan informasi genetik dari berbagai material komersial di Indonesia dan plasma nutfah/wild. Dan juga  mendapatkan marka ketahanan terhadap Ganoderma yang universal,” katanya.

Mengapa untuk penanaman kelapa sawit pada generasi/siklus ke-2 disarankan menggunakan material yang toleran terhadap Ganoderma? Ini bukan tanpa alasan.

“Disamping populasi inoculum Ganoderma yang sudah semakin banyak, kualitas tanah kebun pada generasi/siklus ke-2 dapat dipastikan tidak sebaik pada tanam awal, yang rawan terhadap serangan penyakit tular tanah seperti Ganoderma,” jelasnya.

Sementara itu, Lambok Siahaan Head R&D PT Padasa Enam Utama Indonesia mengatakan, penggunaan janjang kosong (jankos) segar sebagai pupuk disarankan untuk terlebih dahulu dikomposkan dan aplikasinya dalam bentuk kompos. Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit melalui proses fermentasi dengan menggunakan aktivator organitri dapat menjadi solusi dalam penyediaan pupuk ramah lingkungan.

Meski demikian, aplikasi pupuk kimia secara terus menerus, aplikasi janjang kosong (jankos) segar ke areal tanaman, pengendalian gulma blanket, penggembalaan sapi di areal kelapa sawit diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya pangkal busuk batang yang disebabkan Ganoderma.

“Penggunaan kompos dan limbah cair pabrik berfungsi ganda yaitu sebagai pupuk organik, pembenah tanah sekaligus mengendalikan dan menekan serangan Ganoderma. Kombinasi pupuk organik kompos janjang kosong dan pupuk organik cair limbah pabrik kelapa sawit dengan pupuk semi organik dapat menjadi solusi kebutuhan pupuk yang mendukung penyehatan tanah guna mencegah dan mengendalikan busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma,” kata Lambok.

Rais Andersen dari PT Pascal Biotech Indonesia menambahkan, mikroba yang sering digunakan agen pengendali hayati banyak berperan dalam ekosistem.

Adalah Trichoderma (jamur saprofit) dekomposisi bahan organik dan daur ulang nutrisi dan Mikoriza (jamur obligat simbiosis) meningkatkan pengambilan nutrisi oleh tanaman lewat hubungan simbiosis. Kemudian, Streptomyces (bakteri filamen) memproduksi antibiotik dan mendekomposisi bahan organik dalam tanah; Hendersonia (jamur endoptik) meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman dan pathogen

“Selanjutnya, Bacillus (bakteri sporulating) bertahan pada situasi sangat tidak ideal dengan membentuk spora tahan dan Pseudomonas/Bukholderia (bakteri non spora) meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan peningkatan ketersediaan nutisi,” katanya.

Menurut Rais, pengendali hayati berperan dalam menekan ganoderma dengan cara kompetisi ruang, mikroba menempati niche (ruang kecil yang tersedia) sehingga akses patogen terbatas dapat menghambat pertumbuhan pathogen.

“Sebab, diam dalam akar meningkatkan ketahanan tanaman dengan enzim membongkar dinding sel sehingga mengurangi keberadaan pathogen. Sehingga menghasilkan kompon yang menghambat pertumbuhan jamur; meningkatkan absorsi nutrisi sehingga ketahanan tanaman meningkat,” kata Rais.

Selain mampu menekan penyakit yang paling tinggi, lanjutnya, Streptomyces dengan memproduksi antibiotik berspektrum lebar dan enzim dapat meningkatkan ketahanan (level 5) kemudian Bacillus memproduksi kompon anti jamur (level 4) dan Hendersonia berkompetisi dalam jaringan tanaman dengan aktifitas anti jamur (level 4)

“Kemudian Trichoderma berkompetisi dengan jamur menggunakan enzim (level 3); Mikoriza meningkatkan serapan nutrisi untuk meningkatkan ketahanan tanaman (level 2); Pseudomonas mengkolonisasi akar dan mendukung penyatuan dengan tanaman,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini