Kolom
Sumarjono Saragih, Ketua GAPKI Bidang Ketenagakerjaan
PEMERINTAH memutuskan melarang ekspor CPO dan produk turunannya. Pelarangan yang diterapkan mulai Kamis 28 April 2022 itu sudah menimbulkan dampak yang makin kompleks. Kabijakan itu terus digugat karena desktruktif.
Namun pekerjaan lain tidak boleh dilupakan, karena hal sebaliknya bisa juga terjadi. Bisa muncul negara melarang atau menolak impor sawit. Mungkin tidak sekarang, tetapi sudah mulai berkembang tudingan yang nantinya bisa jadi alasan menolak. Negara itu adalah Kanada.
Kanada memang jarang disebut dalam pasar sawit. Impor sawit mereka relatif kecil, jauh di bawah India, China, Uni Eropa, dan Pakistan. Bahkan Malaysia jadi pemasok nomor satu (66 juta USD tahun 2014). Indonesia kebagian jatah impor hanya 13.9 juta USD (2014). Bandingkan dengan total ekspor sawit Indonesia 35 miliar USD (2021).
Potensi pasar Kanada tidaklah kecil. Negara barat dan maju dengan penduduk 35 juta lebih. Komposisi entnik penduduk juga menarik: Canadian (32.2%), Inggris (19.8%), Perancis (15.5%), Skotlandia (14.4%), Irlandia (13.8%), Jerman (9.8%), Italia (4.5%), China (4.5%), Indian Amerika Utara (4.2%) dan lainnya (50.9%). Separuh penduduknya adalah non Eropa yang relatif “ramah” dengan sawit. Jadi tidak ada alasan mengabaikannya.
“Kanada itu seperti macan tidur, jangan tunggu dia bangun. Isu negatif tentang sawit sudah mulai muncul. Isu orangutan dan perempuan di sawit banyak disoal,” demikian lebih kurang disampaikan Leonard F Hutabarat, “Halak hita” bergelar Doktor yang jadi Konsul Jenderal di Toronto, Kanada.
Komoditi sawit memang dicinta dan dibenci sekaligus.
Sebelum perang Ukraina dan Rusia, sawit ditolak di Eropa karena dianggap tidak berkelanjutan. Perang yang berkecamuk di Ukraina memaksa Eropa berkompromi. Sawit akhirnya dibolehkan mengganti minyak nabati lain yang langka akibat perang. Namun cerita bisa beda bila perang usai dan pasokan lancar.
Oleh karena itu harus ada langkah nyata untuk Kanada. Saya mulai melalui diplomasi buku “Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Kelapa Sawit”. Buku yang kami publikasikan tahun 2021 dan sangat relevan dengan isu yang lagi hangat dibincangkan publik Kanada. Diterima oleh diplomat senior yang paham Kanada dan sangat bersemangat meng-advokasi sawit.