Hari Pahlawan Nasional: Jaksa Agung dan Kesejahteraan Petani Sawit

0

Perjalanan perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia telah banyak menorehkan hasil dan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Hal ini masuk akal, karena dari 16,38 juta hektar perkebunan kelapa sawit di Indonesia, 42% nya (6,87 juta ha) dikelola oleh petani sawit.

Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), yang membawahi 22 Provinsi Sawit, Dr. Gulat ME Manurung, MP., C.APO, C.APO, mengungkapkan, saat ini petani sawit sudah masuk ke generasi kedua, namun seiring itu pula terungkap ketidakadilan yang diterima oleh petani sawit, terkhusus dalam keadilan harga TBS (Tandan Buah Sawit).

“Semua biaya proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS dibebankan ke harga TBS Petani sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018,” kata Gulat, di Jakarta Kamis (10/11).

Menurut Gulat, saat ini poin yang menghangat kembali adalah potongan timbangan TBS di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang sudah tidak aneh lagi mencapai 15% dan potongan BOTL (Biaya Operasional Tidak Langsung) yang besarannya dipatok maksimum 2,63% sebagaimana diatur dalam Permentan tadi.

“Apa itu BOTL? Yaitu potongan harga TBS Petani sebelum diumumkan ke masyarakat umum saat rapat penetapan harga ditiap-tiap Disbun Provinsi penghasil sawit,” jelas Gulat.

Menurut Permentan 01/2018, lanjutnya, potongan BOTL ini dipergunakan untuk cost of money sebesar 1,33% (bunga dan biaya bank, asuransi keamanan pengiriman uang), penyusutan timbangan CPO/PK dalam transportasi 0,30% dan Over head kebun plasma (kegiatan penetapan harga TBS, Pembinaan Pekebun dan pembinaan kelembagaan pekebun) 1,0%, sehingga totalnya maksimum 2,63%. Selain BOTL dikenal juga BOL (Biaya Operasional Langsung), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh PKS dalam proses pengolahan TBS menjadi menyak sawit (CPO).

“Kami sangat bersyukur, teriakan di media-media dari petani sawit di Riau, langsung di respon oleh Bapak Jaksa Agung dan ditindaklanjuti oleh Pihak Kejaksaan Tinggi Riau, meskipun teriakan yang sama juga ada di provinsi lain.Kajian dan konfirmasi keterangan keberbagai pihak sudah dilaksanakan oleh pihak Kejati Riau sejak bulan September lalu, termasuk ke Petani sawit, korporasi dan Dinas Perkebunan Provinsi Riau tentunya, ujar Gulat.

Konfirmasi (meminta keterangan) ini sudah berlangsung hampir tiga bulan dan masing-masing pihak sudah memberikan keterangannya sesuai dengan apa yang diketahui, didengar dan dirasakan.

Hasilnya biarlah pihak kejaksaan Riau yang menyimpulkan, “namun yang pasti tujuan dari semua pihak dalam keterangan kepada pihak Kejati Riau adalah menuju perbaikan, bagaimana supaya petani sawit mendapatkan keadilan dalam harga TBS, sehingga baik korporasi sawit maupun petani sawit sama-sama menerima porsinya (margin) sesuai dengan haknya masing-masing”, ujar Gulat.

Hasil kajian dari Kejati Riau tentang perjalanan BOTL ini sudah mulai dirasakan petani sawit terkhusus di Riau, dimana Tim Penetapan Harga TBS Riau dalam perhitungan biaya BOL dan BOTL setiap hari Senin dan Selasa tiap minggunya sudah lebih rasional dan transparan. Sebelumnya sulit sekali perwakilan petani sawit saat rapat penetapan harga mendapatkan data-data yang menjadi rujukan penetapan harga TBS petani. Padahal Permentan mengamanahkan transparan baik invoice penjualan CPO, dasar pengeluaran BOL dan dasar pemotongan BOTL serta pertanggungjawabannya semua diatur prosedurnya.

Gulat juga menyampaikan bahwa perihal Permentan 01/2018, kaitannya dengan BOTL dan BOL, DPP APKASINDO sudah rapat kordinasi dengan DPP GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), disela-sela acara IPOC Bali (4/11).

“Komunikasi kami petani sawit dengan GAPKI cukup bagus dan pihak GAPKI Pusat selalu mendengar serta menindaklanjuti keluhan kami Petani ke Anggota GAPKI Cabang Provinsi, hanya permasalahannya tidak semua korporasi sawit anggota GAPKI”, lanjut Gulat.

Menurut Gulat, keterbukaan dalam rapat Tim Penetapan harga TBS di Riau saat ini, murni karena campur tangan dari Kejati Riau melalui pengkajian tatacara penetapan BOL dan BOTL.

Harga TBS Petani di Riau pada satu bulan terakhir sudah berangsur naik seiring semakin transparannya tatacara perhitungan penetapan harga TBS. Karena memang pada prinsipnya baik BOL maupun BOTL adalah sama-sama beban terhadap harga TBS Petani. Artinya, “semakin kecil BOL dan BOTL, maka semakin terdongkrak harga TBS Petani”.

Indikator ini dapat dilihat dengan naiknya harga TBS Petani di Riau sejak masalah BOL dan BOTL ini dikaji oleh Kejati Riau. Jadi kenaikan harga TBS Riau turut disumbang dengan semakin tertibnya administrasi tatacara penetapan harga TBS di Dinas Perkebunan Riau. Lihat saja harga CPO dibulan Oktober lalu, dimana kenaikannya cenderung stabil, tapi harga TBS Penetapan Disbun Riau cenderung bergerak naik. Naiknya harga TBS ini langsung berdampak kepada naiknya NTP (nilai tukar petani) bulan Oktober menjadi 143,86 di Riau, dari bulan sebelumnya (Sept) 139,27.

Gulat menilai, fenomena dikajinya penetapan harga TBS di Disbun Riau, telah menjadi yurisprudensi bagi 21 Provinsi sawit lainnya di Indonesia karena telah membuka mata semua pihak bahwa ada beberapa poin dalam BOL dan BOTL tersebut yang bisa dihemat untuk mendongkrak harga TBS Petani.

“Kasihan kami petani sawit, karena disaat harga pupuk sudah naik sampai 300% dan apalagi Kementerian Pertanian sudah tidak mengalokasikan lagi pupuk subsidi untuk petani sawit “tentu pengehematan dan pengefisienan BOL dan BOTL akan sangat berarti bagi kami petani sawit, sekalipun itu hanya dapat mendongkrak Rp50-150/kg TBS,” kata Gulat.

Namun jika dihitung sejak awal Oktober sampai tanggal 9 Nopember,  harga TBS Petani sawit di Riau sudah terdongkrak rerata Rp350-450/kg TBS untuk semua kelompok umur tanaman sawit.

“Untuk itu, kami petani sawit Indonesia menaruh rasa hormat dan bangga kepada Bapak Jaksa Agung Prof. Dr. H. ST. Burhanuddin, SH.,MM, yang sudah memerintahkan Kajati Riau untuk langsung mengkaji keluhan Petani sawit tentang tatacara penetapan harga TBS di Disbun dan Pembelian TBS Petani oleh semua Pabrik Kelapa Sawit.

Atas perhatian dari Pak Kajati kepada Petani Sawit terkhusus di Riau sangat sesuai dengan tagline dari Hari Pahlawan Nasional  2022, yaitu #Pahlawanku, Teladanku.

Semoga apa yang sudah dilakukan oleh Pak Kajati Riau, dapat menjadi inspirasi Kajati-Kajati lainnya, sehingga kesejahteraan ekonomi petani sawit dapat semakin terwujud sebagaimana keinginan Presiden Jokowi terhadap 17 juta Petani sawit dan Pekerja sawit saat pidato Pencabutan Larangan Ekspor CPO dan Turunannya (19 Mei 2022),” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini