Jumlah Pekerja di Sektor Sawit Mengalahkan Populasi Belanda

0
Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), Dubes Yuri O. Thamrin pada acara Bedah Buku & Diskusi "Kelapa Sawit dalam Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan Sains, Ekonomi, dan Lingkungan" diselenggarakan oleh Penerbit Buku Kompas dan IPOSS di Ruang Auditorium Sukadji Ranuwihardjo, Magister Manajemen UGM Yogyakarta, Kamis, 26 September 2024

Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), Dubes Yuri O. Thamrin, menjelaskan bahwa di seluruh rantai industri kelapa sawit, dari hulu hingga hilir, terdapat sekitar 18 juta pekerja, terutama petani.

Dalam acara “Bedah Buku dan Diskusi Kelapa Sawit dalam Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan Sains, Ekonomi, dan Lingkungan”, Yuri menyebut, angka ini lebih besar dari jumlah penduduk Belanda, yang pada tahun 2002 hanya sekitar 17 juta jiwa.

“Tahun 2002 penduduk Belanda hanya 17 juta sekian. So, those people who are related to the palm oil industry are 18 million more than the population of the Netherlands,” kata Yuri saat menyampaikan keynote speech-nya.

Angka ini, lanjut mantan diplomat senior yang telah memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun mewakili Indonesia baik dalam diplomasi bilateral maupun multilateral, setara dengan dua kali lipat jumlah penduduk Swiss, yang hanya sekitar 8,7 juta jiwa.

“Delapan belas juta itu setara dengan dua kali penduduk Swiss. Penduduk Swiss itu hanya 8,7 juta,” kata Yuri .

Begitu strategisnya komoditas sawit, sehingga Yuri meminta kepada pemerintah serta masyarakat Indonesia untuk senantiasa menjaga keberlangsungan kelapa sawit dan ekosistemnya.

“Kalau Indonesia mau keluar dari jebakan pendapatan menengah, kita harus menjaga komoditas pertanian kita. Gak ada jalan lain. Kita lihat dulu gula, gula itu berjaya. Tapi sekarang tinggal kenangan,” kata Yuri.

Bahkan, Yuri menyebutkan bahwa berdasarkan data dari U.S. Department of Agriculture, Indonesia adalah salah satu negara pengimpor terbesar di dunia dengan total impor mencapai 5,8 juta ton.

 “Jadi dari negara yang jaya gula, sekarang kita impor. Teh dulu juga luar biasa, sekarang harganya cuma 2 Dolar AS per kilogram. Karet dulu juga luar biasa, tahun 50-an,” kata dia.

Yuri berkisah saat dirinya menjadi dubes Inggris, Indonesia mampu membeli wisma besar dari hasil penjualan karet.

“Saya tinggal di Hampstead. Kita punya wisma besar sekali. Ternyata wisma Indonesia yang besar itu dibeli dari karet. Jadi, setelah saya ke wisma itu yang saya ingat karet. Dan saya ingat teman saya, Duta Besar Filipina, yang harus menyewa residence di Hampstead harganya mahal sekali, dan itu pun cuma separoh wisma kita,” kenang dia.

Yuri menjelaskan, Indonesia beruntung pada saat booming karet, di mana negara dapat membeli berbagai aset yang harganya semakin meningkat. “Nah sekarang, jangan sampai sawit kita ini tinggal ke tangan. Kita harus merawat sawit-sawit kita,” kata Yuri.

Kampanye Hitam

Yuri juga menyinggung berbagai kampanye hitam yang berupaya memojokkan citra sawit Indonesia, serta menyebarkan informasi negatif tentang industri ini. Upaya tersebut sudah berlangsung sejak lama, bersifat sistematis, dan masif.

“Di mana kita diserang? Kita diserang untuk isu lingkungan hidup, seperti deforestasi dan biodiversitas, serta isu kesehatan dan hak asasi manusia, seperti eksploitasi anak. These are all issues that have been used to attack us,” ujar Yuri.

Yuri menyebutkan, ada fenomena yang disebut moving the goalpost, atau memindahkan tiang gawang. Dia menjelaskan bahwa jika seseorang bermain bola dan gawangnya dipindah-pindah, maka akan sulit untuk mencetak gol.

“Begitu satu isu di-address, dipindah isu lain. Yang mau saya bilang di sini bahwa nggak mudah untuk meng-handle apa namanya black campaign ini,” kata Yuri. 

Lebih lanjut, Yuri menjelaskan bahwa alasan di balik black campaign ini adalah persaingan dagang. Ia menekankan bahwa teknik ini digunakan karena sawit lebih unggul, efisien, dan produktif dibandingkan dengan produk lain.

“We are talking about kelapa, kita ngomong tentang soybean, kita ngomong tentang bunga matahari. Sawit ini jauh lebih unggul. Di mana unggulnya? Ya, lebih efisien, lebih produktif. Satu hektare kebun sahabat bisa menghasilkan 4 ton. Sementara kalau minyak nabati lain paling 900 kilogram,” pungkas Yuri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini