Kejar B50, Mentan Amran Benahi Regulasi Hambat PSR

0
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menggunakan mobil yang menggunakan bahan bakar B50 di sela soft launching B50 di Pabrik Biodiesel PT. Jhonlin Agro Raya, Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Minggu, 18 Agustus 2024. Foto: Humas Kementan

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengungkapkan rencana untuk membenahi regulasi yang menghambat percepatan peremajaan sawit Rakyat (PSR).

Ditemui di acara ulang tahun Sinar Tani ke-54, Mentan Amran menekankan pentingnya percepatan PSR, terutama karena pemerintah akan terus meningkatkan bauran CPO dalam program mandatori biodiesel.

“Insyaallah pasti ada strategi dan kami sudah melakukan soft launching B50. Pada Januari mendatang, kami menargetkan implementasi B40,” ujar Menteri Amran kepada Majalah Hortus, Jakarta, Kamis (29/8).

Mentan Amran menambahkan bahwa perbaikan regulasi akan dilakukan untuk mendukung percepatan program peremajaan sawit dan mencapai target yang telah ditetapkan.

“Intinya nanti kita akan perbaiki semua regulasinya,” tegas Menteri kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini.

Data dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) menunjukkan hingga Juli 2024, realisasi program PSR baru mencapai 18.484 hektare dengan dana tersalur sebesar Rp544 miliar untuk 22 provinsi, jauh dari target tahun ini sebesar 120 ribu hektare.

Anggota Dewan Pengawas BPDPKS, Joko Supriyono menyatakan bahwa campur tangan yang banyak dalam Program PSR merupakan salah satu alasan mengapa program tersebut berjalan lambat.

“Ini urusannya banyak kementerian. Jadi, hambatannya itu di banyak kementerian. Jadi perlu diperbaiki regulasi, prosedur. Jadi itu kenapa PSR lambat, karena kita masih terus perbaiki prosedur regulasi,” jelas dia.

Senada, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai regulasi yang ada saat ini untuk program PSR belum sepenuhnya mendukung.

“Jadi itu bukan salah PBDPKS. Sekarang ini kementerian dan lembaga yang terlibat dalam sawit itu ada lebih dari 30. Kalau tidak salah sekarang 37. Jadi, kebijakan ini justru saling tumpang tindih yang terjadi,” terang dia.

Menurut Eddy, perbaikan regulasi menjadi penting karena Indonesia merupakan produsen dan konsumen kelapa sawit terbesar di dunia.

Eddy mengingatkan bahwa jika perbaikan dalam Program PSR tidak segera dilakukan, industri kelapa sawit dalam negeri mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan domestik.

Dia mengungkapkan kekhawatiran bahwa Indonesia bisa mengalami situasi serupa dengan sejarah sebagai eksportir terbesar kedua dunia gula yang kini menjadi importir besar.

“Kita sekarang konsumen minyak sawit terbesar di dunia walaupun kita juga produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kalau ini tidak segera dibenahi, bisa terjadi sejarah akan berulang,” ujar Eddy.

Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi penurunan produktivitas CPO di Indonesia. Produktivitas CPO tercatat sebesar 3,26 metrik ton per hektare per tahun pada 2019, namun menurun menjadi 2,87 metrik ton per hektare per tahun pada 2023.

Sementara itu, produktivitas CPO dari perkebunan sawit rakyat lebih rendah lagi, yaitu 2,58 metrik ton per hektare per tahun pada 2023.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini