LSP PHI Gelar Uji Kompetensi Perdana untuk Auditor ISPO

0

Kehadiran Sistem Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) diharapkan dapat meningkatkan keberterimaan sertifikasi ISPO di pasar internasional. Untuk sertifikasi dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang legitimate memiliki kompetensi dalam melakukan audit.

Hal tersebut disampaikan Dr Prayudi Syamsuri Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP) saat membuka acara Sosialisasi dan Pembekalan Uji Kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Perkebunan dan Hortikultura Indonesia (LSP-PHI) di Jakarta, Kamis, 2/2/2023.

Menurut Prayudi, perbaikan tata kelola pembangunan kelapa sawit berkelanjutan terus ditingkatkan dan diperkuat dengan terbitnya Perpres nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi ISPO, dan ditindaklanjuti dengan terbitnya Permentan No 38 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).

“Salah satu tujuan penerbitan Permentan No 38 tahun 2020 adalah meningkatkan keberterimaan sertifikasi ISPO di pasar internasional. Untuk itu Prinsip & Kriteria dalam Permentan “New ISPO” ini kita kaitkan juga dengan pencapaian United Nation (UN) Sustainable Development Goals (SDG’s) yang diratifikasi oleh 165 negara anggota PBB,” kata Prayudi.

Dia menjelaskan, ada 12 indikator dari 17 indikator UN SDG’s yang menjadi kontribusi Prinsip, Kriteria dan Indikator Permentan “New ISPO”. Dengan tujuan meningkatkan keberterimaan Sertifikasi ISPO di pasar internasional.

“Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan negosiasi melalui diplomasi dengan Pemerintah Jepang (METI) agar sertifikasi “New ISPO” diakui/direkognisi sustainability standard yang ditetapkan METI Jepang,” tambahnya.

Prayudi menambahkan, ada kabar yang cukup menggembirakan dari Swiss (anggota EFTA) adalah hasil referendum yang memenangkan kubu pro sawit. Tugas berikutnya adalah pemerintah melalui jalur diplomasi mendorong secepatnya agar Swiss menerbitkan ordonance (regulasi) yang merekognisi Sertifikasi Sawit melalui Permentan No. 38/ 2020.

Prayudi menambahkan, beberapa hal substansial yang membedakan sistem sertifikasi “New ISPO melalui Permentan nomor 38 th 2020 dengan Permentan No. 11 tahun 2018 adalah Lembaga Sertifikasi (LS) ISPO diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan mengadopsi SNI ISOIEC 17065.2012, penerbitan sertifikasi ISPO sepenuhnya dilakukan LS ISPO, penambahan prinsip transparansi ketertelusuran rantai pasok, penggunaan logo ISPO, wajib bagi pekebun, yang pemberlakuannya 5 tahun sejak diundangkan, dibentuknya Dewan Pengarah ISPO dengan Ketua Menko Perekonomian serta Komite ISPO dengan Ketua Menteri Pertanian.

“Komite Akreditasi Nasional telah memberikan Keputusan Akreditas 15 LS ISPO berdasarkan surat Sekretaris Jenderal KAN nomor 088/3 a2/LIS/02/2021 tanggal 15 Februari 2021. Sehingga 15 LS ISPO tersebut telah dicatat dan terdaftar di Komite ISPO, dan sudah sah melakukan audit sertifikasi ISPO mengacu Permentan No 38 Tahun 2020,” kata Prayudi.

Sementara itu Direktur Akreditasi Laboratorium BSN, Fajarina Budiantari mengatakan, sampai saat ini KAN telah mengoperasikan lebih dari 30 skema akreditasi. KAN telah mendapatkan pengakuan dalam forum kerjasama internasional antar badan akreditasi, yaitu International Accreditation Forum (IAF), International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC) dan Asia Pacific Accreditation Cooperation (APAC).

Menurut Fajarina, fokus kerjasama yang dilakukan oleh organisasi-organisasi tersebut adalah perjanjian saling pengakuan atas hasil-hasil sertifikasi, pengujian, inspeksi, dll yang disebut sebagai Multilateral Recognition Agreements (MLA’s) atau Mutual Recognition Arrangements (MRA’s).

“Dengan penandatangan MLA atau MRA tersebut, anggota badan akreditasi akan saling mengakui satu sama lain atas sertifikat dan laporan yang diterbitkan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang terakreditasi,” katanya.

Keuntungan saling pengakuan, jelas Fajarina, adalah mengurangi potensi dilakukannya re-sertifikasi atau pemeriksaan ulang terhadap barang dan jasa ketika berpindah dari satu negara ke negara lain.

Hingga saat ini, lanjut Fajarina, KAN telah mengakui 15 LS ISPO dan 6 LS ISP dalam proses pengakuan kepada lembaga penyelenggara sertifikat Sertifikasi ISPO.

Fajarina menambahkan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

“Maka penerbitan sertifikat ISPO akan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi ISPO yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN),” tambahnya.

Sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2014, akreditasi merupakan rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh Komite Akreditasi Nasional. Dengan memperoleh akreditasi, berarti suatu lembaga memiliki kompetensi serta berhak melaksanakan penilaian kesesuaian.

Fajarina menegaskan, kunci keberhasilan sertifikasi adalah kompetensi SDM atau auditor yang melakukan audit sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Sehingga jika auditornya tidak memiliki standar yang jelas hasilnya akan ngalor ngidul. Karena auditor adalah garda terdepamn dalam melakukan sertifikasi,” tegasnya.

Ketua Umum Asosiasi Lembaga Sertifikasi Indonesia (ALSI) Nyoman Susila mengatakan, hingga saat ini ALSI beranggotakan 70 LPK (lembaga Penilaian Kesesuaian) yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Dimana bidang dari anggota ALSI terdiri dari berbagai lingkup sertifikasi seperti; Lembaga Penilai Kesesuaian Manajemen Mutu, Lembaga Penilai Kesesuaian Manajemen Produk, Lembaga Inspeksi dan Laboratorium, Lembaga Usaha Pariwisata, Lembaga Sertifikasi Profesi, Litbang dan juga ISPO.

“ALSI didirikan dengan tujuan untuk mengkoordinir dan membina serta mengembangkan LPK untuk meningkatkan daya saing usaha sertifikasi di Indonesia dan menjadi media komunikasi antar anggota untuk membahas problema yang berkaitan dengan LPK , serta menjadi mitra bagi pihak Regulator dan Pemerintah,” kata Nyoman.

Menurut Nyoman, ALSI telah menyelesaikan beberapa program seperti peningkatan kompetensi para auditor anggota ALSI melalui pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan kinerja dan bisnis anggota ALSI, SNI award, rapat-rapat oleh BSN, program dengan Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Pertanian, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perindustrian dan Kementrian Perdagangan dan program program lainnya.

“Disamping itu, ALSI juga melakukan kerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional untuk penguatan standardisasi,” katanya.

Lembaga Sertifikasi Profesi Perkebunan dan Hortikultura Indonesia (LSP-PHI) Darmansyah Basyarudin menjelaskan, dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.237 Tahun 2019 tentang SKKNI Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Keputusan Menteri Pertanian No. 410 Tahun 2020 tentang KKNI Kelapa Sawit Berkelanjutan serta Permentan No. 38 Tahun 2020 tentang ISPO, maka SDM yang terlibat dalam industri kelapa sawit perlu mendapat legitimasi kompetensi.

“Legitimasi untuk berbagai okupasi/jabatan dalam pengelolaan industri kelapa sawit berkelanjutan, dan bahkan untuk jabatan auditor ISPO sudah merupakan ‘mandatory’ atau wajib sertifikasi, sabagaimana juga sebelumnya telah juga diwajibkan untuk badan usaha/pelaku usaha di industri kelapa sawit itu sendiri,” katanya.

Menurut Darmansyah, uji kompetensi auditor ISPO kali ini diikuti oleh 20 peserta dari berbagai lembaga yang ada.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini