Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, menyatakan kebijakan mandatori biodiesel telah mengangkat posisi Indonesia sebagai produsen biodiesel terkemuka di dunia.
Tungkot menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai penentu dalam pasar biodiesel global.
Kebijakan mandatori biodiesel merupakan salah satu dari tiga kebijakan utama yang mendukung industri sawit Indonesia.
“Mandatori biodeisel telah mengangkat Indonesia naik kelas di pasar dunia. Tidak hanya lagi raja CPO dunia, tapi sudah raja biodiesel dunia,” ujar dia pada Focus Group Discussion (FGD) Membangun Negeri, yang digelar sawitsetara.co, Jakarta, Kamis (18/7).
Tungkot menjelaskan, kebijakan ini telah meningkatkan produksi biodiesel Indonesia, membuat negara ini sejajar dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam produksi biodiesel.
“Indonesia sekarang menjadi top 3 produsen biodiesel dunia, setelah Amerika Serikat dan Uni Eropa,” tambah dia. “Namun, dalam hal konsistensi implementasi, Indonesia harus menjadi nomor satu.”
Tungkot menjelaskan, mandatori biodiesel tidak hanya meningkatkan produksi biodiesel, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional.
“Adanya industri biodiesel dalam negeri menciptakan pasar untuk sawit sekitar 10,3 juta ton tahun lalu,” jelas Tungkot. “Ini membuat kita tidak lagi tergantung pada pasar CPO dunia dan membantu mempertahankan harga TBS pada tren yang positif.”
Selain itu, sambung Tungkot, mandatori biodiesel juga berkontribusi dalam penghematan devisa melalui substitusi impor solar fosil.
“Dengan menggantikan solar fosil yang diimpor dengan biodiesel domestik, kita menikmati penghematan devisa yang signifikan,” kata Tungkot. “Efek multiplier dari penggunaan biodiesel juga dinikmati oleh masyarakat Indonesia, bukan negara lain.”
Mandatori biodiesel juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Tungkot mencatat bahwa kebijakan ini berkontribusi besar dalam penurunan emisi gas rumah kaca.
“Mandatori biodiesel memungkinkan kita menurunkan emisi gas rumah kaca, CO2, sekitar 28 persen dari target penurunan emisi nasional,” ungkap dia.
Meskipun kebijakan ini telah berhasil, Tungkot mengingatkan bahwa masih ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kebutuhan untuk mempercepat replanting guna memastikan ketersediaan bahan baku.
“Ada persoalan produksi yang harus diatasi, tetapi peningkatan produktivitas dapat menyelesaikan masalah ini,” kata Tungkot.
Ke depan, Indonesia diharapkan dapat terus meningkatkan mandatori biodiesel, bahkan hingga B40. “Kita harus memutuskan apakah akan bertahan di B35, mundur ke B30, atau naik ke B40,” jelasnya. “Ini adalah PR yang harus kita kerjakan bersama.”
Dengan kebijakan mandatori biodiesel, Indonesia tidak hanya meningkatkan ekonomi nasional tetapi juga menjaga lingkungan, memperkuat posisi sebagai produsen biodiesel dunia, dan mempengaruhi pasar biodiesel global.