Penerapan ilmu agronomi yang tepat terintegrasi serta sinergi, merupakan terapi efektif untuk keluar dari kontraksi pangan dan kemiskinan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Peragi Prof. Andi Muhammad Syakir dalam acara Pelantikan Pengurus pusat PERAGI periode 2022-2026 DI Bogor, 27/12/2022. Pelantikan kali ini dihadiri secara langsung oleh Prof. Dr. Ir. Justika Baharsjah, Achmad Mangga Barani dan hadir secara daring Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman.
Acara dibuka Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto yang diwakili Dr Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis.
Menurur Prof Syakir, Peragi terus bertekaf memberikan solusi bagi bangsa Indonesia dakam menghadapi krisis pangan. Apalagi, saat ini, Indonesia memiliki beban berat karena memberi makan 275-juta penduduk.
“Populasi Indonesia berada di posisi ke-4 dunia setelah China, India, dan Amerika. Bandingkan dengan populasi Vietnam yang hanya 98,18-juta penduduk dan Thailand yang hanya 70,2-juta. Petani Indonesia harus memberi makan penduduk 3-4 kali lipat dari petani Vietnam danThailand,” kata Prof Syakir.
Prof Syakir menjelaskan, angka-angka di atas membuat kita harus bekerja keras. Karena beras merupakan produk pangan yang ketersediaanya tergantung musim dan tersebar di wilayah sentra.
“Ada suatu waktu beras melimpah di saat panen raya, tetapi di suatu waktu beras minim karena sedang musim tanam dan bera. Ada suatu daerah yang surplus dan ada suatu daerah yang defisit. Akses penduduk di sebuah daerah terhadap beras berbeda-beda tergantung waktu dan lokasi geografisnya,” jelasnya.
Meski demikian, lanjutnya, Indonesia harus tetap optimis karena masih termasuk negara berswasembada beras dengan impor beras hanya 1,6% dari kebutuhan konsumsi rakyatnya. FAO memberikan toleransi setiap negara yang kurang dari 10% impor sebagai negara berswasembada. Pemerintah mengimpor sebagai wujud agar rakyat nyaman karena cadangan beras pemerintah aman.
Namun, produktivitas rata-rata nasional yang hanya 5,25 ton gabah kering giling/ha berada pada kondisi stagnan sepanjang 10 tahun terakhir di bawah potensi genetik padi.
“Pertumbuhan produksi juga kalah dibanding laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Kondisi ini harus diwaspadai sehingga Peragi berpeluang mempersempit jarak antara produktivitas aktual dengan produktivitas genetik hasil penelitian,” tekad Prof Syakir.
Dia berpedapat, Peragi harus membantu mencari jalan keluar dari ketergantungan besar dengan mengembangkan pangan lokal sebagai pangan utama berbasis sumberdaya. Maqam pangan lokal sejajar dengan beras sehingga masyarakat yang konsumsi pangan lokal tidak merasa rendah diri.
Menurut Prof Syakir, setidaknya terdapat tiga strategi meningkatkan produksi beras: 1) modifikasi agronomik-genetik, 2) modifikasi agronomik-budidaya, dan 3) modifikasi agronomik-sumberdaya lahan. Semuanya mengarah ke sistem agronomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Modifikasi agronomik-genetik dilakukan dengan pemuliaan seperti seleksi, penyilangan, rekayasa genetika melalui genome editing dan mutasi, bioreaktor untuk menghasilkan dan introduksi benih unggul.
“Dari waktu ke waktu, varietas unggul perlu terus di-improve dengan berbagai target: peningkatan kuantias-kualitas hasil, adaptasi lingkungan marjinal, resistensi hama-penyakit, efisiensi penggunaan sumberdaya lahan-hara-air-tenaga kerja dll, serta kandungan nutrisi fungsional,” katanya.
Sementara modifikasi agronomik-budidaya contohnya pola dan rotasi tanaman, pengaturan musim tanam, cara pengolahan lahan, optimasi tata tanam, optimasi fungsi fisiologi fotosintesis-respirasi-akumulasi dan translokasi asimilat menjadi bahan panen untuk meningkatkan indeks panen, water foot-print, energy foot-print, dst.
Terakhir modifikasi agronomik-sumberdaya lahan dapat kita lakukan dengan strategi land improvement dibarengi dengan konservasi berkelanjutan.
“Beberapa teknologi yang dapat dikembangkan antara lain perbaikan sifat fisik-kimia dan biologi tanah serta pengembangan dan konservasi tanah dan air,” jelasnya.
Dengan tiga modifikasi tersebut, terusnya, capaian potensi genetik produktivitas tanaman padi dapat optimal dan efisien pada berbagai ragam agroekosistem (padi sawah irigasi, sawah tadah hujan, padi gogo, padi pasang surut, dan padi di antara tanaman tahunan).
Meningkatnya produktifitas padi yang efisien pada berbagai ragam agroekosistem bukan hanya meningkatkan produksi padi nasional, tetapi juga mengembangkan padi fungsional agar dapat berdampak meningkatkan kesejahteraan petani termasuk yang berlahan sempit.
“Penting juga untuk menjadi perhatian kita bersama, bahwa pengembangan teknologi agronomis memerlukan kerja sinergis lintas disiplin. Keunggulan kempetitif dan komparatif yang bernilai tambah dan mensejahterakan di masa kini dan ke depan haruslah juga dibarengi pendekatan pertanian secara presisi, antara lain mengotimalkan mekanisasi dan digitalisasi, dilengkapi dengan pembenahan sistem rantai pasok,” jelasnya.
Musdhalifah menambahkan, Peragi telah berkontribusi dalam pembangunan pertanian Indonesia dengan memberikan berbagai inovasi dalam meningkatkan produktivitas pertanian sehingga mampu melewati krisis pangan.
“Peragi telah berkontribusi besar bagi pembangunan pertanian, mengatasi krisis pangan dengan peningkatan produktivitas,” kata Musdhalifah.
Musdhlifah berharap berharap Peragi mampu bersama-sama pemerintah memberi arah bagi pembangunan pertanian Indonesia. Dengan cara itu maka kebijakan pemerintah dapat diambil berbasis ilmu pengetahuan.
“Keberagaman dari Peragi menjadi kekuatan SDM dalam pembangunan yang produktif dan berkontribusi dalam pembangunan perekonomian bangsa melalui pertanian yang berdaya saing,” katanya.
Sementara itu Ketua Dewan Pembina Andi Amran Sulaiman menyatakan, Peragi sebagai organisasi profesi memiliki tanggung jawab moral dalam kinerja pembangunan pertanian Indonesia.
Tentu saja, kita tidak hanya fokus pada indikator produksi dan produktivitas, kita juga perlu concern terhadap keberlanjutan, sustainability, dari sumberdaya produksi yang kita pergunakan dengan mencari alternatif teknologi yang ramah lingkungan. Kita juga harus concern kepada kesejahteraan para petani dan pemangku kepentingan pertanian lainnya.
“Peragi harus dapat hadir dan turut berperan aktif dalam menjawab persoalan pertanian saat ini. Peragi harus berkontribusi pemikiran dan bertindak untuk dapat mengatasi persoalan terkini,” kata Amran.
Kehadiran Peragi memberikan kontribusi yang mencerahkan, membawa semangat dan energi positif berupa optimisme, ulet dan tangguh, semangat kolaboratif dan kooperatif untuk turut mencari solusi dan alternatif terbaik mengatasi berbagai persoalan di bidang keagronomian.
Peragi harus menjadi bagian dari mereka yang berkontribusi pada solusi, yang tentunya harus berbasis pengetahuan dan teknologi, berbasis kepakaran. Selain itu, berfikir dan bertindak untuk masa depan,” katanya.
Menurut Amran, berbagai tantangan di masa depan: perubahan iklim global, kelangkaan sumberdaya lahan, kelangkaan air dan sarana produksi, serta kemungkinan berkembangnya varian hama penyakit akan menjadi faktor pembatas dalam berproduksi. Demikian juga, dari sisi issue kelestarian lingkungan dan tuntutan untuk pemenuhan persyaratan kualitas di masa depan akan semakin menjadi tantangan dan persyaratan.
“Semuanya itu harus dapat di mitigasi dengan baik dan disiapkan secara antisipatif berbagai teknologi yang adaptif,” pungkasnya.