
Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengungkapkan keprihatinannya terhadap struktur penyuluhan pertanian di Indonesia yang dinilai belum optimal dan berpotensi pada dampak yang tidak baik pada sektor pertanian nasional.
Ketua Umum KTNA, M.Yadi Sofyan Noor, menyoroti bahwa meskipun penyuluh pertanian terbukti bekerja di lapangan, struktur wadah mereka tersebar secara tidak merata di berbagai daerah.
“Saat ini, posisi penyuluh tersebar di berbagai bagian instansi, tanpa konsistensi yang jelas dalam pengelolaan dan koordinasi,” ujar Yadi Sofyan Noor saat menjadi peserta Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Penyuluh Pertanian Mau Kemana?” di Hotel Aston Simatupang, Jakarta, Selasa (2/7).
Yadi menampik kalau penyuluh dinilai tidak berkinerja. Menurut pengamatannya di lapangan, dia memastikan pihaknya kerap berkoordinasi dengan penyuluh di lapangan.
“Artinya konektivitas ada dan masih nyambung. Tapi wadahnya saat ini tidak nyaman buat mereka,” tegas dia.
Menurut Yadi, kondisi tersebut menghambat efektivitas penyuluhan dalam mendukung petani di lapangan. Maka dirinya menilai perlunya perubahan dalam pengelolaan penyuluhan dengan menyarankan agar ketenagaan penyuluh pertanian dikembalikan ke pusat.
“Koordinasi yang baik antara penyuluh dan semua stakeholder harus menjadi prioritas utama agar penyuluhan benar-benar mampu memberikan dampak yang signifikan, terutama bagi petani,” kata dia.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, KTNA menyerukan agar pemerintah mengambil langkah tegas untuk merancang struktur penyuluhan yang lebih terpadu. Apalagi, penyuluh merupakan bagian penting dalam mendampingi petani untuk mewujudkan swasembada pangan.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal HKTI Sadar Subagyo mengungkapkan peran krusial penyuluh dalam memastikan keberhasilan swasembada pangan, air, dan energi yang menjadi fokus utama Presiden RI terpilih Prabowo Subianto kelak.
“Peran penyuluh pertanian sangat krusial dalam memastikan keberhasilan program-program strategis ini, seperti penyanyi yang menyampaikan lagu kepada pendengarnya. Merekalah yang menyampaikan teknologi dan inovasi kepada petani,” ungkap Sadar.
Namun Sadar menilai, setelah reformasi, suara para penyuluh ini meredup. “Dan di era Prabowo nanti, kita harapkan suara mereka bisa kembali dengan mengangkat kembali program-program krusial,” kata dia.
Sadar menambahkan bahwa salah satu akar permasalahan utama adalah kurangnya landasan hukum yang memadai.
“Kami mendorong untuk mengembalikan peran penyuluh pertanian sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 dengan mengamandemen Undang-Undang Otonomi Daerah. Pertanian harus menjadi urusan wajib yang didukung sepenuhnya, baik dari tingkat pusat maupun daerah,” tegas dia.
Sadar yang saat ini menjadi bagian dari Partai Politik Gerindra telah menyampaikan aspirasi banyak pihak tentang mengoptimalkan peran penyuluh pertanian.
“Kami telah berkomunikasi dengan fraksi kami di DPR RI dan mendapatkan dukungan kuat untuk langkah ini. Saatnya untuk melangkah lebih lanjut dengan tindakan nyata,” lanjut dia.
Kegiatan FGD ini diadakan oleh Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN).
Dalam FGD ini, disoroti bahwa penyuluhan pertanian di Indonesia menjadi krusial dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, kesejahteraan, serta kesadaran lingkungan bagi pelaku utama dan pelaku usaha pertanian.
Diperlukan upaya untuk memperkuat kelembagaan penyuluhan sebagai mitra kerja pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang efektif.
Bustanul Arifin, Ketua KPPN, menyampaikan, “Penyuluhan pertanian harus menjadi pilar utama dalam mendukung pertumbuhan sektor pertanian yang berkelanjutan. Kita perlu meningkatkan peran penyuluhan dalam memperkenalkan teknologi terbaru yang sesuai dan mendukung swasembada pangan.”
Diskusi juga menghadirkan sorotan terhadap penurunan produktivitas pertanian di Indonesia, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan benih varietas lama yang tidak sesuai dengan perkembangan genetika, serta penurunan dukungan hasil penelitian sejak pengalihan kegiatan penelitian ke BRIN.
“Peningkatan produktivitas pertanian membutuhkan integrasi yang lebih baik antara penyuluhan, riset, dan kebijakan pemerintah. Penggunaan benih yang tepat dan penerapan teknologi yang sesuai harus menjadi fokus utama,” ujar dia.
Selain itu, rekomendasi penting juga diutarakan, termasuk perlunya amandemen UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah untuk menguatkan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di tingkat daerah, serta pengembangan pendekatan penyuluhan yang partisipatif.
KPPN berencana untuk menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI (Komisi IV), melibatkan berbagai pihak terkait seperti PERHIPTANI, HKTI, dan KTNA, guna membahas langkah-langkah strategis ke depan dalam meningkatkan penyuluhan pertanian di Indonesia.
Dengan demikian, FGD hari ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga momentum untuk merumuskan langkah-langkah konkrit dalam memajukan sektor penyuluhan pertanian demi mencapai keberhasilan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan inklusif.