Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyalurkan dana Rp5,19 triliun untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) selama lima tahun terakhir, yakni 2016-2020.
Dana tersebut digunakan untuk membiayai PSR dengan luasan lahan 250.252 hektare dan jumlah pekebun 100.858 orang
“Program tersebut agar masyarakat yang menjadi pekebun sawit bisa melakukan peremajaan sawit atau penanaman kembali terhadap tanaman sawit yang umurnya sudah tua dan sudah tidak produktif lagi. Diremajakan untuk meningkatkan produktivitasnya,” ujar Direktur BPDPKS, Eddy Abdurrahman, kepada awak media saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/12/2020).
Dia menuturkan, program PSR sudah dimulai sejak 2016 atau setahun setelah BPDPKS, yang merupakan Badan Layanan Umum di bawah Kementerian Keuangan, berdiri. Pada tahun pertama program itu dilaksanakan, sebanyak 254 hektare lahan sudah dilakukan peremajaan.
Kemudian, pada 2017, luas lahan yang dilakukan peremajaan sawit bertambah 2.933 hektare, dan berlanjut pada 2018 sebanyak 12.611 hektare. Selanjutnya, pada 2019, luas lahan sawit yang dilakukan program peremajaan bertambah 90.207 hektare. Terakhir, pada 2020, program PSR sudah bertambah di luas lahan 94.248 hektare.
“Total, selama lima tahun terakhir, BPDPKS sudah menyalurkan dana Rp5,19 triliun dengan luasan lahan 250.252 hektare dengan jumlah pekebun 100.858 orang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Eddy menerangkan, selain untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman sawit, program PSR juga bertujuan untuk menjalankan praktik berkebun yang baik dan memperbaiki tata ruang perkebunan.
Program ini dilaksanakan untuk membantu Pekebun Rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan pohon kelapa sawit yang lebih produktif dan TBS yang lebih berkualitas, penerapan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices serta mengurangi risiko pembukaan lahan illegal seperti Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan -LULUCF (Land Use, Land-Use Change and Forestry).
Dalam program ini, untuk memastikan prinsip keberlanjutan, peserta program juga difasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama. Sejak dimulainya program peremajaan sawit rakyat di tahun 2016 hingga saat ini, program PSR telah melibatkan lebih dari 100 ribu petani rakyat, dan lebih dari 200 ribu hektar kebun yang menerima dana PSR.
Untuk mempermudah penyaluran dana PSR juga terus dilakukan penyempurnaan meliputi penyederhanaan persyaratan, verifikasi terintegrasi, dan aplikasi PSR secara online, sebagai media untuk pengajuan proposal, evaluasi dan monitoringnya. Di tengah Covid-19 yang melanda seluruh negeri, BPDPKS berkomitmen untuk tetap menjalankan seluruh program penguatan industri sawit. Integrasi Program Hulu dan Hilir Sawit, Dalam menjalankan fungsinya BPDPKS memiliki tiga fokus utama rencana strategis dalam upaya mendorong kinerja industri sawit Indonesia, yaitu: perbaikan kesejahteraan petani, stabilisasi harga CPO, dan penguatan industri hilir.
Capaian BPDPKS 2020
Sepanjang tahun 2020, industri sawit sempat dihantam oleh semakin melebarnya gap antara harga Crude Palm Oil (CPO) dan harga minyak dunia. Kondisi tersebut mendorong peningkatan yang sangat signifikan terhadap kebutuhan dana insentif biodiesel di tahun 2020 dan proyeksi kebutuhan dana biodiesel di tahun 2021.
Sepanjang tahun 2020 BPDPKS bersama seluruh pemangku kepentingan baik dari Pemerintah maupun pelaku industri sawit telah berusaha mengatasi tantangan tersebut dengan mensimulasikan berbagai skenario serta merumuskan alternatif kebijakan untuk menjaga kecukupan dana yang dikelola oleh BPDPKS.
Di akhir Triwulan III tahun 2020, pemerintah telah memutuskan kebijakan untuk merubah tarif pungutan ekspor sawit dan produk turunannya yang diwujudkan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 191 /PMK.05/2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, untuk menyesuaikan kebutuhan dana bagi pendanaan programprogram sawit berkelanjutan, sekaligus meyakinkan seluruh pemangku kepentingan mengenai keberlanjutan program mandatori biodiesel B30.
Program mandatori biodiesel ini tidak hanya penting untuk kedaulatan dan kemandirian energi nasional tetapi juga manjaga kestabilan harga sawit. Program insentif Biodiesel melalui pendanaan dari BPDPKS yang implementasi pertamanya sejak Agustus tahun 2015 dan terlaksana sampai November 2020, telah menyerap biodiesel dari sawit sekitar 23,49 Juta KL setara dengan pengurangan Greenhouse Gas Emissions (GHG) sebesar 34,68 Juta Ton CO2 ekuivalen dan menyumbang sekitar Rp4,83 Triliun Pajak yang dibayarkan kepada negara.
Dari program dukungan penelitian dan pengembangan sawit, sejak tahun 2015 hingga 2020, BPDPKS telah memberikan total dukungan pendanaan riset sebesar Rp326,2Miliar dengan melibatkan 43 lembaga litbang, 667 peneliti, 346 mahasiswa dan telah menghasilkan output sebanyak 192 publikasi jurnal internasional dan nasional, 5 buku, serta 40 paten.
Beberapa riset unggulan yang dibiayai BPDPKS antara lain: pengembangan katalis merah putih dan teknologi bahan bakar nabati biohidrokarbon (green diesel (D100), Green Gasoline/ Bensin Sawit (Bensa) (G100) dan lainnya) yang telah dijadikan riset strategis nasional, rancang bangun teknologi untuk meningkatkan kualitas panen, pengembangan teknologi peningkatan mutu minyak sawit, mitigasi terhadap adanya bahaya yang ditimbulkan oleh kandungan kimia minyak sawit (3-MCPDE dan GE), sistem deteksi dini penyakit pohon sawit seperti ganoderma, dampak pengusahaan kebun sawit pada lahan gambut serta pengembangan aplikasi teknologi berbasis IT untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi industri sawit.
Untuk program Pengembangan SDM sawit, sejak tahun 2015, telah diberikan beasiswa Pendidikan putra/putri petani/ buruh sawit kepada 2.605 Mahasiswa untuk program politeknik D1, D3 dan D4 serta telah menghasilkan 1.200 sarjana D1, 120 sarjana D3, dan juga telah dilaksanakan program pelatihan kepada 9.178 petani sawit.