Tiongkok tidak menerima buah salak Indonesia sementara waktu menyusul temuan lalat buah pada salak yang diekspor ke Negeri Tirai Bambu tersebut.
Tiongkok melalui General Administration of Customs of The People’s Republic of China (GACC) telah menyampaikan Notification of Non Compliance (NNC) kepada pemerintah Indonesia pada Maret lalu.
“Tiongkok melalui GACC telah menyampaikan NNC pada Maret lalu karena adanya temuan lalat buah pada ekspor salak kita,” kata Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Badan Karantina Indonesia (Barantin), Bambang dikutip pada keterangan resminya.
Menurut Bambang, hama lalat buah ini memang menakutkan. Sebagai contoh, ekspor buah mangga Indonesia ke Jepang pernah terhambat selama 18 tahun karena kekhawatiran terhadap keberadaan lalat buah jenis ‘Bactrocera occipitalis’.
“Baru setelah ada hasil kajian ilmiah yang menyatakan lalat buah tersebut hanya berada di Kalimantan, Jepang membuka akses pasar mangga,” tutur Bambang.
Karena itu, pada Forum Group Discussion (FGD) di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (30/5), Bambang mengajak komitmen seluruh pemangku kepentingan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah untuk melakukan upaya perbaikan.
“Kita bertemu di sini untuk membahas titik kritis yang menyebabkan ketidaksesuaian sekaligus upaya perbaikannya, sehingga secepatnya kita akan sampaikan ke GACC,” kata Bambang.
Menurut Bambang, sebagai fasilitator perdagangan ekspor dan impor, Barantin tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa kerja sama dan komitmen seluruh pemangku kepentingan memenuhi persyaratan teknis.
Untuk itu, dia berharap seluruh pemangku kepentingan dapat konsisten menerapkan Good Agricultural Practices (GAP), mulai dari perawatan tanaman, sanitasi, pengendalian hama penyakit, pemilihan komoditas yang berkualitas, hingga pengemasannya.
Sementara itu, Kepala Karantina Yogyakarta, Ina Soelistyani mengatakan, Barantin melalui Karantina Yogyakarta dan Jawa Tengah telah melakukan pendampingan kepada petani dan pelaku usaha untuk merespons NNC.
“Kami bersama Karantina Jawa Tengah sejak awal Mei sudah melakukan bimbingan teknis kepada petani. Harapannya langkah perbaikan bisa segera selesai dan ekspor salak dapat kembali dibuka,” ucap Ina.
Ketua Tim Kerja Sarana POPT Buah dan Florikultura Direktorat Perlindungan Hortikultura, Ami Cahyani pada kesempatan ini mengatakan, pengendalian harus dilakukan menyeluruh.
“Pengendalian lalat buah harus dilakukan serentak secara menyeluruh, bukan spot-spot tertentu saja,” papar Ami.
Kemudian, Agus Suryanto selaku Direktur CV Gapoktan Ngudi Luhur akan terus memperbaiki proses ekspor salak. Mulai dari kebun yang teregistrasi, pemasok, rumah pemilahan, pencatatan, hingga rumah kemas.
Sebagai informasi, luas area kebun salak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mencapai 1.200 hektar, sedangkan di Kabupaten Sleman, DIY mencapai 600 hektarE. Dampak adanya NNC ini, petani dan pelaku usaha tidak dapat ekspor ke Tiongkok hingga perbaikan disetujui oleh GACC. Pendapatan petani tentunya menurun secara signifikan.
Bambang beserta jajarannya, sebelum FGD, menyempatkan turun ke lapangan untuk mengetahui alur proses ekspor buah salak ke Tiongkok. Hal ini sesuai dengan prinsip ketertelusuran ekspor komoditas pertanian dan perikanan.