Dewan Teh Indonesia (DTI) secara resmi meluncurkan Standar Teh Indonesia (STI) – CERTEAFIED.
Diharapkan STI dapat meningkatkan keseimbangan manfaat yang diterima dari setiap lini dalam rantai pasok teh sekaligus untuk menjawab berbagai isu strategis yang saat ini berkembang dinamis di industri teh baik di Indonesia maupun di pasar global.
“Standar Teh Indonesia ini hadir untuk menjawab berbagai isu-isu strategis yang berkembang sangat dinamis di industri teh Indonesia dan global saat ini dan ke depan,” ujar Ketua Umum DTI Dr. Rachmad Gunadi dalam launching Certeafied STI di Pekalongan, Sabtu (27/1/2024).
Menurut Rachmad Gunadi, keberlanjutan industri dan bisnis teh Indonesia bisa diwujudkan bila seluruh rantai pasok industri teh Indonesia dapat memahami serta menerapkan praktek-praktek keberlanjutan yang baik dalam pengelolaan perkebunan teh, memperhatikan lingkungan dan orang yang bekerja di dalamnya, industri hilir mendapat pasokan teh yang cukup dan konsumen dapat menikmati dan percaya akan produk teh yang dibelinya.
Rachmad Gunadi berharap, keberadaan STI dapat meningkatkan keseimbangan manfaat yang diterima dari setiap rantai pasok teh melalui peningkatan kualitas diikuti dengan harga yang lebih baik serta semakin memperluas akses pasar produk teh Indonesia di pasar lokal dan ekspor.
“STI ini juga dapat menjadi salah satu alternatif non tarrif barrier atas semakin meningkat dan beragamnya produk teh impor ke Indonesia,” kata Rachmad Gunadi.
Selain itu, lanjut Rachmad Gunadi, hadirnya STI juga untuk membranding citra teh Indonesia di kalangan konsumen lokal untuk mencintai dan meningkatkan konsumsi teh berkualitas yang berasal dari negeri sendiri.
“Kita patut bangga bahwa Indonesia sampai dengan saat ini masih menjadi negara produsen teh terbesar ketujuh dunia, dengan market share 2 persen di pasar global,” ujar Rachmad Gunadi.
Selain itu, lanjut Rachmad Gunadi, di tengah kinerja teh nasional yang secara nyata telah mengalami disrupsi, diperlukan langkah-langkah inovatif dan stretegis untuk memastikan resiliensi industri teh Indonesia.
Kabar gembiranya adalah sudah terlihat jelas terdapat upaya-upaya resiliensi dari para milenial dan zilenial teh Indonesia yang bergerak di industri hulu, hilir dan pasar. Dengan geliat ini diharapkan semakin menggairahkan industri teh Indonesia ke depannya. “Keberadaan standar dan sertifikasi menjadi sebuah keniscayaan dalam persaingan pasar domestik dan global yang semakin kompetitif,” kata Rachmad Gunadi.
“Pekalongan dipilih menjadi tempat launching STI didasarkan karena 60 persen industri hilir dan konsumen teh tersentra di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya,” jelas Rachmad Gunadi.
Dalam proses perumusan dan penyusunan STI CERTEAFIED ini melibatkan tim penyusun dari semua unsur stakeholder teh dan perwakilan asosiasi anggota DTI serta Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) sebagaunsur Litbang DTI.
Kepala PPTK sekaligus ex officio Ketua bidang litbang DTI, M. Akmal Agustira yang ditunjuk sebagai Pimpro penyusunan STI menyampaikan bahwa penyusunan STI ini merupakan standar yang sangat singkat, lahir dari tuntutan para stakeholder teh untuk keberlanjutan teh Indonesia yang terutama di”drive” dari market demand.
“Proses lahirnya STI ini merupakan hasil kerja dari kolaborasi berbagai pihak dengan menyatukan berbagai mindset kebutuhan para pelaku industri teh seperti asosiasi produsen dan rantai pasok, akademisi, NGO, dan tentunya litbang,” jelas Akmal.
Menurut Akmal, sinergi antara peran Litbang DTI dengan para pelaku rantai nilai teh sangat dibutuhkan dalam upaya mempercepat proses inovasi dan teknologi untuk pembangunan industri teh nasional yang berkelanjutan.
Launching STI CERTEAFIED disaksikan para stakeholder dan insan pertehan Indonesia, mulai dari pelaku produsen yang diwakili oleh ATI dan APTEHINDO, ARTI, pelaku rantai pasok para trader dan packer, berbagai brand owner teh lokal Indonesia terutama yang banyak berasal di wilayah Jawa Tengah, pemerintah setempat serta para pemerhati teh dan media partner.
Launching STI “CERTEAFIED” juga menjadi tonggak dari kebangkitan teh Indonesia yang bertepatan dengan 200 tahun biji teh ditanam dan dikembangkan di Indonesia pertama kali. Logo STI dikawal dengan 3 “gunungan” yang menyimbolkan harmoni 3 unsur Tridharma Perkebunan yaitu Planet, People dan Profit. Dixie yang diambil STI sengaja mengedepankan Planet menggeser dixie sebelumnya yang lebih mengedepankan profit. Profit adalah concern pelaku usaha, people adalah ranahnya pemerintah sementara planet adalah concern seluruh umat manusia. Teh merupakan pohon kehidupan karena peran sentralnya dalam menjaga sumberdaya iklim dari keniscayaan perubahannnya yang tak terelakkan.
Konversi perkebunan teh ke peruntukan lain harus dihentikan melalui unjuk krida yang terstruktur, inovatif dan sinergis dari semua pelaku di setiap lini rantai pasok teh di Indonesia, demikian pungkas Rachmad Gunadi.