Hadapi EUDR, Kementan Tekankan Pentingnya Kemitraan Industri Karet dengan Kelembagaan Pekebun

0
kebun karet

 

Pemerintah tentu tidak tinggal diam melihat pekebun menjerit akibat dampak diberlakukannya EU Deforestration and Forest Degradation (EUDR) bagi pekebun Indonesia.

Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) bergerak cepat menggandeng multipihak agar bisa memberikan solusi tepat jitu bagi pekebun untuk hadapi dampak EUDR tersebut.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman meminta jajaran lingkup Kementerian Pertanian, agar terus mendorong produksi maupun produktivitas, kemitraan melalui penguatan kelembagaan pekebun dengan industri pengolahan, serta modernisasi atau digitalisasi pendataan pertanian sebagai bagian dari perbaikan tata kelola perkebunan nasional yang harus segera dicapai.

Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun), Andi Nur Alam Syah mengatakan, sebagian besar produksi karet Indonesia berasal dari perkebunan rakyat. Tak dapat dimungkiri harga karet yang masih fluktuatif, keterbatasan tenaga kerja penyadap, hingga konversi kebun karet ke tanaman lain, bahkan ditambah dampak dengan diberlakukannya EUDR juga masih menjadi tantangan karet ke depannya.

“Kami terus berupaya berkolaborasi demi perkuat produksi maupun produktivitas pekebun karet, antara lain melalui pembinaan kepada pekebun untuk melakukan pengendalian tanaman karet dari serangan penyakit gugur daun, budidaya maupun pengolahan, serta pengawasan atau pengamatan kebun pekebun, sehingga hasil produksi maupun produktivitasnya tetap terjaga dan sesuai dengan persyaratan pasar global,” katanya.

Lebih lanjut Andi Nur menjelaskan, langkah penting yang telah dilakukan pemerintah untuk pekebun maupun pelaku usaha industri karet, salah satunya juga dengan memastikan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B) dan penguatan produksi maupun produktivitas karet.

STD-B merupakan keterangan yang memuat secara rinci data lengkap pekebun mulai dari keterangan pemilik, asal benih hingga produksi per tahun.

Andi Nur menambahkan, terkait dengan EUDR industri yang akan berhadap langsung dengan regulasi EU dan pasar ekspor. Industri harus memiliki sistem informasi pemasok yang dapat ditelusuri. Untuk itu, sangat penting industri bermitra dengan kelembagaan pekebun karet agar termonitor asal usul pasokan bahan baku.

“Petani harus segera memiliki STD-B, peran pemerintah daerah sangat penting untuk mempercepat pendataan, pemetaan, verifikasi sampai penerbitan STDB. Kemudian petani karet bergabung dalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Hasil Bokar (UPPB) yang memiliki fungsi saluran pemasaran produk bokar bersih ke industri pengolahan karet,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah tengah mengupayakan terkait ketentuan geolokasi (titik koordinat atau polygon) perkebunan karet rakyat dengan penetapan metode ketertelusurannya, agar hasil produksi maupun produk turunan karet Indonesia tetap bisa diekspor ke wilayah UE.

Pada saat implementasi regulasi EUDR yang akan dilaksanakan pada tanggal 31 Desember 2024, setiap produk karet, sawit, daging, kopi, kayu, kakao, maupun kedelai, serta produk turunannya, jika terbukti diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi atau degradasi hutan setelah tanggal 31 Desember 2020, tidak diizinkan masuk pasar Uni Eropa (UE).

“Untuk itu mari bersama-sama saling menguatkan, mulai dari syarat geolokasi, ketertelusuran atau asal-usul produk dan bahan bakunya, legalitas produksi mencakup legalitas tanah, perlindungan lingkungan dan penjaminan hak tenaga kerja serta kepastian lahan deforestasi dan degradasi hutan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini