Diperlukan Peningkatan Tata Kelola dan Kepastian Hukum di Industri Sawit

0

Sudah menjadi rahasia umum bahwa komoditas kelapa sawit merupakan salah satu kontributor yang menopang pertumbuhan ekonomi nasional, baik melalui perdagangan internasional maupun penyerapan tenaga kerja. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke lebih dari 160 negara pada 2022 mencapai nilai 29,62 miliar dolar AS atau setara Rp 462,04 triliun.

Karena itu tak usah heran jika komoditas sawit menjadi salah satu pilihan bagi para pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) guna memacu laju pertumbuhan ekonomi. Mereka seolah sepakat bahwa diperlukan peningkatan tata kelola dan kepastian hukum melalui pembentukan badan atau lembaga khusus yang berwenang langsung terhadap komoditas sawit.

Hal ini mengemuka dalam forum diskusi bertajuk “Urun Rembuk bersama Stakeholder Sawit Nasional” di Jakarta, baru-baru ini.

Pembaca majalah ini yang kami banggakan….

Acara tersebut dihadiri oleh para pemangku kepentingan, antara lain Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki); Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo); Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI); Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi); Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin); dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir).

Selain itu, turut hadir perwakilan Tim Nasional Pemenangan (Timnas) Anies-Muhaimin (Amin), Achmad Nur Hidayat; perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Panji Irawan; serta perwakilan dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Danang Girindrawardana.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengatakan, ketiga perwakilan dari masing-masing pasangan Capres-Cawapres telah sepakat jika sawit itu penting bagi Indonesia karena telah menyumbangkan devisa dan menyerap tenaga kerja yang besar. Selain itu, mereka juga sepakat menerapkan pembentukan badan atau lembaga khusus yang menaungi para pemangku kepentingan kelapa sawit.

“Kebijakan-kebijakan sekarang masih tumpang-tindih sehingga perlu seperti negara lain dengan satu badan yakni MPOB (Malaysian Palm Oil Board), berhasil membuat semua (urusan sawit) tertata dengan baik dan tidak ada lagi kesemawutan kebijakan,” katanya.

Pembaca majalah HORTUS yang kami mulyakan, forum diskusi bertajuk “Urun Rembuk bersama Stakeholder Sawit Nasional” tersebut, kami bedah dalam Rubrik Liputan Khusus Edisi Februari 2024. Sementara untuk Rubrik Laporan Utama, kami mengupas ihwal kehadiran UU EUDR yang mengancam ceruk pasar minyak sawit Indonesia di pasar Uni Eropa.

Undang-undang Anti-deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang disahkan Parlemen dan Komisi Uni Eropa sejak Mei 2023 lalu, secara resmi baru akan diberlakukan per Januari 2025. Melalui aturan ini masyarakat Uni Eropa tidak akan mengimpor 7 produk atau komoditas yang menyebabkan deforestasi, kecuali produk bersangkutan telah lolos berbagai uji kelayakan yang ditetapkan Uni Eropa.

Ketujuh komoditas yang tercakup dalam regulasi tersebut adalah kelapa sawit, kayu, kopi, kakao, karet, kedelai, dan sapi ternak.

Ironinya, dan ini memang terasa agak janggal atau aneh bahwa Undang Undang EUDR tersebut hanya diberlakukan terhadap minyak nabati sawit, bukan juga terhadap minyak nabati lain yang banyak dihasilkan di Eropa, yakni minyak bunga matahari (sun flower) dan rapeseed.

Di luar kedua rubrik andalan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan tulisan di rubrik lainnya yang tak kalah aktual dan atraktif.

Dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami.

https://s.id/21jLY
https://drive.google.com/file/d/1r5nWg7KnCqQtJWHWAmGfBxZ0N2iSvI4_/view?usp=sharing

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini