GAPKI: Semester I 2022 Kinerja Industri Kelapa Sawit Tidak Begitu Baik

0

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai kinerja industri kelapa sawit (sawit) tidak begitu baik pada semester I 2022. Produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) menurun 10 persen jika dibandingkan semester I tahun 2021.

Menurut Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono, penurunan produksi CPO polanya terjadi sejak Mei 2022. Hal ini dikarenakan perusahaan perkebunan sawit dan petani membatasi panen tandan buah segar (TBS). Meski produksi turun, namun biaya produksinya justru naik.

“Industri sawit 2022 semester 1 not so good (tidak begitu baik), produksi minus 10 %, polanya sejak Mei 2022 turun terus,” kata Joko dalam acara ‘Sosialisasi Dampak Penerapan Tarif Layanan BLU BPDPKS Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan’ di Kuta Bali, 1/9/2022.

Joko menjelaskan, dalam 3 tahun terakhir naiknya produksi CPO dikarenakan ekspansi atau perluasa perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh petani dan masayarakat. Sementara konsumsi domestik cenderung normal atau stabil.

Untuk ekpor produk sawit dan turunannya pada semester I 2022, hampir semua tujuan ekspor mengalami penurunan. Hanya Amerika Serikat (AS) dan Singapura yang mengalami kenaikan, meskipun tidak signifikan.

“Outlook 2022 adalah produksi stagnan, konsumsi domestik naik dan eksport turun. Sehingga bisa dikatakan kondisi awal 2022, eksport menurun dan stok meningkat. Semua destinasi negara tujuan ekspor turun, hanya Amerika (AS) dan Singapura yang nilainya positif,” jelas Joko.

Turunnya ekspor CPO mengakibatkan penuhnya tangka timbun di hampir semua pabrik kelapa sawit (PKS). Apalagi kapasitas tangk timbun CPO di Indonesia hanya 4 juta ton.

Joko mengakui, pasca larangan, eksport produk sawit belum maksimal. Diperkirakan pada Agustus 2022 ekspor baru mencapai sekitar 2,8 ton. Padahal biasanya eksport Indonesia mencapai rata rata sekitar 3-3,5 juta ton.

“Pasca larangan, eksport produk sawit belum maksimal baru sekitar 2,8 juta ton. Biasanya, eksport Indonesia mencapai rata rata sekitar 3-3,5 juta ton,” kata Joko.

Menurut Joko, hambatan dalam melakukan ekspor produk sawit salah satunya sering berubahnya regulasi yang membuat ketidakpastian. Selain itu, regulasi eksport berbasis perijinan perlu direview Kembali.

“Seharusnya regulasi tidak berubah-ubah, supaya tidak menimbulkan ketidakpastian,” pungkas Joko.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini