Jurus Kementan Terbebas dari Impor Daging Sapi dan Susu

0
Direktur Jenderal PKH, Agung Suganda memberikan keterangan pers usai membuka Rapat Koordinasi Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Jakarta, Jumat (21/1).

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya meningkatkan produksi daging dan susu sapi, guna memastikan ketersediaan pangan yang berkualitas untuk kebutuhan reguler masyarakat dan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Direktur Jenderal PKH, Agung Suganda menekankan, komoditas peternakan memegang peranan penting dalam mendukung keberhasilan program makan bergizi, terutama untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak dan masyarakat yang membutuhkan.

“Dari empat komoditas utama peternakan untuk ayam dan telur alhamdulillah saat ini kita sudah surplus,” kata Agung dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Jakarta, Jumat (21/1).

Namun, untuk daging sapi dan susu, Indonesia masih perlu mengimpor. Agung menjelaskan, untuk susu, Indonesia masih mengimpor hampir 80 persen dari kebutuhan, sementara untuk daging sapi, impor mencapai 52 persen.

Untuk mengurangi ketergantungan ini, Agung menyatakan, Ditjen PKH telah menyusun peta jalan untuk memenuhi kebutuhan produksi daging sapi dan susu nasional. Dalam peta jalan tersebut, dalam lima tahun, 2025 hingga 2029, Indonesia harus mendatangkan 1 juta sapi perah dan 1 juta sapi pedaging betina produktif.

“Untuk memasukkan ini maka kami menarik investor baik di sapi perah maupun sapi pedaging untuk melakukan pemasukan sapi perah maupun sapi pedaging betina produktif tersebut,” tutur Agung.

Menurut Agung, tanpa menambah populasi sapi perah dan sapi pedaging yang baru, Indonesia tidak mungkin bisa mengurangi impor yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan reguler maupun program makan bergizi.

“Beberapa kali kami ditelepon kenapa pemerintah harus mendatangkan sapi perah dan sapi pedaging betina sapi pedaging dari luar negeri, toh sapi kita masih cukup. Nah, ini yang tentunya juga perlu untuk disosialisasikan,” ujar dia.

Agung menjelaskan, pihaknya telah menghitung berbagai parameter yang ada, dan saat ini Indonesia membutuhkan investasi untuk mendatangkan 1 juta sapi perah serta 1 juta sapi pedaging betina produktif.

Dengan langkah ini, diharapkan dalam lima tahun ke depan, ketergantungan impor dapat berkurang.

“Alhamdulillah, sampai dengan saat ini sudah ada 138 investor yang akan memasukkan sapi perah maupun sapi pedaging ada 65 investor,” ungkap Agung.

Agung menargetkan, dalam lima tahun ke depan, akan mendatangkan 1,2 juta ekor sapi perah dan sekitar 800 ribu ekor sapi pedaging. Untuk tahun 2025, dari 138 investor, diperkirakan akan ada 129 ribu ekor sapi perah yang didatangkan, sementara untuk sapi pedaging, jumlahnya sekitar 97 ribu ekor.

Namun, Agung menekankan bahwa rencana investasi ini akan dapat terrealisasi jika kondisi dan situasi kesehatan hewan di dalam negeri tetap kondusif. Artinya, kasus penyakit hewan menular strategis, seperti PMK harus terkendali.

“Jika kasus PMK terus meningkat bahkan melebihi standar yang ada, saya sangat yakin calon investor yang awalnya antusias untuk mendatangkan sapi, lama kelamaan akan mundur dan tidak melaksanakan komitmennya,” kata Agung.

Oleh karena itu, Agung mendorong pemerintah daerah dan semua pihak yang hadir untuk tidak hanya menjaga status kesehatan hewan nasional, tetapi juga untuk mendorong investasi di sektor sapi perah dan sapi pedaging.

“Hal ini sangat penting, terutama dalam mempercepat peningkatan produksi susu dan daging nasional, guna mewujudkan ketahanan pangan, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Presiden,” pungkas Agung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini