Pada hari ke 2, 26/10/2023 Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 yang digelar di Hotel Westin Surabaya menampilkan pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi industri kelapa sawit.
Agenda tahunan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini merupakan wadah utama bagi para ilmuwan, akademisi, dan praktisi industri kelapa sawit untuk berbagi pengetahuan, hasil penelitian terkini, serta mendiskusikan isu-isu krusial yang memengaruhi industri sawit Indonesia.
Pada hari kedua di sesi Sosial Ekonomi / Manajemen / Pasar / ICT, dengan topik Penguatan Industri Sawit dari Aspek Daya Saing dan Keberlanjutan, Prof. Bustanul Arifin menyampaikan wawasan mendalam tentang industri sawit Indonesia.
Menurut Bustanul, luas areal kelapa sawit 2022 adalah 15,4 juta hektar, produksi 51,3 juta ton CPO, ada peningkatan sedikit. Indonesia saat ini menggenjot pengembangan biofuels B-30. Tapi, harga CPO dan minyak goreng pernah naik di atas 100%.
Menurut Bustanul, dampak larangan ekspor CPO pada 2022 belum pulih sepenuhnya, sehingga fluktuasi harga global-domestik tidak beraturan.
“Apalagi kondisi geopolitik tidak stabil, maka aradigma sawit berkelanjutan adalah keniscayaan, bukan desakan global,” kata Bustanul.
Bustanul berpendapat, sertifikasi berkelanjutan tingkat global (RSPO, ISCC) dan nasional (ISPO) menjadi salah satu panduan berharga dalam membangun dayasaing sawit.
“Pengembangan sawit berkelanjutan tidak mudah. Tapi, ekspektasinya adalah bahwa sawit berkelanjutan akan lebih bersifat inklusif dan komprehensif,” jelasnya.
Kelapa sawit, lanjutnya, berkontribusi pada kesejahteraan petani, pemerataan pendapatan di Daerah. Selain itu, Industri sawit menghasilkan tambahan lapangan kerja dan dengan skema kemitraan meningkatkan pengeluaran rumah tangga–proksi pendapata sekaligus penurunan kemiskinan.
Bustanul mengakui, ekspansi sawit memang bisa berdampak negatif pada mata pencaharian penduduk setempat, terutama yang tidak tergabung dalam kemitraaan. Petani juga cenderung memperluas areal, bukan intensifikasi.
“Untuk itu, sosialisasi kepada petani sawit harus terus dilakukan untuk pengembangan sawit yang berkelanjutan ,” katanya.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Meyzi Heriyanto, dalam paparannya membahas model kolaborasi akar rumput untuk penguatan modal sosial kelembagaan petani swadaya dalam implementasi sertifikasi ISPO di Provinsi Riau.
“Model ini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas dan keberlanjutan produksi kelapa sawit di Provinsi Riau dengan melibatkan petani sawit swadaya dalam penerapan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil),” jelas Meyzi.
Pemaparan kedua tak kalah penting di samping Prof Dodik Ridho Nurrochmat dari IPB University dengan judul “Keunggulan Minyak Sawit terhadap Minyak Nabati Lain di Empat Benua”.
Prof.Dodik menyoroti keunggulan minyak sawit sebagai bahan baku utama dalam industri pangan dan non-pangan di berbagai belahan dunia.
Selanjutnya dijelaskan Dodik bahwa model kolaborasi ini merupakan upaya untuk memfasilitasi kerja sama antara petani sawit swadaya, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menerapkan standar ISPO.
“Tujuannya untuk memastikan bahwa produksi kelapa sawit di Provinsi Riau tetap berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,” katanya.
Menurutnya petani sawit swadaya memiliki peran sentral dalam model ini. “Mereka akan diberdayakan untuk memahami dan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan, seperti pengelolaan lahan yang baik dan pelestarian lingkungan. Selain itu, mereka akan mendapatkan dukungan teknis dan akses ke pasar yang lebih baik,” jelas Meyzi.
Lanjut Meyzi, harapan utamanya adalah menciptakan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan di Provinsi Riau, yang mampu memenuhi standar ISPO dan memitigasi dampak negatif pada lingkungan.
“Dengan melibatkan petani sawit swadaya, dia berharap dapat mencapai tujuan tersebut dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” tutupnya.
Kegiatan ini turut dihadiri anggota tim peneliti dan beberapa dosen FISIP Universitas Riau, yakni Mayarni, Harapan Tua RFS, Dedi Kusuma Habibie, Ahmad Jamaan, Masrul Ikhsan, Rahmanul, SAP dan Resa Vio Vani.
Sebagai informasi Perisai 2023 telah menjadi tonggak penting dalam pembahasan industri sawit Indonesia, dengan memberikan wadah untuk berbagi pengetahuan dan mendorong inovasi yang akan membentuk masa depan yang lebih berkelanjutan bagi sektor ini. Acara ini sendiri membuka jalan untuk kerja sama lebih lanjut dalam memajukan industri sawit tanah air.