Kolaborasi Multipihak Dukung UMKM Sawit Berkelanjutan di INACRAFT 2025

0

Jakarta – Lantunan gamelan dan hiruk-pikuk pengunjung memenuhi ruang Jakarta International Convention Center pada awal Oktober 2025. Di tengah lautan stan kerajinan tangan dari seluruh Nusantara, satu sudut menarik perhatian.

Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) dan SpaFactory Bali tampil berbeda: mereka membawa cerita tentang sawit, keberlanjutan, dan kreativitas yang berpadu dalam produk batik lilin serta rangkaian personal care.

Kehadiran mereka di INACRAFT 2025, pameran kerajinan terbesar di Asia Tenggara, bukan sekadar pamer karya. Di baliknya, ada pencapaian penting: sertifikasi RSPO Supply Chain Certification (SCC) yang berhasil diraih oleh FPKBL dan SpaFactory Bali. Sertifikasi itu menandai bahwa produk berbasis sawit yang mereka kembangkan—mulai dari batik wax, lilin dekoratif, lilin aromaterapi, hingga lini perawatan tubuh BOEMI Botanical—telah diakui sebagai bagian dari rantai pasok sawit berkelanjutan global.

Capaian ini tidak lahir dari kerja sendiri. Prosesnya didukung oleh WWF Indonesia dan CECT Universitas Trisakti yang memberi pendampingan teknis, Daemeter yang mengembangkan inovasi produk kreatif, serta Control Union sebagai lembaga audit resmi yang memastikan standar RSPO ditegakkan. Kolaborasi lintas pihak inilah yang akhirnya membuahkan pengakuan resmi dan menjadi tonggak baru bagi UMKM di sektor hilir sawit.

“Terima kasih kepada semua pihak atas dukungannya,” kata Alpha Febela Priyatmoko, Ketua FPKBL, di sela seremoni penyerahan sertifikat. “Komitmen ini membuat kami yakin bahwa kreativitas bisa berjalan seiring dengan keberlanjutan. UMKM batik seperti kami akhirnya bisa membuktikan bahwa keberlanjutan itu inklusif. Ini bukan hanya soal pasar, tapi juga soal semangat baru untuk berkreasi.”

Bagi Alpha, capaian ini bukan akhir, melainkan awal. Produk palm-based batik wax yang mereka kembangkan kini menemukan ruang lebih luas, sekaligus membuka jalan bagi inovasi lain seperti lilin dekoratif dan aromaterapi. Pasar domestik yang besar dan peluang ekspor yang terus terbuka memberi alasan kuat bagi UMKM untuk naik kelas dengan standar keberlanjutan global.

Nada serupa terdengar dari Dr. M. Windrawan Inantha, Deputy Director Market Transformation RSPO Indonesia. “Ini tonggak awal peningkatan konsumsi produk sawit berkelanjutan di Indonesia. Sertifikasi RSPO bukan hanya penting bagi petani kecil di hulu, tetapi juga krusial bagi UMKM di hilir seperti FPKBL dan SpaFactory Bali. Kreativitas dan keberlanjutan bisa berjalan berdampingan, dan UMKM memberi kontribusi nyata dalam transformasi industri sawit,” ujarnya.

Momentum itu makin menguat ketika panitia INACRAFT 2025 menggelar Craft Talk bertema “Sustainability Meets Creativity.” Sesi diskusi menghadirkan WWF, CECT Trisakti, Daemeter, RSPO, hingga Control Union. Mereka membagi pengalaman bagaimana sertifikasi bisa dijalankan oleh usaha kecil, bagaimana produk kreatif bisa tetap menjaga jejak keberlanjutan, dan bagaimana konsumen kini semakin kritis menilai asal-usul produk. Diskusi ditutup dengan seremoni resmi penyerahan sertifikat RSPO SCC kepada FPKBL dan SpaFactory Bali—sebuah simbol lahirnya babak baru bagi industri kreatif berbasis sawit.

Gayan Wejesiriwardana, Managing Director Control Union Indonesia, menegaskan arti penting sertifikasi ini. “Standar keberlanjutan kini bisa diakses UMKM. Ini jembatan agar mereka naik kelas dan memperkuat kepercayaan konsumen. Kreativitas lokal kini bisa disejajarkan dengan standar global. Kami percaya keberlanjutan dan daya saing harus inklusif,” katanya.

Implikasinya terasa luas. Produk sawit berkelanjutan yang lahir dari tangan UMKM tak hanya mengisi pasar domestik, tetapi juga memberi warna baru bagi sektor pariwisata dan ekspor. Bayangkan wisatawan mancanegara yang datang ke Bali dan pulang dengan membawa BOEMI Botanical, bukan sekadar oleh-oleh, melainkan simbol produk ramah lingkungan dari Indonesia. Atau batik Laweyan yang kini menggunakan lilin berbasis sawit berkelanjutan, memberi nilai tambah bagi seni tradisi sekaligus menegaskan komitmen etis.

Konteks lebih besar juga tak bisa diabaikan. Industri sawit Indonesia selama ini kerap dikaitkan dengan isu deforestasi, konflik lahan, dan praktik yang tidak ramah lingkungan. Namun, apa yang ditunjukkan oleh FPKBL dan SpaFactory Bali membuka perspektif lain: sawit bisa hadir sebagai bahan baku kreatif yang berkelanjutan, asalkan rantai pasoknya dijaga dan transparan. Dengan kolaborasi multipihak, UMKM pun bisa menjadi garda depan transformasi.

Lebih jauh, keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi UMKM lain di berbagai daerah. Jika batik Laweyan bisa memadukan seni tradisi dengan standar RSPO, dan pelaku industri spa di Bali bisa menghadirkan personal care ramah lingkungan, maka peluang terbuka lebar bagi kerajinan lain: mulai dari lilin, sabun herbal, hingga kosmetik berbasis bahan alami. Semua itu bisa masuk ke pasar global dengan label berkelanjutan yang semakin dicari konsumen.

INACRAFT 2025 akhirnya bukan sekadar pameran kerajinan, melainkan panggung kolaborasi. Di balik gemerlap lampu stan dan lalu-lalang pengunjung, ada pesan kuat yang dipancarkan: keberlanjutan tidak hanya milik perusahaan besar, melainkan bisa diraih oleh UMKM dengan dukungan jejaring yang tepat.

Ketika tirai pameran ditutup, batik Laweyan dan SpaFactory Bali membawa pulang lebih dari sekadar pesanan atau pujian. Mereka membawa legitimasi baru—bahwa produk kreatif berbasis sawit Indonesia bisa berdiri sejajar dengan produk dunia. Sebuah babak baru bagi UMKM, yang tak hanya berkarya, tapi juga ikut menulis kisah transformasi industri sawit berkelanjutan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini