Kwartal III 2023, Ekspor Produk Agro Industri Meningkat

0

Ekspor produk agro industri, termasuk didalamnya kelapa sawit tercatat tumbuh 3,78 persen pada kuartal III-2023. Jumlah ini berkontribusi terhadap PDB sektor nonmigas sebesar 50,87 persen.

Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, industri agro, utamanya sawit masih menunjukkan tren ekspansi yang terus meningkat hingga September 2023. Hal itu ditandai dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang tercatat pada level 52,51 persen, turun 0,71 persen dibandingkan bulan Agustus yang sebesar 53,22 persen.

“Industri agro sebagai industri yang termasuk induk industri kelapa sawit tercatat tumbuh 3,78 persen pada kuartal III-2023. Ataudengan kontribusi terhadap PDB sektor nonmigas mencapai 50,87 persen,” kata Putu dalam Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu,25/10/23.

Selain itu pada September 2023, Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia tercatat melambat di level 52,3 jika dibandingkan Agustus 2023 PMI Indonesia di level 53,9. Lebih lanjut, ia menjelaskan industri kelapa sawit Indonesia saat ini masih menduduki peringkat pertama untuk kontribusi pertumbuhan sektor industri agro, sehingga pemerintah menempatkan industri kelapa sawit sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional.hingga akhir 2022 mencapai 51,2 juta ton dengan total nilai ekspor sebesar 29,7 miliar dolar AS.

Masifnya jumlah produksi itu mendorong pemerintah untuk mulai berfokus pada aspek hilirisasi industri agar dapat menciptakan nilai tambah.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi implementasi dari European Union Deforestation Regulation (EUDR). Strategi tersebut juga dirancang untuk menepis tudingan industri kelapa sawit yang tidak berkelanjutan.

“Saat ini kita membangun strategi-strategi untuk mengatasi berbagai tudingan non sustainable di produk produk kelapa sawit kita,” kata Musdhalifah saat menyampaikan sambutan secara virtual.

Strategi pertama itu pemerintah tengah melakukan upaya revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Dalam Perpres tersebut, ditentukan Pelaku Usaha wajib mendapatkan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Rencananya Perpres tersebut akan diperluas dengan mengakomodir ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan aspek keberlanjutan.

“Perpres tersebut akan segera kita perluas dengan mengakomodir ketentuan sustainiblity dengan resident regulation. Sampai produk-produk hilir di negara kita,” ujar Musdhalifah.

Strategi kedua yakni membangun clearing house sebagai wadah bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk berdiskusi mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.

Adapun clearing house adalah forum untuk menyelesaikan permasalahan pengadaan dengan melibatkan stakeholder dan pihak lain yang dibutuhkan, sehingga dapat memberikan solusi yang komprehensif bagi para pihak.

Lebih lanjut, Musdhalifah menjelaskan bahwa sebelumya pemerintah telah membentuk gugus tugas (Joint Task Force) untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.

Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR.

Joint Task Force sendiri menjadi platform yang berfungsi sebagai mekanisme konsultatif untuk mendukung koordinasi dan mendorong pemahaman bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa terkait dengan EUDR.

Indonesia telah menyelenggarakan pertemuan Joint Task Force yang pertama pada Agustus lalu dengan hasil menolak penetapan petani dengan skala usah kecil (smallholder) tidak masuk dalam perdagangan Indonesia – Uni Eropa.

“Hasil kedua terkait sustainability scheme. Kita sudah memiliki susstainibility scheme yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011, dan kita ingin agar sustainibility yang kita miliki bisa di-acknowledge oleh Uni Eropa,“terangnya.

Rencananya pertemuan Joint Task Force kedua akan dilaksanakan pada 12 Desember 2023 mendatang.

“Kami dari kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Sekretariat yang dijalankan oleh CPOPC akan membuka berbagai pertemuan untuk menjaring berbagai usulan dan jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyampaikan China menjadi negara importir CPO terbesar di Indonesia. Kedua India, kemudian disusul oleh Uni Eropa.

Eddy memproyeksikan produksi CPO Indonesia akan mengalami penurunan karena adanya hambatan dari pasar global, salah satunya implementasi European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) sehingga hanya mampu memproduksi sekitar 50 juta ton pada 2028.

“Produksi CPO tahun 2028 diperkirakan 50 juta ton, dan dikhawatirkan masih pada 51 juta ton di 2035,” ujar Eddy

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini