Jujur harus diakui bahwa perkebunan sawit memiliki potensi yang cukup besar untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon dengan tiga skema penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) global. Ketiga skema itu adalah konservasi karbon stok, peningkatan karbon stok, dan penurunan emisi dalam proses produksi minyak sawit.
Pembaca sekalian yang kami hormati,
Hasil kajian Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) yang bertema “Carbon Trading dan Potensi Perkebunan Sawit Indonesia”, menyebutkan bahwa sawit dapat terlibat dalam perdagangan karbon melalui tiga skema.
Skema pertama adalah konservasi penyimpanan karbon. Sawit dapat menyimpan karbon melalui mekansime biosekuestrasi pada biomassa sawit. Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022, sawit dapat menyerap emisi hingga 972,5 mt CO2eq.
Skema kedua diupayakan melalui peningkatan penyimpanan karbon dengan menggunakan teknik agroforestri atau sistem pengelolaan pertanian yang menggabungkan dengan perhutanan. Selain itu, skema kedua juga dapat dilakukan dengan mengoptimalkan manajemen dan produktivitas sawit. Tidak hanya itu, inovasi teknologi pengolahan limbah tandan kosong juga bisa dilakukan.
Skema ketiga diusahakan melalui penurunan emisi karbon. Caranya dengan inovasi pupuk Controlling Release Fertilizer (CRF), mensubtitusi ke penggunaan pupuk organik, dan inovasi penangkapan metana atau methane capture untuk Palm Oil Mill Effluent (POME).
Pembaca sekalian …
Pada penerbitan edisi Juni 2024 ini, Majalah HORTUS Archipelago mengangkat potensi sawit dalam konteks menunjang perdagangan karbon di negara ini yang dikupas tuntas dalam Rubrik Liputan Khusus.
Perdagangan karbon, yang juga dikenal sebagai perdagangan emisi atau cap-and-trade, adalah suatu pendekatan berbasis pasar untuk mengendalikan polusi melalui pemberian insentif ekonomi kepada perusahaan dan negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) dan polutan lain yang berkontribusi pada pemanasan global.
Inti dari konsep ini adalah memberikan nilai finansial pada emisi karbon, sehingga perusahaan dan pemerintah terdorong untuk mengurangi emisi mereka agar memenuhi target tertentu.
Khusus untuk Rubrik Laporan Utama, kami menyajikan bahasan tentang rencana pengembangan dan penerapan program mandatori Biodiesel (B50) tahun 2029 yang diobsesikan oleh Presiden dan Wapres Terpilih Prabowo-Gibran.
Obsesi tersebut patut diapresiasi. Pasalnya, tidak saja akan memperkuat kemandirian energi di negara ini, tapi juga akan menghemat devisa dari impor minyak solar yang tentu cukup signifikan.
Saat Indonesia menerapkan program mandatori B35 saja mulai 1 Februari 2023, devisa negara yang bisa dihemat dari impor minyak solar mencapai US$10,75 miliar atau sekitar Rp161 triliun. Bisa dikalkulasi berapa banyak lagi devisa impor yang bisa dihemat negara ini jika mandatori B35 ditingkatkan menjadi B50 pada tahun 2029.
Pasangan tersebut menyebut pencapaian swasembada pangan, energi, dan air harus dilakukan secara cepat dan seksama. Mereka yakin Indonesia berpeluang menjadi raja energi hijau dunia. Hal itu akan diupayakan melalui pengembangan produk biodiesel dan bio-avtur dari sawit, bioetanol dari tebu dan singkong, serta energi hijau lainnya dari angin, matahari, dan panas bumi.
Di luar kedua rubrik andalan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan tulisan di rubrik lainnya yang tak kalah aktual dan menarik.
Dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami. ***
Baca/download:
https://s.id/26tIG
https://drive.google.com/file/d/1zw6lTnebnhJLbdioRFiJ_btcUzjovaLk/view?usp=sharing