Majalah HORTUS Archipelago Edisi 148 Januari 2025

2

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agaknya tak mau ambil risiko bakal kedodoran untuk mendanai Program Biodiesel (B) 40 yang rencananya akan mulai diterapkan per Januari 2025.

Itu pula sebabnya bisa dipahami bila seiring dengan pemberlakuan kebijakan mandatori biodiesel B40 tersebut, pemerintah seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto bahwa PE (Pungutan Ekspor) akan dinaikkan menjadi 10% untuk CPO, yang tadinya hanya 7,5% tersebut.

Sejauh ini, PE diterapkan secara progresif mengikuti harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) global. Namun, dalam beberapa bulan belakangan – dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing ekspor CPO asal Indonesia di pasar global – Kementerian Keuangan telah menurunkan pungutan ekspor (PE) untuk produk minyak sawit, menjadi 7,5%. Tak pelak, kebijakan yang diambil pemerintah tersebut menimbulkan dampak ikut berkurangnya penerimaan pungutan ekspor yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS).

Semula, BPDPKS menargetkan pungutan ekspor kelapa sawit sebesar Rp 27 triliun sepanjang tahun 2024.

Menurut Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Normansyah Hidayat Syahruddin, mulanya target pungutan ekspor kelapa sawit tahun 2024 ini sebesar Rp 27 triliun, namun diturunkan menjadi Rp 24 triliun. “Karena adanya penggunaan tarif baru, maka kami perkirakan itu target bisa turun menjadi Rp 24 triliun tahun ini,” ujarnya.

Rencana pemerintah ini kami angkat sebagai tema Rubrik Laporan Utama Majalah HORTUS Archipelago Edisi Januari 2025.

Sementara untuk Liputan Khusus, kami telah menyiapkan tulisan mengenai kepedulian Musim Mas terhadap petani sawit swadaya yang ada di sekitar kebun miliknya.

Perlu kami informasikan bahwa Musim Mas berkomitmen meningkatkan kapasitas pekebun swadaya dengan menerapkan perkebunan regeneratif (regenerative agriculture) berkelanjutan melalui program Biodiverse & Inclusive Palm Oil Supply Chain (BIPOSC). Lewat program BIPOSC ini, sejumlah pekebun swadaya memetik manfaatnya seperti peningkatan produksi.

Menurut Reza Rinaldi Mardja, Indonesia Communication Lead Musim Mas Group, BIPOSC yang dimulai sejak 2021 ini merupakan program kolaborasi antara Musim Mas dengan Livelihoods Fund for Family Farming (L3F), SNV Indonesia dan ICRAF. Dari data yang ada, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada 2023 tercatat mencapai 16,36 juta hektar, yang di mana 6,77 juta hektar atau 41 persen di antaranya merupakan perkebunan swadaya.

“Namun, pekebun swadaya kelapa sawit di Indonesia masih memiliki banyak tantangan, di antaranya adalah kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai praktik perkebunan yang baik, hasil kebun yang rendah, hingga terbatasnya akses pasar,” ungkap Reza dalam Media Tour ‘BIPOSC-Biodiverse and Inclusive Palm Oil Suply Chain’ Program Kolaborasi untuk mendorong Pekebun Swadaya Menerapkan Perkebunan Regeneratif Menuju Masa Depan Kelapa Sawit yang berkelanjutan, di Labuhanbatu Sumatera Utara (Sumut), baru-baru ini.

Untuk itu, lanjut Reza, diperlukan dukungan dan intervensi dari sejumlah pemangku kepentingan agar para pekebun swadaya ini dapat menerapkan best management practices (BMP) untuk mengelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan.

Di luar kedua rubrik andalan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan berita atau tulisan yang tak kalah hangat dan menarik di rubrik-rubrik lainnya.

Akhirnya, dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami. ***

 

https://drive.google.com/file/d/1WtvGniwP6UVfyJFnmaEtoa4FswwX1CLS/view?usp=sharing

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini