Kabar cukup mengagetkan itu datang dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Institusi ini mengusulkan agar kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng (migor) dirombak dari saat ini berdasarkan volume ekspor menjadi berbasis perhitungan volume produksi.
Usulan tersebut disampaikan Deputi III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono, di Jakarta, baru-baru ini. Menurutnya, kenaikan harga minyak goreng curah dan kemasan merek Minyakita terjadi akibat realisasi domestic market obligation (DMO) rendah. Realisasi DMO rendah lantaran pasar ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunan lesu.
Hal itu menunjukkan bahwa kebijakan DMO yang selama ini dianggap cukup bagus ternyata rawan atau memiliki risiko. Di kala pasar ekspor lesu, kebijakan yang bergantung pada volume ekspor tersebut menjadi kurang efektif.
Pembaca majalah ini yang kami banggakan,
Kelbihan dan kelemahan penerapan kebijakan DMO tersebut kami kupas tuntas dalam Rubrik Laporan Utama Majalah HORTUS Archipelago Edisi April 2024.
Sehubungan dengan usulannya itu, Edy meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag), Badan Pangan Nasional, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mempertimbangkan kembali untuk mengevaluasi kebijakan DMO itu. Salah satu opsinya adalah mengaitkan DMO dengan produksi, bukan lagi ekspor.
”Dengan begitu, kalau produsen memproduksi sekian ton CPO dan empat produk turunannya, maka sekian persen harus dialokasikan untuk minyak goreng curah dan Minyakita,” pintanya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta.
Pemerintah diharapkan mempertimbangkan kembali kebijakan DMO tersebut. Salah satu opsinya adalah mengaitkan DMO dengan produksi, bukan lagi ekspor.
Selama ini, pemerintah menerapkan kebijakan DMO untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng rakyat beserta bahan bakunya di dalam negeri. Minyak goreng rakyat itu berupa minyak goreng curah dan kemasan merek Minyakita.
Pembaca sekalian, untuk mengisi Rubrik Liputan Khusus pada edisi kali ini, kami mengangkat tema seputar peresmian pabrik minyak makan merah oleh Presiden Joko Widodo, belum lama ini, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
“Kita bangun Pabrik Minyak Makan Merah ini yang pertama kali dan ini kita harapkan dapat memberi nilai tambah yang baik bagi petani sawit, utamanya yang sudah dalam bentuk koperasi,” kata Jokowi saat meresmikan pabrik minyak makan merah tersebut.
Dengan peresmian tersebut, minyak sawit merah atau minyak makan merah kini sudah mulai diproduksi di Indonesia. Minyak goreng jenis ini lebih murah ketimbang minyak goreng yang umumnya jernih yang ada di pasaran. Paling tidak, hal ini terungkap dari penjelasan Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Di luar kedua rubrik andalan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan tulisan di rubrik lainnya yang tak kalah aktual dan menarik.
Dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami.
Dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami. ***
Baca/download
https://drive.google.com/file/d/1jrTc9hKGZFi4G4vEC31qi1dIn4jr4F8q/view?usp=sharing