Tekad Wilmar mengintegrasikan prinsip hak asasi manusia (HAM) ke dalam praktik bisnisnya kembali mendapat sorotan positif. Pada Selasa malam, 26 November 2025, Setara Institute menganugerahi perusahaan tersebut sebagai Early Adopting Company dalam ajang Anugerah Bisnis dan HAM di Jakarta.
Predikat itu disertai rating B, menandai bahwa perusahaan dianggap telah menapaki tahap awal pemenuhan standar bisnis yang menghargai HAM.
Setara Institute menjelaskan bahwa kategori Early Adopting Company diberikan kepada korporasi yang sudah menempatkan isu HAM sebagai bagian dari kebijakan dan praktik operasionalnya. Namun, pendekatan yang ada masih dianggap memerlukan penguatan agar mampu terintegrasi lebih sistematis dan menyentuh seluruh rantai bisnis. Wilmar menjadi salah satu perusahaan yang menonjol dalam kategori tersebut tahun ini.
Penghargaan diserahkan dalam acara bertema “Perbaikan Berkelanjutan Korporasi dalam Praktik Bisnis yang Bertanggung Jawab sebagai Kunci Pembangunan Nasional”. Acara tersebut menghimpun perwakilan perusahaan, pemangku kebijakan, peneliti, dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini terlibat dalam advokasi pembangunan berkelanjutan.
Dalam keterangan resminya, Human Capital Head Wilmar, Erlina Panitri, menyebut penghargaan ini sebagai penguatan moral bagi perusahaan untuk terus melangkah ke arah tata kelola bisnis yang lebih bertanggung jawab. “Kami bersyukur karena apa yang kami laksanakan mendapatkan pengakuan positif dari pihak independen. Penghargaan ini menjadi penyemangat bagi kami untuk terus meningkatkan praktik bisnis yang berkelanjutan dan berperspektif HAM,” ujarnya.
Menurut Erlina, perusahaan telah berupaya menyeimbangkan kebutuhan bisnis dengan penghormatan terhadap hak-hak dasar para pekerja, komunitas sekitar, dan para pemangku kepentingan lain. Upaya itu, kata dia, menjadi salah satu pilar keberlanjutan Wilmar. “Keseimbangan antara bisnis dan HAM adalah salah satu prasyarat utama bagi keberlanjutan perusahaan,” ucapnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu HAM dalam praktik bisnis semakin mendapat perhatian di sektor agribisnis. Tekanan publik, tuntutan pasar global, serta standar keberlanjutan internasional mendorong perusahaan untuk memastikan operasi mereka tidak menimbulkan pelanggaran atau dampak negatif terhadap masyarakat. Di sisi lain, perusahaan dituntut memastikan pekerja memperoleh perlindungan layak, termasuk terkait kondisi kerja, kesempatan yang adil, dan sistem pengaduan yang transparan.
Setara Institute menilai bahwa perusahaan dengan rating B umumnya telah memiliki kerangka kebijakan internal terkait HAM, mulai dari pedoman perilaku, standar ketenagakerjaan, hingga mekanisme pemantauan. Namun, pelaksanaan di lapangan masih perlu diperluas agar memastikan komitmen tersebut berjalan merata di seluruh unit usaha dan rantai pasok. Pada tahap ini, penguatan kapasitas internal dan konsistensi menjadi tantangan utama.
Lembaga yang berdiri sejak 2005 itu dikenal luas sebagai salah satu institusi riset dan advokasi HAM paling aktif di Indonesia. Selama bertahun-tahun, Setara Institute memantau berbagai isu seperti kebebasan beragama dan berkeyakinan, toleransi sosial, demokrasi lokal, hingga etika korporasi. Selain itu, lembaga ini rutin menerbitkan beragam laporan tahunan, termasuk Indeks Kota Toleran serta penilaian terhadap komitmen lembaga publik dan privat dalam memenuhi standar HAM.
Anugerah Bisnis dan HAM merupakan salah satu agenda terbaru Setara Institute untuk mengukur sejauh mana pelaku usaha di Indonesia menginternalisasi prinsip tanggung jawab sosial dan HAM. Penilaian dilakukan melalui dokumentasi kebijakan, wawancara, dan peninjauan praktik di lapangan.
Bagi Wilmar, pengakuan ini menandai langkah lanjutan perusahaan dalam menempatkan keberlanjutan sebagai landasan kerja. Tantangan tentu masih ada, terutama memastikan seluruh lini operasi mematuhi standar HAM yang konsisten. Namun bagi Setara Institute, capaian perusahaan dalam tahap awal tetap patut dicatat, terutama di tengah dorongan nasional agar dunia usaha semakin terlibat dalam pembangunan yang inklusif dan bertanggung jawab.
Penghargaan tersebut menjadi penanda bahwa agenda bisnis dan HAM bukan lagi berjalan di dua jalur terpisah, melainkan mulai bertemu di titik yang sama: keberlanjutan jangka panjang.





























