Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) membawa manfaat signifikan bagi industri kelapa sawit di Indonesia, baik dari sisi perusahaan maupun pekebun.
Menurut Direktur Lembaga Sertifikasi Mutu Indonesia Strategis Berkelanjutan (LS-MISB), Rismansyah Danasaputra, sertifikasi ini memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas, kualitas, dan keberlanjutan lingkungan dalam sektor kelapa sawit.
Dari sisi lingkungan, kata Rismansyah, ISPO berkontribusi pada pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Pekebun yang bersertifikat diwajibkan untuk menjaga lingkungan dan menghindari praktik yang dapat merusak ekosistem.
“Dia tentu akan lebih terjaga lingkungannya. Jadi, tidak sembarangan dia tanam segalanya. Jadi lebih tertiblah tata kelola lebih bagus dengan ISPO itu. Itu dari sisi perusahaannya,” papar Rismansyah.
“Begitupun dengan pekebun, berkebunnya akan lebih baik. Jadi kalau, kan sawit ini sangat sensitif pada pupuk gitu. Nah, pekebun kalau tidak ada ISPO, barangkali dia mungkin difokus setahun sekali atau mungkin gak pupuk gitu, yang penting panen. Tapi dari ISPO kan otomatis akan diperiksa,” sambungnya.
Manfaat lain dari sertifikasi ISPO adalah kemudahan akses terhadap kredit perbankan. Bank cenderung lebih percaya dan lebih mudah memberikan pinjaman kepada pekebun yang sudah bersertifikat, karena sertifikasi ISPO menjamin legalitas dan kepatuhan mereka.
“Kalau sudah ISPO, teman-teman sangat mudah mendapatkan kredit dari bank atau pinjaman. Untuk bank, perbankan, yang sudah ISPO itu mereka terbantu karena sudah pasti legalitasnya terjamin, dari sisi HGU-nya, luas lahan, segala macam. Tapi kalau yang belum ISPO, saya mendengar agak sulit,” kata Rismansyah.
Rismansyah juga mengungkapkan bahwa pekebun yang telah bersertifikasi ISPO dapat merasakan keuntungan tambahan dalam hal harga jual lahan.
Sebagai contoh, salah satu kooperasi di Jambi yang telah lama mendapatkan sertifikasi ISPO dapat menjual lahannya dengan harga antara 100 hingga 200 juta per hektare, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang belum bersertifikat ISPO.
Selanjutnya, manfaat lain dari sertifikasi ISPO ialah peningkatan posisi tawar pekebun. Dengan bergabung dalam kelompok yang tersertifikasi, pekebun memiliki kekuatan negosiasi yang lebih besar saat menjual produk mereka.
“Jadi itu beberapa perusahaan yang sudah bersertifikat ISPO ada harga agak spesial yang mereka buat, walaupun harga standar tetap ada dari pemerintah. Tapi ada semacam insentif yang lain, yang tidak blak-blakan dibuka. Nah itu yang membuat para pekebun bisa merasakan,” ujarnya.
Dari sisi global, lanjut dia, ISPO memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan hidup. Beberapa negara, terutama di Eropa, hanya menerima produk kelapa sawit yang benar-benar memenuhi standar keberlanjutan.
Meskipun saat ini perbedaan harga ini belum terlalu terasa karena banyak pekebun yang belum bersertifikat, ke depan, perbedaan harga ini akan semakin jelas dan menjadi faktor penting dalam daya saing produk di pasar global.
“Pada akhirnya akan ke sana. Nah, sekarang masih belum karena itu tadi masih banyak yang belum sertifikat mendapatkan ISPO dibanding yang sudah bersertifikat,” ujar Rismansyah.
Data terkini dari Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan bahwa hingga Januari 2024, terdapat 1.050 entitas yang telah mendapatkan sertifikasi ISPO. Angka ini terdiri dari 76 perusahaan negara, 893 perusahaan swasta, dan 81 kelompok pekebun.
“Nah, dalam perkembangannya kita juga kan di lembaga sertifikat MISB lah misalnya ini dalam minggu ini aja sudah bertambah antara 15 sampai 20 pekebun dalam proses sertifikasi. Tapi belum diaudit, masih tahap mendaftar,” kata Rismansyah.
Meski sertifikasi ISPO baru mencakup sekitar 37 persen dari total luas lahan kelapa sawit, yaitu 5,6 juta hektare dari 16,38 juta hektare, pencapaian ini menunjukkan kemajuan positif.
“Tapi di sisi lain untuk perusahaan sudah yang saya bilang tadi, sudah di atas 60 persen rata-rata. Tinggal sebentar lagi. Ya, tentu harapan kita Januari 2025 meningkat lagi,” kata Rismansyah.