Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri), Muslim menyebut banyak negara besar dari Barat dan Eropa sebenarnya iri dengan keunggulan sawit Indonesia.
Hal itu dia sampaikan pada workshop hilirisasi minyak sawit menjadi produk oleopangan, oleokimia dan biofuel: peluang dan tantangan, yang digelar di Palembang baru-baru ini.
“Indonesia bisa menjadi raja sawit dunia, karena luasnya efisien dan penggunaan lahan sedikit hanya 4,5 persen dari total lahan produksi minyak nabati. Akan tetapi, bisa menghasilkan 34,2 persen minyak sawit nabati dunia,” kata dia seperti dikutip dari Antara.
Sementara kedelai, lanjut Muslim, menggunakan lahan 40,5 persen, namun produksi yang menggunakan lahan luas tersebut hanya 30,2 persen.
Di samping itu, sawit lebih murah untuk diproduksi dibandingkan dengan yang lain seperti kedelai, minyak matahari, jagung, olive oil, dan lain-lain.
Oleh karena itu, sawit merupakan anugerah dan suatu keunggulan yang luar biasa dimiliki negara Indonesia.
Industri sawit juga berkontribusi menyerap 16,5 juta tenaga kerja dan mampu menghidupi 70,4 juta jiwa di Indonesia.
Peluang produksi sawit begitu banyak apabila hilirisasi dilakukan seperti untuk sabun, detergen, biodiesel, margarin, hingga produk makanan lainnya.
“Artinya, kita bisa dikatakan sejak bangun tidur sampai tidur lagi ini sawit terus yang mendampingi. Bisa dikatakan miracle plan,” kata Muslim.
Dia juga menyebut, hilirisasi sawit Indonesia menghadapi belbagai tantangan mulai dari produksi sentra masih sangat terbatas hingga riset dan sumber daya manusia yang masih kurang.
Indonesia juga menghadapi tantangan dari negara maju, yang menjual CPO atau PKO mengolah bio energi bisa untung banyak yang didapatkan oleh negara luar.
Negara lain juga menahan laju perkembangan sawit nasional dengan isu merusak lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, kerusakan lingkungan dan sebagainya.