Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan dua faktor utama yang membuat harga bawang putih tak kunjung sesuai dengan Harga Acuan Penjualan (HAP) sebesar Rp 38.000 per kilogram.
Pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), harga bawang putih di pasaran masih tinggi. Saat ini, harga bumbu dapur tersebut masih bertahan di kisaran Rp 50.000—Rp 60.000 per kilogram.
Arief mengatakan, penyebab pertama kenaikan harga bawang putih adalah melonjaknya harga di negara asal, Tiongkok, yang saat ini mencapai 1.200 hingga 1.400 dolar AS per metrik ton.
“Pertama memang harganya kan sekitar 1200–1400 dolar AS per metrik ton ton di China,” kata Arief menerima kunjungan Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, Eto Taku, di Kantor Bapanas, Jakarta, Selasa (29/4).
Selain faktor harga dari negara asal, mantan Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya ini juga menyebutkan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah turut memberi dampak terhadap harga bawang putih.
Nilai tukar rupiah yang sebelumnya berkisar di angka Rp 13.500—Rp14.000 per dolar AS kini melemah menjadi sekitar Rp 16.000—Rp 17.000. Hal ini, menurut Arief, tidak hanya memengaruhi harga bawang putih, tetapi juga seluruh produk impor.
“Currency (nilai tukar) itu memang impact-nya kepada harga bawang putih bukan cuma bawang putih, semua produk yang dilakukan importasi,” kata Arief.
Hal ini yang membuat para pengusaha tidak mengimpor dalam jumlah besar stok untuk 4–5 bulan ke depan. Impor yang dilakukan biasanya hanya untuk memenuhi kebutuhan stok selama satu hingga satu setengah bulan.
“Jadi, pada saat seperti hari ini, harga mengalami fluktuasi. Impor yang dilakukan pun hanya untuk stok sebulan hingga satu setengah bulan saja, mengingat fluktuasi harga dan kondisi geopolitik yang tidak stabil,” kata Arief.
Namun, meski menghadapi kenaikan harga, Arief menyatakan, inflasi Indonesia relatif terkendali komoditas volatile. Inflasi tetap dijaga pada kisaran 3 persen, dengan pasokan barang tetap tersedia di pasar meskipun harganya tinggi.
“Kalau main ke pasar, masih ada bawang putih, masih ada daging, meskipun harganya memang lebih tinggi,” tutur Arief.
Arief juga menegaskan, saat ini belum ada rencana langkah intervensi khusus, seperti program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), untuk menekan harga bawang putih di pasaran.
“Hari ini kita belum bisa menyampaikan bahwa bawang putih perlu diintervensi. Hari ini belum ada, ya, khusus untuk bawang putih,” ujar Arief.
Namun, Arief menegaskan, langkah antisipatif tetap dilakukan, termasuk menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan seperti ID Food untuk menyimpan stok cadangan bawang putih.
Kebutuhan bawang putih nasional sekitar 600 ribu ton. Pemenuhannya sebagian besar berasal dari impor dari Negeri Tirai Bambu.
“Kita sudah minta, ya. Jadi sambil mempersiapkan, ID Food harus mempersiapkan cadangan. Kalau nggak salah, terakhir kita minta ID Food untuk memiliki cadangan bawang putih sekitar 5.000–6.000 ton. Supaya ada cadangan,” kata Arief.