
Menghadapi musim kemarau yang sudah mulai terasa di berbagai wilayah Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) mempercepat langkah-langkah strategis untuk meningkatkan produksi padi.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan peningkatan produksi ini ditempuh melalui program Perluasan Areal Tanam (PAT) Padi.
Dedi menjelaskan bahwa program PAT Padi terdiri dari tiga kegiatan utama. Pertama, optimasi lahan rawa dengan target 500.000 hektare. Tujuan dari optimasi ini adalah meningkatkan indeks pertanaman dari satu kali menjadi dua kali per tahun.
“(Hal ini dicapai) dengan optimasi lahan berupa perbaikan saluran air, berupa perbaikan gorong-gorong, pintu air,tanggul, dan lain sebagainya,” kata Dedi pada Konferensi Pers Training of Trainers (TOT): `Peningkatan Produksi Padi di Musim Kemarau`, Jakarta, Senin (22/7).
Kegiatan kedua, lanjut Dedi, pompanisasi di lahan sawah tadah hujan. Biasanya, sawah tadah hujan hanya ditanam sekali selama musim hujan. Sehingga, dengan adanya teknologi irigasi dan pompa air, diharapkan dapat ditanami dua kali dalam setahun.
“Sawah-sawah kita yang dekat dengan sungai masih bisa diirigasi, disedot airnya dengan pompa, masukkan di lahan pertanian kita, kemudian petani bisa tanam 2 kali dalam 1 tahun,” kata dia.
Ketiga adalah tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan, baik di lahan sawit maupun lahan perkebunan lainnya. Ini bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan lahan perkebunan yang dapat ditumpang-sisip dengan padi.
“Kemudian tumpang sisip di lahan perkembunan, baik itu di lahan sawit maupun di lahan perkembunan lainnya,” kata Dedi.
Pemerintah saat ini memang tengah fokus menggenjot produksi beras. Alasan utamanya karena produksi beras nasional menurun dari 31,5 juta ton pada 2022 menjadi 30,2 juta ton pada 2023.
Sementara itu, disebutkan Dedi, konsumsi beras bulanan Indonesia mencapai sekitar 2,6 juta ton, sehingga dalam setahun diperlukan sekitar 31,2 juta ton.
“Berarti di dalam satu tahun kurang lebih 31,2 juta ton, sehingga untuk konsumsi saja beras kita tidak cukup. Kita kurang sekitar 1 juta ton. Belum cadangan beras pemerintah (CBP),” kata Dedi.
Dedi mengatakan, setiap tahun Perum Bulog harus menyerap beras untuk CBP sekitar 2,5 juta ton, sehingga ada kekurangan beras pada tahun 2023 sekitar 3,5 juta ton.
Di saat yang sama, lanjut Dedi, negara-negara eksportir beras seperti India, Vietnam, Myanmar menyetop untuk tidak jual beras keluar untuk mencukupi kebutuhan negara mereka sendiri.
“Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, solusi kita adalah swasembada. Kita mesti genjot produksi kita untuk memenuhi kebutuhan beras kita melalui PAT Padi,” tegas Dedi.
Dalam menghadapi musim kemarau yang semakin mendekat, Dedi mengimbau para penyuluh pertanian untuk memfokuskan upaya mereka dalam meningkatkan produksi padi.
“Nah, musim kemarau ini kita harus genjot produksi pada sawah kita baik yang ada di rawa, baik yang ada di sawah irigasi, yang ada di sawah tadah hujan,” ajak Dedi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena La Nina akan terjadi pada bulan September, yang berarti curah hujan akan lebih tinggi dari biasanya. Namun, prediksi ini menyiratkan bahwa bulan September dan Oktober masih akan cenderung kering.
“Nah musim kemarau ini kita harus genjot produksi beras kita. Kita harus kejar produksi padi sawah kita, baik yang ada di lahan rawa, yang ada di sawah irigasi, yang ada di sawah tadah hujan, termasuk yang ada di tumpang sisip padigogo. Dengan tanaman-tanaman perkebunan,” sambung dia.
Untuk mendukung upaya ini, Dedi menggarisbawahi pentingnya memberikan pelatihan kepada para penyuluh pertanian, petani, widyaisawa, guru dan dosen.
“Untuk mengejut produksi ini tentu para penyuluh, para petani, para widyaiswara, para dosen harus kita bekali dengan berbagai inovasi teknologi yang dapat mengejut produktivitas dan produksi sawah kita,” ujar Dedi.
Sebagai bagian dari upaya ini, BPPSDMP akan mengadakan pelatihan ToT pada tanggal 29 atau 30 bulan ini untuk penyuluh, widyaiwara, guru, dan dosen di seluruh Indonesia.
Pelatihan ini akan mencakup bimbingan teknis (Bimtek) tentang inovasi teknologi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sawah.
“Pelatihan ini akan fokus pada program utama Kementan, yaitu PAT melalui optimasi lahan rawa, pompanisasi di lahan sawah terhujan, dan tumpang sisip padigogo di perkebunan,” papar Dedi.
Pelatihan ini akan digelar secara offline di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang dan secara online serentak di UPT Pelatihan, Kantor Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di seluruh Indonesia.
Peserta pelatihan ditargetkan sebanyak 47.764 orang yang terdiri dari 185 Widyaiswara, 262 Dosen, 70 Guru, dan 47.247 penyuluh pertanian (PNS, PPPK, THL Pusat, THL Daerah) di seluruh Indonesia.
Dengan pelatihan ini, Dedi berharap dapat mempersiapkan para petani dan penyuluh untuk menghadapi tantangan musim kemarau dan meningkatkan produksi padi nasional.