Luas Tanaman Aren dan Potensinya di Indonesia

0
Petani sedang membersihkan pohon aren. (Foto: Disbunkaltim)

Luas areal tanaman aren di Indonesia diperkirakan mencapai 61.924 hektare yang tersebar di 26 provinsi. Areal tanaman aren bertambah rata-rata 2,0 persen dengan laju pertumbuhan produksi 1,9 persen per tahun.

Produk utama yang diharapkan dari aren adalah nira yang disadap dari mayang. Dalam perkembangannya, bagian-bagian lain dari tanaman aren mulai dilirik, karena juga memiliki nilai tambah.

Seperti halnya kelapa, tanaman aren juga merupaka tanaman serbaguna karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Nira sebagai produk utama aren memiliki produktivitas antara 8-22 liter/pohon/hari, dan bahan baku gula cetak, gula cair, dan gula semut. Selain itu, nira aren dapat diolah menjadi palm wine dan minuman ringan.

“Teknologi pengolahan produk pangan dari aren telah tersedia, yang diharapkan dapat menambah keragaman produk pangan, sekaligus meningkatkan kesehatan masyarakat, dan pendapatan petani,” kata Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan PRTPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Suzanne Laura Liwu beberapa bulan lalu.

Batang aren atau bagian empulur dapat diolah menjadi pati dengan produktivitas 60-70 kg per pohon. Pati aren dapat mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit, makanan pendamping air susu ibu (MPASI), mie, dan bahan baku edible film.

Buah aren umumnya diolah menjadi kolang kaling dan dapat diproses lebih lanjut menjadi berbagai produk. Tepung biji buah aren dapat digunakan sebagai campuran kitosan atau polisakarida alam, untuk menghasilkan edible film yang lebih fungsional karena bersifat antibakteri dan antijamur.

“Aren atau Arenga pinnata Merr adalah tanaman perkebunan yang potensial untuk bahan pangan. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 0-1.400 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan maupun nonpangan. Produk utamanya masih terfokus pada nira sebagai bahan baku gula, baik dalam bentuk padat, maupun cair,” paparnya.

Dalam perkembangannya, nira aren juga dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Bagian lain dari tanaman aren yang bermanfaaat adalah akar, batang, ijuk, mayang/bunga, daun/lidi, dan buah. Jika semua bagian tanaman aren dimanfaatkan sebagai sumber pangan, maka nilai ekonominya akan meningkat.

Bagian tanaman aren yang dapat menghasilkan bahan pangan adalah batang, mayang, dan buah. Batang tanaman aren yang sudah berumur 15-20 tahun dapat ditebang dan diolah dalam bentuk tepung dengan volume 60-70 kg per pohon.

Pati aren dapat mensubstitusi tepung terigu untuk berbagai produk pangan yang menggunakan bahan baku tepung dan sebagai bahan baku edible film dan edible coating. Kandungan karbohidratnya 89,31 persen (Surgawi et al. 2012), mirip dengan pati sagu, dan dapat menjadi bahan baku beras analog.

Menurutnya, Esktrak akar aren mengandung senyawa organik, antara lain flavonoid, alkaloid, steroid, tanin, saponin, antrakuinon, dan terpenoid yang bermanfaat untuk kesehatan. Teknologi pengolahan produk pangan dari aren telah tersedia dan sudah diterapkan oleh sebagian petani dan industri rumah tangga. Sebagian petani masih memerlukan pelatihan dalam menerapkan teknologi pengolahan aren agar dapat menghasilkan produk pangan komersial.

Selain sebagai sumber pangan, produk lain yang dapat diperoleh dari tanaman aren adalah ijuk sebagai bahan baku tali, sapu, atap, dan resapan air pada kontruksi lapangan. Produk olahan berbasis aren perlu ditingkatkan daya guna dan daya saingnya untuk ketahanan pangan.

Tanaman aren akan matang pada umur 6-12 tahun dan penyadapan terbaik adalah pada umur 8-9 tahun pada saat keluar mayang, dilakukan pada pagi dan sore hari. Produktivitas nira aren berkisar antara 8-22 liter per pohon per hari dan berbeda antar lokasi dan ketinggian tempat.

Kadar gula nira dapat mencapai 14 persen, tetapi rendemen umumnya rata-rata 10 persen. Dari 10 liter nira aren diperoleh 1 kg gula, bergantung kadar gula dan kandungan lainnya pada nira. Oleh karena itu, produksi nira diperkirakan 533.860.000 liter per tahun.

“Buah aren dalam jumlah besar terdapat pada tongkol yang bercabang, kadang-kadang terdapat lima mayang buah yang masing-masing dengan bobot 50-100 kg. Bentuknya segitiga tumpul atau bulat lonjong dengan puncak yang tertekan ke bawah, Panjang, dan diameter 3-5 cm. Daging buah berwarna putih kekuningan, lunak, dan dapat menyebabkan gatal bila kena kulit karena banyak mengandung kristal kalsium oksalat yang berbentuk jarum,” ungkapnya.

Biji aren umumnya tiga buah dengan panjang 2,5- 3,5 cm dan lebar 2,0-2,5 cm. Buah aren yang juga disebut beluluk atau caruluk memiliki 2-3 butir inti biji atau endosperma berwarna putih. Terbungkus oleh batok tipis yang keras, inti buah yang muda, masih lunak, dan agak bening.

Empulur atau gumbar dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan pati aren, meski kualitasnya tidak seperti pati sagu rumbia. Setiap pohon aren dapat menghasilkan pati 60-70 kg. Pati aren dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai jenis kue kering atau makanan tradisional.

Data menunjukkan, jika nira aren diproses menjadi minuman tradisional atau tuak, pendapatan yang diperoleh Rp 29.869.379 per tahun atau Rp 2.489.114 per bulan. Apabila diolah menjadi gula akan diperoleh pendapatan Rp1.926.785 per bulan.

Produk berikutnya dari aren berupa kolang kaling sebagai salah satu produk yang banyak dibutuhkan pada hari raya keagamaan. Produk ini tidak hanya dapat ditemukan di pasar tradisional tetapi juga di pasar modern/swalayan. Jika satu pohon aren menghasilkan 7-8 mayang betina, dan jumlah buah berkisar antara 5.000-8.000 per mayang, maka kolang-kaling yang dihasilkan rata-rata 6.500 buah/mayang atau ±46.240 buah/pohon.

Di pasar tradisional, ujar Suzanne, kolang kaling biasanya dijual dalam satuan liter. Dalam 1 liter terdapat sekitar 50 buah kolang-kaling, sehingga dari satu pohon diperoleh 924,8 liter (1 liter = 0,8 kg), atau setara dengan 739,84 kg. Harga kolang kaling Rp 10.000/liter atau Rp 12.000/kg, sehingga pendapatan dari buah aren jika diolah menjadi kolang-kaling adalah Rp 9.248.000/tahun atau Rp 770.667/bulan.

Suzanne menyimpulkan, nilai tambah pengolahan produk aren dapat ditingkatkan melalui diversifikasi produk.

“Berbagai teknologi pengolahan produk aren telah tersedia, hanya diperlukan upaya sosialisasi atau pelatihan kepada petani, atau pelaku industri rumah tangga. Hal ini agar teknologi tersebut dapat diterapkan untuk meningkatkan pendapatan,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini