Petani sawit cemas dengan aksi pencurian Tandan Buah Segar (TBS) sawit bahkan adapula penjarahan terhadap kebun petani di Seruyan dan Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah.
Kerugian yang dialami cukup besar hampir puluhan bahkan ratusan juta tiap bulannya akibat buahnya dicuri, ini belum termasuk kerugian rusaknya tanaman karena buah belum matang juga diambil.
JMT Pandiangan, Petani Sawit asal Kalimantan Tengah menjelaskan bahwa jumlah Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang dicuri dari kebunnya mencapai 6 ton tiap bulan. Dari jumlah tersebut, nilai kerugian diperkirakan mencapai puluhan juta sampai ratusan juta dalam setahun yang harus ditanggung petani.
Kebun saya di Kotawaringin Timur hampir tiap bulan mengalami pencurian buah, bahkan terindikasi penjarahan karena melibatkan banyak orang. Sebenarnya persoalan ini sudah terjadi semenjak 3 tahun lalu, memang menjelang akhir tahun ini makin marak. Tidak hanya kebun perusahaan yang dijarah tetapi juga kebun masyarakat petani,” kata JMT Pandiangan yang kebunnya berlokasi di Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dalam keterangan tertulis.
Akibat dari penjarahan ini, pendapatan petani ikut tergerus bahkan mengancam keberlanjutan produksi TBS sawit. “Mereka yang menjarah ini merusak pohon, karena yang diambil itu buah belum matang. Kerugiannya jauh lebih besar. Sebenarnya, kami beberapa kali sudah pernah menangkap pencurinya tetapi tidak jera,” keluh Pandiangan.
Tokoh pemuda asal Seruyan, Kalimantan Tengah, Afner Juliwarno mengatakan, gerombolan pencuri sawit saat ini mulai seperti wabah, karena sudah dilakukan orang ratusan bahkan ribuan orang.
“Yang mencuri itu ribuan orang. Jadi mencurinya itu siang hari. Pencurian massal ini. Sekarang banyak juga kebun masyarakat yang dicuri. Mereka babat juga kebun masyarakat kalau kebun perusahaan diperketat,” ujar Afner saat dihubungi, Kamis (30/11/2023) malam.
Dia mengungkapkan polisi sejatinya sudah beberapa kali menangkap gerombolan para pencuri sawit kebun perusahaan. Hanya saja, ujar Afner, polisi kerap membebaskan pencuri tersebut karena permintaan perusahaan yang merasa terintimidasi oleh rekan-rekan pencuri. Padahal, mereka sudah mencuri berton-ton TBS.
“Semua sudah tahu, siapa pencuri siapa-siapa. Tapi ada beberapa pertimbangan dari kepolisian, masyarakat yang mengaku rekan yang mencuri ini bergerombol datang, mengancam jika tidak dilepaskan teman-temannya akan dihancurkan tempat-tempat kantor pos-pos perusahaan,” ujar Afner.
Menurutnya, para pencuri tersebut rata-rata bukan berasal masyarakat yang ada di sekitar kebun sawit. Namun, mereka berasal dari wilayah luar kecamatan bahkan di luar Kabupaten Seruyan. Selain itu, Afner memastikan, rata-rata pencuri tersebut bukan asli suku Dayak.
“Biasa mereka membawa nama adat, Dayak itu bisa diselidiki, karena pencuri ini tidak terkait dengan adat atau pun Dayak. Ini murni kriminal,” ucapnya.
Yang menjadi miris lagi, lanjut Afner, motif gerombolan pencuri sawit tersebut bukan karena desakan ekonomi, melainkan untuk konsumsi narkoba. Dia mendesak polisi untuk juga menindak para pengedar narkoba yang ada di Seruyan.
“Masyarakat mencuri itu bukan untuk makan tapi untuk sabu. Saya pastikan itu bukan untuk kebutuhan ekonomi,” jelas Afner.
Afner yang juga menjabat Ketua DPD LSM LIRA Seruyan itu mengaku khawatir akan mengancam sawit-sawit petani mandiri dan masyarakat sekitar perkebunan sawit. “(Pencurian) menurun ke anak cucu mereka, karena itu jadi karakter. Dan wilayah kita nanti akan terkenal dengan orang orang yang mencuri. Kita tidak mau begitu,” tutur Afner.
Lebih lanjut, Afner berharap juga kepada aparat hukum agar tidak hanya menangkap para pencuri sawit, tapi juga menangkap penadah-penadahnya. Sebab, para penadah atau pengepul tersebut yang menampung TBS-TBS hasil curian.
“Mereka membeli buah, ditampung, ditimbang. Jadi buah tersebut dijual kembali ke pabrik. Harganya sih lumayan mahal tapi tidak terverifikasi. Mungkin dalam satu ton, kurangnya bisa ratusan kilogram,” ungkap Afner yang juga mengaku memiliki kebun sawit seluas 3 hektar.
“(Kami) meminta ke pihak kepolisian untuk menindak para pengepul buah hasil curian, jangan hanya pencurinya juga termasuk pengedar narkoba. Mereka biang keroknya,” urainya.
Senada dengan Afner. JMT Pandiangan meminta aparat penegak hukum bertindak lebih tegas terhadap aksi pencurian yang mengarah penjarahan buah sawit baik di kebun perusahaan dan petani masyarakat. Karena aksi tersebut tidak dapat dikategorikan tindak pidana ringan (tipiring) melainkan sudah mengarah kriminalitas yang melibatkan banyak orang dan terorganisir.
“Kami minta aparat tegas, petani sudah resah dan pendapatan mereka jelas semakin berkurang. Kalau ini dibiarkan, kasihan nasib petani masyarakat yang mengelola kebun,”pungkas Pandiangan.