Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) mengatakan akan mendukung upaya Kementerian Pertanian dalam melakukan penguatan dan akselerasi (percepatan) pembangunan pertanian. Peragi menyatakan, akan mendorong secara aktif untuk peningkatan produktifitas bidang pertanian.
“Peragi bertekad untuk mewujudkan pertanian memiliki produktivitas tinggi dan efisien melalui kiprahnya saat ini dan ke depan,” kata Ketua Umum Peragi Andi Muhammad Syakir saat pelantikan pengurus pusat periode 2019-2022 di Bogor, Rabu (4/12).
Syakir menyatakan, Peragi akan mendorong terwujudnya peningkatan tersebut melalui empat program. Pertama, kata Syakir, pengembangan SDM (Sember Data pertanian termasuk petani milenial melalui Komando Strategis Pertanian (Kostra) Tani dengan cara penyuluhan atau pelatihan dan pendidikan vokasi.
Kedua, Peningkatan produksi tanaman pangan melalui pengembangan kawasan berbasis korporasi (padi, jagung, kedelai, aneka kacang, umbi, dan serealia). Ketiga, Gerakan nasional peningkatan produktivitas, produksi, dan ekspor (kopi, kakao, kelapa, jambu mete). Keempat, akselerasi pemanfaatan inovasi teknologi dan perbanyakan/produksi benih/bibit hasil litbang.
“Keempat program utamanya tersebut seiring dengan semangat Peragi dalam menggulirkan program-program utamanya ke depan dengan menitik beratkan pada pengembangan komoditas hortikultura dan perkebunan, yang secara nyata mampu memberikan sumbangan terhadap peningkatan pendapatan petani dan devisa negara,” jelasnya.
Ia menyatakan, Peragi akan senantiasa bersinergi dengan Kementrian Pertanian. Sehingga, program pemerintah untuk peningkatan produktifitas pertanian dapat terwujud.
“Peragi juga akan membantu pemerintah menyiapkan para generasi muda Indonesia untuk menjadi petani modern dengan mempromosikan teknologi budi daya pertanian secara cerdas (Smart Farming),” jelasnya.
Di masa depan Indonesia akan menjadi seksi di mata dunia karena menjadi negara penentu penghasil energi dan pangan di bumi. Indonesia menjadi penentu karena merupakan negara terbesar di dunia yang berada di bawah garis khatulistiwa selain Brasil.
“Di luar itu hanya negara-negara kecil sehingga kurang menentukan,” katanya.
Menurut Syakir, energi fosil sudah berada di penghujung era karena cadangannya terus menipis dan dampaknya yang tidak ramah bagi lingkungan. Sebaliknya di masa depan bioenergi akan semakin diandalkan di planet bumi seiring teknologi pengolahannya yang semakin efektif dan efisien.
Pada era bioenergi, maka negara di bawah garis khatulistiwa menjadi negara penentu karena sumber energi utama adalah matahari. “Hanya di bawah equator matahari bersinar sepanjang tahun, sehingga mesin penghasil bioenergi terbesar adalah Indonesia. Kita menjadi seksi karena negara lain di bawah khatulistiwa berupa negara kecil kecuali Brasil,” kata Syakir.
Menurut Syakir, sebetulnya Indonesia sejak dulu diperhitungkan di mata dunia karena merupakan produsen sawit terbesar dan terluas di dunia. Demikian pula karet. “Problemnya satu, Indonesia bukan bangsa dengan produktivitas sawit dan karet tertinggi di dunia,” kata Syakir. Dampaknya Indonesia bukan menjadi penentu harga bagi komoditas dunia tersebut.
Di masa depan Indonesia harus mampu meningkatkan produktivitas agar dapat menjadi penentu. “Peragi harus mampu mendiagnosis segala problem pertanian tersebut lalu memberi resep untuk mengatasi persoalan tersebut,” kata Syakir.
Secara keilmuan Peragi memiliki ahli-ahli agronomi di Indonesia dengan energi yang berada di puncak karena kompetensinya tak perlu diragukan lagi. Namun, energi tersebut umumnya masih berupa energi potensial yang harus ditransformasikan menjadi energi kinetik agar dapat menggerakkan dunia pertanian Indonesia.