Perpres ISPO Terbit, Kementan Dorong Keterlibatan Pelaku Usaha

0
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Heru Tri Widarto. Dok: Ist

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) sebagai langkah untuk memperkuat pengelolaan industri sawit nasional.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Heru Tri Widarto mengatakan, berbagai upaya perbaikan terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan kredibilitas tata kelola ISPO.

“Tentu, kita berharap tata kelola ISPO bisa semakin baik ke depan,” kata Heru kepada Majalah Hortus saat dihubungi, Jakarta, Senin (14/4).

Tata kelola yang baik, lanjut dia, diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pelaku usaha sawit dalam negeri terhadap sistem ini, sehingga semakin banyak yang mengikuti proses sertifikasi ISPO.

Heru juga berharap bahwa semakin baiknya penerimaan terhadap ISPO di dalam negeri dapat membawa dampak positif bagi pengakuan internasional terhadap sistem ini.

“Kami berharap, dengan meningkatnya keberterimaan ISPO, sistem ini juga semakin diakui di tingkat global,” ujar Heru.

Sebagai informasi, pada 19 Maret 2025, pemerintah secara resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).

Berbeda dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2020 yang hanya mewajibkan sertifikasi ISPO bagi usaha perkebunan kelapa sawit, regulasi terbaru ini memperluas cakupannya. Kini, kewajiban sertifikasi ISPO juga diberlakukan bagi industri hilir sawit serta pelaku usaha bioenergi berbasis sawit.

Hal ini tertuang dalam Pasal 2, yang menyebutkan bahwa seluruh pelaku usaha yang bergerak di sektor sawit kini diwajibkan memiliki sertifikat ISPO. Kewajiban ini mencakup usaha perkebunan kelapa sawit, industri hilir sawit, serta usaha bioenergi berbasis sawit.

Lebih rinci, industri hilir yang diwajibkan memiliki sertifikat ISPO adalah industri yang menghasilkan produk turunan kelapa sawit. Sementara itu, usaha bioenergi yang dimaksud meliputi kegiatan produksi bahan bakar nabati, biomassa, atau biogas yang berbasis sawit.

Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan tersebut, dalam Pasal 5 beleid ini, pemerintah juga menetapkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban sertifikasi ISPO.

Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penghentian sementara kegiatan usaha.

Selanjutnya, dalam Pasal 16 disebutkan bahwa biaya proses sertifikasi ISPO akan dibebaskan bagi pelaku usaha yang mengajukan sertifikasi tersebut.

Jika sertifikasi ISPO diajukan oleh pelaku usaha perkebunan, biaya proses sertifikasi akan bersumber dari dana yang dihimpun oleh badan yang mengelola dana perkebunan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perkebunan.

Sumber dana tersebut juga bisa berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), serta sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini