Rakernas APTRI, Bapanas Pastikan Berpihak kepada Petani Tebu

0
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APTRI di Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 24 Juli 2024. (Dok: Bapanas)

Tebu yang merupakan bahan baku industri gula memiliki peran strategis bagi perekonomian Indonesia. Industri gula berbahan baku tebu termasuk salah satu sumber pendapatan bagi ribuan petani tebu.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 2022, sekitar 63 persen dari total produksi gula dalam negeri, mencapai 2,4 juta ton, berasal dari perkebunan rakyat yang menyumbang sebanyak 1,5 juta ton.

Berkaca dari hal tersebut, Badan Pangan Nasional (Bapanas) terus memastikan para petani tebu, termasuk yang tergabung di dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), memiliki semangat menanam demi peningkatan produksi gula konsumsi dalam negeri.

“Intinya kami akan terus menjaga ekosistem pangan dan kewajaran harga mulai dari tingkat petani sampai konsumen,” ucap Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APTRI di Bogor, Jawa Barat pada Rabu (24/7).

Sejak Mei 2024, Bapanas telah menetapkan kebijakan relaksasi Harga Acuan Pembelian (HAP) gula konsumsi di tingkat produsen sebesar Rp 14.500 per kilogram. Ini berlaku sampai berakhirnya musim giling atau sampai ada regulasi HAP gula konsumsi yang terbaru.

Sebagai hasilnya, dapat dikatakan bahwa kebijakan relaksasi HAP gula konsumsi di tingkat produsen telah berkontribusi pada peningkatan indeks Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR).

BPS mencatat NTPR pada Juni 2024 berada di angka 149,40 atau mengalami kenaikan 2,68 persen dari bulan sebelumnya. NTPR pada Mei 2024 tercatat di angka 145,50. Sementara pada indeks harga yang diterima oleh petani tanaman perkebunan rakyat juga mengalami eskalasi sebesar 2,88 persen, yakni pada Mei 2024 di 176,77 poin dan pada Juni 2024 menjadi 181,87 poin.

“Saat ini, petani tebu lebih senang menanam. Ini karena kami percaya kesejahteraan petani itu berbanding lurus dengan produksi. Dengan HAP terakhir di Rp 14.500, petani mulai bisa tersenyum. Tentu karena penetapan HAP mempertimbangkan faktor agroinput yang ada di petani,” ujar Arief.

Selama ini, kata Arief, setiap perubahan HAP yang dilakukan oleh Bapanas selalu melibatkan para petani, sehingga petani bisa menyesuaikan dengan agroinputnya. HAP itu sesuai dengan agroinput dan di hilir juga tentunya, supaya daya belinya tidak turun.

“Kita perlu duduk bersama. Nanti terkait kebutuhan pupuk, saya akan bicarakan dengan Dirut Pupuk Indonesia. Saya juga akan bicarakan dengan ID FOOD dan juga Bulog, untuk menjadi standby buyer bapak ibu semua, sehingga harga tidak jatuh di tingkat petani,” kata Arief.

Dia mengatakan telah meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan subsidi bunga pinjaman khusus untuk Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), termasuk gula. Dengan demikian BUMN pangan bisa menabung stok gula sampai musim giling berikutnya.

“Jadi penguatan CPP itu perlu pendanaan di BUMN pangan. Kemarin saya bersama ID FOOD dengan BTN sudah disiapkan pendananya sekitar Rp 500 miliar. Ke depan mungkin ada berikutnya Rp 3 triliun,” kata Arief.

Adapun stok CPP gula konsumsi per 24 Juli total ada sampai 11,4 ribu ton. Ini terdiri dari Perum Bulog yang mengelola 10,5 ribu ton dan ID FOOD 826 ton. Bapanas telah memberikan target jumlah minimal stok gula konsumsi di akhir tahun 2024 di kisaran 25 ribu ton.

Ini sesuai Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 379.1/TS.03.03/K/11/2023 Tentang Jumlah, Standar Mutu, dan Harga Pembelian Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan CPP Tahun 2024.

Ketua APTRI, Soemitro Samadikoen, turut mendorong pemerintah agar terus menjaga stok gula konsumsi sebagai CPP.

“Terima kasih atas kehadirannya Pak Arief, bapaknya petani tebu. Kita telah terbantu dengan penetapan HAP dan ini telah memberikan harapan kepada petani kita. Lalu kita tidak boleh melepas kemitraan antara petani dengan pabrik gula,” ujar Soemitro.

Soemitro berharap, pemerintah menguasai stok melalui BUMN Pangan hingga 1 juta ton. Sehingga, saat terjadi kenaikan harga, pemerintah dapat menggunakan stok tersebut mengintervensi pasar.

“Kita ingin tanaman tebu bisa berkompetisi dengan tanaman pangan lainnya. Pemerintah harus pegang stok melalui BUMN. Kalau bisa pegang sampai 1 juta ton. Maka harga gula tidak akan naik, karena ketika ada kenaikan, bisa langsung intervensi ke pasar seperti halnya beras,” tutupnya.

Pada pembukaan Rakernas APTRI hari ini turut dihadiri Kementerian Pertanian (Kementan), ID FOOD, Perum Bulog, PT Pupuk Indonesia, Asosiasi Gula Indonesia, beserta sekitar 200 anggota APTRI dan stakeholder lainnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini