Kolom
Memet Hakim
Pengamat Sosial, Ketua Indonesian Design Engineering National Defence
Ketua Dewan Penasihat Aliansi Profesional Bangkit & Aliansi Pejuang dan Purnawirawan TNI
Membangun sabuk perkebunan, perikanan laut dan peternakan disepanjang batas negara Republik Indonesia, selain mempunyai tujuan ekonomis, mempunyai fungsi khusus dalam pertahanan keamanan negara semesta. Jenis komoditi a.l Kelapa Sawit, Karet, Tebu, Bambu dan Perikanan laut untuk wilayah perairan serta Peternakan.
Dengan pembangunan ini terbuka lebar kesempatan mendapatkan pendapatan tambahan bagi para anggota TNI aktif, pensiunan TNI, penduduk asli dan TKI yang selama ini banyak bekerja di negara jiran. Budaya disiplin dan ulet prajurit TNI sangat cocok dengan budaya kerja diperkebunan, perikanan dan peternakan. Diharapkan mereka dan turunannya akan tetap mempertahankan negara dengan cara tidak langsung, seperti memberikan informasi adanya ancaman, menyiapkan lahan gerilya, memudahkan operasi, mencegah penyelundupan dan tentu merawat jiwa nasionalis dan patriotisme di sepanjang perbatasan tersebut.
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan pertama tahun 2000an tentang gagasan memperkuat Ketahanan Negara di sepanjang perbatasan, mengingat adanya ancaman nyata dari RRC, Amerika Serikat dan Australia yang selalu mengganggu kepentingan Republik Indonesia yang terlihat bagaimana negara-negara ini selalu mendukung para separatis, taipan rakus, dan penguasaan Sumber Daya Alam kita.
Walaupun masih ada pandangan negatif ataupun kecurigaan kepada TNI baik secara perorangan maupun institusi, namun mari kita lihat siapa sebenarnya yang membela habis-habisan NKRI, mereka selalu berada dibarisan terdepan. Dalam berbagai kejadian bencana alam petugas lainnya masih sibuk rapat panitia, TNI telah berada di lokasi kejadian dengan segala peralatannya.
Memang sulit juga posisi TNI, disatu pihak mereka sedang merombak diri, dilain pihak tetap memandang mereka dengan paradigma lama, sehingga untuk menambah kesejahteraan prajuritnya saja mereka saat ini kesulitan. Hal ini jelas terlihat dari perbedaan kesejahteraan anggota TNI dan instansi sejenis. Kondisi ini dapat membuat anggota TNI terjebak pada rayuan uang untuk mengkhianati negeri.
Gagasan Membangun sabuk perkebunan, perikanan dan peternakan sungguh merupakan solusi yang sangat tepat, karena tujuan utamanya adalah memperkuat pertahanan, maka plasma yang dibangun agar diutamakan untuk prajurit TNI yang akan memasuki pensiun. Prioritas berikutnya adalah masyarakat asli setempat dan TKI yang merantau di Negara jiran.
Pola Inti Plasma tetap jadi pedoman dan dikelola oleh BUMN, setiap unit kebun terdiri dari 10.000-15.000 ha terdiri dari Inti 60 % dan Plasma 40 %. Setiap KK (Kepala Keluarga) diberikan lahan Plasma seluas 5 ha, yang dikelola oleh Koperasi dengan bimbingan teknis dari BUMN setempat. Jadi setiap Unit kebun mempunyai binaan 800-1.200 KK (setingkat Batalion). Kebun-kebun yang dibangun, sepanjang perbatasan dan mempunyai akses jalan yang saling berhubungan. Di setiap unit Kebun. Ikan. Ternak ini disiapkan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, jika diperlukan dapat didirikan Sekolah Menengah Kejuruan atau Sekolah Menengah Atas.
Jalan utama sebagai penghubung ke ibukota provinsi dan Pelabuhan perlu dibuatkan oleh pemerintah pusat. Disetiap kebun inti perlu dibangun air strip beserta segala fasilitasnya, selain dipergunakan untuk ”mengontrol” kinerja perkebunan dan menyemprot hama, fasilitas ini sangat diperlukan pada kondisi darurat. Beberapa air strip terkoneksi dengan Bandara di ibukota Provinsi. Batas kedua negara harus ditandai dan dikontrol secara periodik. Pembuatan sabuk perkebunan ini cukup 5-25 km dari batas negara. Unit perkebunan ini dilengkapi dengan peralatan pertahanan Udara dan Darat, sedang yang terletak di kepulauan harus dilengkapi dengan peralatan Pertahanan Darat & Laut. Semua personil baik di Inti maupun Plasma harus dilatih untuk Pertahanan Negara.
Perusahaan inti yang dilibatkan harus perusahaan negara (BUMN) untuk menjamin kerahasiaan negara dan keamanannya. Jika sudah ada perkebunan swasta disana, maka kebun tersebut harus diambil alih atau diakuisisi oleh BUMN tersebut. Ini bentuk penugasan, bukan pendekatan bisnis semata. Jika unit kebun biasanya terbuka untuk umum, maka unit kebun ini, sifatnya tertutup. Di unit ini harus dilengkapi dengan Hutan Lindung agar suatu saat dapat dipergunakan saat terjadi peperangan secara fisik. Perang gerilya yang dilakukan oleh RI, Vietnam, Afganistan dan Hamas membuktikan bahwa pola perang ini sangat efektif.
Penguasaan teknis agronomis untuk Perkebunan Kelapa sawit, Karet & Tebu, Pengetahuan Penangkapan ikan, Budidaya ikan Laut dan Perternakan semuanya dapat dipelajari. Apalagi jika plasmanya dikelola oleh Koperasi Unit Kebun, Ikan, Ternak, tentu akan lebih mudah lagi dijalankan.
Unit Perikanan dan Peternakan pada prinsipnya sama saja dengan unit perkebunan dapat menampung 800-1.200 KK Plasma. Jika di darat berupa perkebunan atau peternakan, di laut berupa Kapal Perikanan, Perahu, Bagan, fasililitas Budi Daya, Kapal Pengangkut Ikan dengan fasilitas penampungan, pendinginan atau pengolahan, dll. Perahu Motor kapasitasnya antara 5 -> 1.000 GT, disesuaikan dengan kebutuhan. Seluruhnya dikelola oleh BUMN termasuk Koperasinya.
Unit Peternakan sapi dan kuda hanya dapat dilakukan di daerah yang memang cocok seperti diperbatasan NTT dan Timor Leste. Peternakan ayam dapat digabung dengan Unit Perkebunan dengan pola umbaran (dilepas di lapangan tapi tetap terkontrol) yakni semi intensif. Dengan demikian program penguatan Ketahanan Negara ini juga dapat berfungsi memenuhi kebutuhan minyak, daging dan telur. Pendapatan kotor setiap petani diharapkan minimal 12.000 USD/tahun atau sekitar Rp 180 juta/tahun.
Petani plama kelapa sawit mempunyai kesempatan mendapatkan pendapatan sebesar 18.000 kg x 5 ha x Rp 2,500/Kg = Rp 225 juta/tahun atau Rp 18.75 juta/bulan sebagai pendapatan kotor, jika 50 % merupakan biaya produksi maka bersihnya para petani akan menerima uang sebesar Rp 9.4 juta/bulan, akan tetapi 12 tahun pertama harus dipotong cicilan sebesar 30 %, sehingga yang diterima petani plasma menjadi Rp 6.6 juta/bulan. Pendapatan berikutnya diharapkan kembali ke tingkat Rp 9.4 juta/bulan. Pendapatan ini dapat meningkat apabila produktivitasnya naik. Jika petani ikut bekerja, maka pendapatannya akan bertambah juga.
Petani karet mempunyai kesempatan mendapatkan pendapatan sebesar 1.200 kg x 5 ha = 6.5 ton/tahun, jika harga keringnya Rp 28.000/kg, maka pendapatan kotor petani menjadi atau senilai Rp 182 juta/tahun atau Rp 15.2 juta/bulan. Serupa dengan Kelapa sawit jika Biaya Produksinya dihitung 50 %, maka pendapatan bersih menjadi Rp 91 juta/tahun atau Rp 7.6 juta/bulan. pada 12 tahun pertama harus dipotong 30 % terlebih dahulu untuk membayar cicilan menjadi Rp 5.3 juta/bulan. Pendapatan ini berfluktuasi tergantung harga jual dan produktivitasnya.
Investasi pada bidang perikanan, adalah investasi peralatan, misalnya berbagai kapal perikanan, sedang di peternakan berupa ternaik itu sendiri, sedang fasilitas kandang tidak semahal seperti pembelian kapal dan pembangunan kebun.
Tiap kebun luas bersihnya sekitar 15.000 ha , luas kotornya sekitar 20.000 ha atau 200 Km2. Jika panjang sabuknya 20 km, maka setiap 10 km, dibangun 1 kebun lengkap dengan pabriknya. Di Kalimantan misalnya dapat dibangun sebanyak 150 unit kebun. Setiap kebun dapat menyerap petani plasma sebanyak 1.000 kk dan karyawan 4.500 kk, maka 150 unit kebun sama dengan 150.000 kk petani plasma dan. 675.000 orang karyawan. Jika panjang perbatasan di Papua mencapai 2.000 km, maka dapat dibangun 200 unit kebun yang dapat menyerap 200.000 kk petani plasma dan 900.000 orang karyawan. Di NTT, jika panjang perbatasannya sekitar 200 km, maka dapat dibangun sebanyak 20 unit Perkebunan Karet/Cendana/Bambu/ atau Peternakan di sepanjang perbatasannya yang dapat menyerap 20.000 petani plasma dan 90.000 karyawannya.
Jika dijumlah seluruhnya maka sedikitnya ada 2 juta jiwa yang terdiri dari 370.000 petani plasma dan 1.665.000 karyawannya yang dapat diserap dalam kegiatan ini. Jumlah diatas belum termasuk calon nelayan bagi anggota angkatan laut. Artinya seluruh anggota TNI aktif dapat memiliki lahan Plasma dan lebih terjamin di hari tuanya.
Untuk wilayah perairan, pola kredit kelompok yang sangat dianjurkan. Misalnya setiap 10 – 20 anggota marinir mendapatkan kredit 1 buah perahu penangkap ikan berukuran sedang 100-500 GT yang dilengkapi dengan fasilitas pengawetan ikan. Namun anggota TNI AL dapat saja ditempatkan didarat seperti halnya di PROKIMAL Lampung bersama anggota TNI AD dan TNI AU yang akan memasuki usia pensiun dan yang telah pensiun.
Pengalaman proyek PIR yang dinilai berhasil, dan jaminan sertifikat kebun, maka pihak pemerintah dan Bank tidak perlu lagi ragu dalam memberikan fasilitas dana. Jika tiap unit kebun memerlukan dana sekitar Rp 1.5 trilyun, maka total dana yang diperlukan untuk 1 BUMN di Kalimantan saja dibutuhkan dana sebesar sebesar 225 trilyun dalam dengan waktu pembangunan selama 10 tahun. Artinya dana rata-rata diperlukan sebesar 22.5 trilyun/tahun. Mengingat investasi ini sangat strategis, namun secara bisnis ekonomis menguntungkan, walaupun dibebani bunga dasar (non komersial) masih dapat menguntungkan. Bank BUMN harus memproritaskan proyek pertahanan ini, karena akan menguntungkan Negara, Rakyat dan anggota TNI nya.
Pembangunan kebun plasma bagi prajurit dan mantan prajurit, merupakan tanda terima kasih rakyat & pemerintah terhadap mereka yang telah berjasa mempertahankan NKRI. Para mantan TNI aktif dan keturunannya dapat mengisi perjuangannya dibidang perkebunan dan perikanan sambil tetap membantu pertahanan nasional. Perputaran roda ekonomi diwilayah tersebut akan naik, penyelundupan berkurang dan akan mengurangi pengangguran secara nyata.