Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi. Berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya terlihat dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
Komitmen ENDC Indonesia terbagi dalam lima sektor yaitu limbah, proses industri dan penggunaan produk, pertanian, kehutanan serta penggunaan bahan lainnya, dan sektor energi yang juga mencakup sektor transportasi.
Pada acara Green Initiative Conference 2024 di Jakarta hari ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan dari komitmen tersebut telah berhasil menurunkan emisi karbon dari tahun ke tahun.
“Indonesia merencanakan berbagai mitigasi, termasuk perubahan RON ke RON yang lebih tinggi. Alhamdulillah RON 88 sudah tidak ada dan kita juga mendorong program berbasis baterai listrik. Indonesia juga satu-satunya negara yang mendorong mandatory diesel dan ini sudah kita laksanakan B35 dan akan dinaikkan menjadi B40 di tahun 2025. Biodiesel ini memanfaatkan 54,52 juta kiloliter dan mengurangi impor solar. Devisa yang diselamatkan sebesar Rp 404,32 triliun,” ungkap Airlangga
Sejak tahun 2020, Indonesia telah mencatatkan penurunan emisi karbon yang signifikan yakni sebesar 945 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020, 890 juta ton CO2 ekuivalen di tahun 2021, dan 884 juta ton CO2 ekuivalen di tahun 2022.
Capaian penurunan emisi karbon tersebut perlu dipertahankan dan terus ditingkatkan mengingat tantangan dan dinamika global saat ini dan ke depan akan lebih dinamis dan fluktuatif.
Lebih lanjut, Airlangga dalam kesempatan tersebut menjelaskan tentang Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) yang terdapat di beberapa wilayah Indonesia yakni di Arun, Teluk Bintuni, dan Bojonegoro. Dia menyampaikan bahwa CCUS tersebut ekuivalen dengan gudang di bawah tanah yang biasanya akibat ekstraksi dari gas dan minyak.
“Potensi warehouse atau gudang bawah tanah di Indonesia ini salah satu yang terbesar. Market-nya sekarang sekitar 25 sampai 30 dolar per ton dan kita perlu mendorong regulasinya. Berapa yang kita bisa serap dari market internasional dan berapa domestic market obligation-nya. Kalau kita bisa lakukan ini maka kita bisa tarik dari PLTU,” ujarnya.
‘Persoalan PLTU kan bukan tidak boleh daripada pembangkitnya tetapi yang penting net zero emission-nya. Kemudian net zero emission-nya bisa kita tarik dengan pembakaran yang dicampur dengan blue ammonia, kemudian juga bisa karbonnya di likuifikasi, ditransportasikan, dan dimasukkan kembali ke dalam tanah. Dengan itu Indonesia bisa menyelesaikan net zero emission,” sambung Airlangga.
Airlangga mengatakan bahwa Pemerintah juga terus mendorong percepatan pembangunan infrastruktur kendaraan bermotor listrik. Selain itu, digitalisasi dan penerapan transportasi hijau juga merupakan hal penting, terutama transportasi publik.
Airlangga juga mengatakan bahwa terkait transportasi publik dengan green energy di Jakarta lebih progresif dibandingkan daerah lain. Harapannya daerah lain juga bisa segera mengikuti agar penggunaan transportasi publik juga menggunakan berbasis listrik. Pemerintah Pusat juga menerapkan berbagai kebijakan untuk mendorong Pemerintah Daerah agar bersama-sama menerapkan transportasi publik menggunakan green energy.
Dalam mengupayakan green energy itu sendiri, Indonesia juga terlibat aktif dalam inisiatif-inisiatif green energy di tingkat global yakni ASEAN Zero Emission Community, Just Energy Transition Partnership Program, hingga Indo-Pacific Economic Framework (IPEF). Pada kesempatan tersebut Menko Airlangga juga menjelaskan tentang pertemuannya dalam forum IPEF yang tengah membahas green economy yang berkaitan dengan green energy.
“Green economy ini juga ada pendanaan yang disediakan oleh U.S. dan investment banking. Sehingga dengan demikian berbagai inisiatif disiapkan dan Indonesia sudah mendorong beberapa pipeline antara lain yang mereka sangat minat adalah geothermal energy dan waste to energy,” kata Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Airlangga juga menuturkan berbagai perkembangan terkait pembangunan dan peluang green energy lainnya di Indonesia. Seiring dengan Pemerintah yang terus mendorong potensi-potensi green energy di Indonesia, Airlangga mengatakan bahwa peran media sangat penting dalam menyosialisasikan potensi-potensi tersebut agar tidak diambil oleh negara lain.
“Upaya pencapaian penurunan emisi karbon dan penerapan transportasi hijau akan lebih mudah tercapai dengan dukungan dari berbagai pihak, terutama dari media. Media memiliki peran yang sangat penting dalam mengedukasi dan mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi rendah emisi,” pungkas Airlangga.