K o l o m
Kuntoro Boga Andri,
Kepala Pusat BRMP Perkebunan, Kementerian Pertanian
Di sebuah pagi yang tenang di Asahan, Sumatera Utara, Pak Sulaiman, seorang petani sawit berusia 52 tahun, memandangi kebunnya dengan perasaan campur aduk. Dulu, kebun seluas dua hektare itu menghasilkan 24 ton tandan buah segar (TBS) per hektare per tahun. Kini, hanya tersisa 2,4 ton. Pohon-pohon yang dulu tegak berdiri kini layu, daunnya menguning, dan batangnya mulai membusuk. Penyebabnya adalah jamur Ganoderma boninense.
Ganoderma bukanlah nama asing bagi petani sawit. Jamur ini menyerang akar dan batang pohon, menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (Basal Stem Rot/BSR). Gejalanya sering kali baru terlihat setelah infeksi berlangsung selama 2-3 tahun, membuat deteksi dini menjadi tantangan tersendiri. Pada 2023, lebih dari 170.000 hektare kebun sawit di Indonesia terinfeksi Ganoderma, dengan tingkat kematian tanaman mencapai 80% di beberapa daerah seperti Langkat.
Petani Kecil di Garis Depan
Sekitar 41% dari total lahan sawit nasional dikelola oleh petani kecil seperti Pak Sulaiman. Sayangnya, mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap serangan Ganoderma. Kurangnya pengetahuan tentang deteksi dini dan keterbatasan finansial membuat mereka kesulitan melakukan tindakan pencegahan. Biaya untuk sanitasi lahan dan penggunaan agen hayati seperti Trichoderma dapat mencapai Rp17-20 juta per hektare per tahun, angka yang jauh di atas kemampuan ekonomi petani kecil.
Penggunaan bibit unggul yang tahan terhadap Ganoderma juga masih rendah. Data menunjukkan bahwa hanya 15% petani kecil yang menggunakan bibit bersertifikat. Harga bibit unggul yang dua kali lipat lebih mahal dibanding bibit biasa menjadi salah satu kendala utama.
Ganoderma merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan industri sawit nasional. Tanpa tindakan penanggulangan yang efektif dan terkoordinasi, penyakit ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dan mengancam mata pencaharian jutaan petani. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kerja sama dari semua pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan industri sawit Indonesia.
Langkah Menuju Solusi
Menghadapi ancaman serius dari penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense, diperlukan strategi penanggulangan yang komprehensif dan terkoordinasi. Pemerintah perlu mempercepat riset dan perakitan yang dilanjutkan dengan pengembangan varietas kelapa sawit yang tahan terhadap Ganoderma. Distribusi bibit unggul harus dipastikan menjangkau petani kecil dengan harga terjangkau, melalui subsidi atau skema pembiayaan yang sesuai. Penggunaan bibit unggul yang telah diberi perlakuan dengan agensia hayati seperti Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan Ganoderma .
Program edukasi dan pelatihan bagi petani mengenai deteksi dini dan manajemen penyakit Ganoderma harus diperluas. Penggunaan teknologi digital untuk pelatihan dan konsultasi dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan literasi petani. Pelatihan ini harus mencakup identifikasi gejala awal infeksi, teknik sanitasi lahan, dan aplikasi agensia hayati
Evaluasi dan penyederhanaan persyaratan administratif dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi petani. Pendampingan teknis dan finansial harus diperkuat untuk memastikan keberhasilan program ini. Persyaratan seperti kepemilikan lahan yang sah dan keanggotaan dalam kelembagaan petani sering kali menjadi kendala bagi petani kecil untuk mengakses program ini .
Pemerintah, sektor swasta, lembaga penelitian, dan organisasi petani harus bekerja sama dalam mengembangkan dan menerapkan strategi pengendalian Ganoderma. Kemitraan ini penting untuk memastikan transfer teknologi dan pengetahuan yang efektif. Perusahaan besar dapat berperan dalam menyediakan sumber daya dan teknologi, sementara lembaga penelitian dapat memberikan dukungan ilmiah dan inovasi .
Dengan implementasi strategi-strategi tersebut secara terkoordinasi, diharapkan penyebaran Ganoderma dapat dikendalikan, sehingga keberlanjutan industri kelapa sawit nasional dapat terjaga.