Kementerian Pertanian terus mendorong transformasi sistem produksi sawit melalui mekanisasi, digitalisasi, dan integrasi data berbasis Artificial Intelligence (AI). Salah satunya, penggunaan drone untuk pemupukan presisi, sensor IoT untuk pemantauan lingkungan, serta manajemen kebun berbasis GIS dan aplikasi digital semakin meluas.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam pembukaan ‘HASI 2025, ‘Simposium Mekanisasi, Digitalisasi dan Teknologi Industri Sawit di Indonesia dan Malaysia’ yang dibacakan Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Kementerian Pertanian di Jakarta, 7/5/2025.
Menurut Andi Amran, hal tersebut sebagai bagian dari RPJMN 2025-2029 Kemenerian yang menetapkan agenda Transformasi Perkebunan yang mencakup; Regenerasi pekebun dan tenaga teknis sawit, Digitalisasi dan modernisasi kebun rakyat.
“Selain itu, juga penguatan hilirisasi industri sawit dan nilai tambah di dalam negeri, dan Konsolidasi data plasma nutfah dan produktivitas kebun nasional,” kata Andi Amran.
Selain itu, lanjutnya, perhatian besar diberikan pada program peremajaan sawit rakyat (PSR), peningkatan produksi CPO, diversifikasi tanaman pangan melalui sistem tumpang sari, pengembangan bioenergi, serta penguatan kerjasama internasional. Beberapa nota kesepahaman (MoU) telah ditandatangani, termasuk dengan Malaysia, Yordania, dan negara lainnya untuk memperluas pasar ekspor dan kemitraan strategis.
“Kami menyadari bahwa keberhasilan transformasi ini sangat bergantung pada sinergi lintas sektor, – antara pemerintah, lembaga riset, perguruan tinggi, pelaku industri, serta masyarakat petani,” katanya.
Andi Amran menambahkan, sawit merupakan komoditas strategis nasional yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam lima tahun terakhir (2020–2024), industri ini menunjukkan ketahanan dan adaptasi yang luar biasa.
Saat ini, luas areal sawit nasional mencapai 16,83 juta hektar dengan produktivitas rata-rata nasional 3,6 ton CPO/ha/tahun. Produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 45,5 juta ton dan Palm Kernel Oil (PKO) sebesar 4,7 juta ton. Volume ekspor menembus 30 juta ton dengan devisa lebih dari USD 28 miliar atau setara 440 triliun, menjadikan sawit sebagai penyumbang devisa terbesar sektor Perkebunan.
“Namun, kita juga menghadapi tantangan besar yaitu perubahan iklim, isu lingkungan dan sosial, serangan hama dan penyakit, teristimewa penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma boninense, yang dapat menyebabkan kerugian hingga 50% di beberapa sentra produksi,” tambahnya.
Menurutnya, berbagai teknologi pengendalian Ganoderma telah dikembangkan, mulai dari penggunaan agen hayati (Trichoderma sp.), sistem monitoring digital berbasis kecerdasan buatan, hingga pengembangan varietas moderat tahan Ganoderma melalui bioteknologi. Ini membuktikan bahwa pendekatan agromodern adalah kunci keberlanjutan industri sawit.
“Kami telah memperkuat pengembangan teknologi tersebut. BRMP saat ini, mengelola lebih dari 200 aksesi plasma nutfah kelapa sawit di Kebun Sitiung, Dharmasraya-Sumatera Barat, hasil eksplorasi dari Kamerun dan Angola, sebagai sumber penting untuk perakitan terbaru varietas unggul sawit dengan hasil tinggi, tahan hama penyakit, dan adaptif terhadap perubahan iklim. Peluang perakitan berkelanjutan difokuskan pada varietas unggul baru sawit yang produktif dan ramah lingkungan, seperti sawit beremisi karbon rendah dan pemanfaatan limbah,” katanya.
HASI 2025 diselenggarakan oleh Media Hai Sawit bekerja sama dengan Himpunan Profesional Kelapa Sawit Indonesia (HIPKASI). Selama dua hari, para peserta akan mendapatkan akses ke diskusi panel strategis, sesi seminar teknis, dan pameran inovasi teknologi terbaru. Hal tersebut dirancang untuk mendukung proses produksi dan manajemen industri sawit dari hulu hingga hilir.
Ketua Umum HIPKASI, M. Syarif Rafinda, menyampaikan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi masa depan industri sawit.
“Kami ingin membawa semangat berbagi dan bersinergi. HASI adalah tempat di mana teknologi bertemu pengalaman, dan solusi diciptakan bersama,” ujarnya.
Syarif menjelaskan, HASI 2025 hadir sebagai wadah strategis untuk mempertemukan para ahli, praktisi, dan pemangku kepentingan dari kedua negara untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait mekanisasi, digitalisasi, dan teknologi industri sawit.
“Melalui kegiatan ini, diharapkan akan muncul solusi inovatif yang dapat meningkatkan efisiensi produksi, keberlanjutan lingkungan, serta daya saing industri sawit di tingkat internasional,” jelasnya.
Menurutnya, acara ini terbagi dalam 7 sesi simposium yang menampilkan materi-materi berkualitas dari para ahli dan praktisi dari kedua negara. Materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek penting seperti mekanisasi pertanian dan perkebunan, digitalisasi proses produksi, inovasi teknologi terbaru, serta strategi keberlanjutan industri sawit.
“Acara ini dihadiri oleh sebanyak 578 peserta yang teregister dari Indonesia dan Malaysia, yang menunjukkan tingginya minat dan komitmen para Profesional Sawit, akademisi, dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan,” pungkasnya.