Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan, masih ada sekitar 40 persen gabah petani saat ini dijual bawah harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500 per kilogram.
Kondisi ini menjadi alasan pemerintah belum juga menyalurkan bantuan pangan beras lewat program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), meskipun stok cadangan beras pemerintah sudah di angka 3,7 juta ton.
“Harga kami cek di lapangan bersama Bulog itu masih ada 40 persen di bawah HPP. Artinya apa? Ini harus terangkat,” kata Mentan Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (14/4).
Menurut Amran, jika bantuan beras lewat program SPHP dikeluarkan saat harga gabah masih di bawah HPP, harga akan makin turun dan petani semakin terpukul. Karena itu, pemerintah memilih menunda sementara penyaluran hingga harga gabah membaik.
“Begitu kita keluarkan SPHP, terpukul lagi ini turun.Lihat BPS (Badan Pusat Statistik), harga beras turun kan? Yang baru-baru dirilis. Turun ya? Coba cek, turun,” ujar Amran.
Berdasarkan data BPS, rata-rata harga beras premium pada April 2025 sebesar Rp 13.047 per kilogram, turun 1,21 persen dibanding Maret. Sementara beras medium turun 1,16 persen menjadi Rp 12.555 per kilogram.
“Itu menunjukkan bahwa produksi kita, alhamdulillah baik. Saat ini kan sudah masuk musim kemarau, tapi produksi masih baik,” ujar Mentan Amran.
Mentan Amran menyampaikan bahwa sekitar 60 persen gabah yang dijual petani berada di bawah atau di kisaran HPP, yaitu sekitar Rp 6.500 per kilogram. “Ini masih signifikan. Ini harus kita angkat,” kata dia.
Menurut Mentan Amran, penyaluran bantuan beras sebaiknya dilakukan setelah harga gabah di tingkat petani berada di atas HPP.
“Kalau perlu di atas HPP semua. Kalau sudah di atas HPP semua, itu sudah top. Petani kita bahagia,” imbuh Mentan Amran.